GILA KEKUASAAN DAN DISFUNGSI INTELEKTUAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Disfungsi intelektual setidaknya ada dua jenis, pertama disabilitas intelektual akibat keterbelakangan mental dan kedua disfungsi intelektual akibat nafsu kekuasaan. Disfungsi intelektual, yang sering disebut sebagai disabilitas intelektual atau keterbelakangan mental, adalah kondisi yang ditandai oleh keterbatasan signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang memengaruhi aspek-aspek sehari-hari, seperti komunikasi, keterampilan sosial, dan kemampuan hidup mandiri. Ini biasanya didiagnosis sebelum usia 18 tahun dan dapat dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya, dari ringan hingga sangat berat.

 

Penyebab Disfungsi Intelektual dalam arti keterbelangan mental bisa disebabkan oleh beberapa kondisi genetik seperti sindrom Down, sindrom Fragile X, dan sindrom Rett dan bisa juga disebabkan oleh infeksi, kekurangan nutrisi, atau paparan zat berbahaya selama kehamilan. Sebab lain adalah asfiksia neonatorum (kekurangan oksigen saat lahir) atau kelahiran premature dan penyakit menular yang parah, kekurangan gizi, atau cedera kepala.

 

Gejala disfungsi intelektual bervariasi tergantung pada tingkat keparahannya. Beberapa gejala umum adalah, pertama, kesulitan belajar dan memahami konsep baru, kedua, keterlambatan dalam perkembangan bicara dan bahasa. Ketiga, kesulitan dalam keterampilan sehari-hari seperti berpakaian, makan, dan mandi. Keempat, masalah dengan keterampilan sosial dan interaksi

 

Diagnosis disfungsi intelektual melibatkan penilaian IQ dan kemampuan adaptif oleh seorang profesional medis atau psikolog. IQ di bawah 70-75 umumnya dianggap sebagai indikasi disfungsi intelektual. Pendekatan untuk membantu individu dengan disfungsi intelektual melibatkan pendidikan khusus, terapi perilaku, dan dukungan keluarga.

 

Sementara, disfungsi intelektual akibat nafsu kekuasaan adalah metafora yang menggambarkan bagaimana nafsu kekuasaan atau ambisi berlebihan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang rasional dan beretika. Dalam konteks ini, disfungsi intelektual tidak berarti ketidakmampuan intelektual secara klinis, tetapi lebih pada gangguan dalam proses berpikir dan pengambilan keputusan yang sehat dan bijaksana.

 

Fira’un, atau para raja Mesir kuno, sering kali dianggap sebagai simbol kekuasaan absolut dan ambisi yang tak terkendali. Ketika berbicara tentang firaun yang mengalami disfungsi intelektual akibat rakus kekuasaan, maka akan merujuk pada bagaimana kekuasaan absolut dan ambisi yang tidak terkendali dapat mengganggu kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang bijaksana dan rasional, serta memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

 

Salah satu contoh terkenal adalah Firaun Ramses II, yang dikenal karena ambisinya yang besar dan keinginan untuk memperluas kekuasaan serta meninggalkan warisan yang abadi. Meskipun banyak peninggalan monumental, termasuk pembangunan sejumlah besar monumen dan kuil, ambisi yang berlebihan juga dapat dilihat dalam upaya militer yang berisiko dan proyek pembangunan yang memberatkan rakyat.

 

Studi tentang pemimpin yang jatuh karena nafsu kekuasaan, seperti beberapa diktator atau pemimpin korup di berbagai negara, menunjukkan betapa merusaknya ambisi yang tak terkendali. Mereka seringkali membuat keputusan yang merugikan masyarakat luas dan akhirnya jatuh dari kekuasaan dengan cara yang dramatis dan merugikan.

 

Keinginan untuk diingat sepanjang masa mendorong firaun untuk membangun piramida, kuil, dan patung dalam skala besar. Sementara ini menunjukkan kekuatan dan kekuasaan mereka, proyek-proyek ini sering kali membebani ekonomi dan tenaga kerja rakyat.

 

Banyak Firaun, termasuk Ramses II, melancarkan kampanye militer untuk memperluas wilayah dan menunjukkan kekuasaan mereka. Meskipun beberapa berhasil, banyak yang berakhir dengan kerugian besar baik dalam hal sumber daya maupun nyawa manusia.

 

Firaun sering kali hidup dalam kemewahan yang berlebihan, jauh dari realitas kehidupan sehari-hari rakyat mereka. Ini menciptakan kesenjangan besar antara pemimpin dan rakyat, yang dapat menyebabkan ketidakpuasan dan pemberontakan.

 

Nafsu kekuasaan yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa masalah. Orang yang terlalu berambisi seringkali mengabaikan etika dan hukum demi mencapai atau mempertahankan kekuasaan. Ambisi berlebihan dapat mengaburkan penilaian seseorang, mengarah pada keputusan yang tidak bijaksana atau merugikan.

 

Pemimpin yang dikuasai oleh nafsu kekuasaan mungkin mengabaikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat atau organisasi yang mereka pimpin. Nafsu kekuasaan yang tak terkendali dapat menimbulkan konflik internal dan krisis kepemimpinan dalam organisasi atau pemerintahan.

 

Beberapa tanda-tanda bahwa seseorang mungkin mengalami "disfungsi intelektual akibat nafsu kekuasaan" meliputi, diantaranya mengabaikan perasaan dan kebutuhan orang lain, memaksakan kehendak sendiri tanpa mempertimbangkan masukan dari orang lain, menggunakan cara-cara manipulatif untuk mencapai tujuan pribadi dan menolak atau tidak mampu menerima kritik konstruktif.

 

Adakah fir’aun zaman modern ini, yakni ada seorang penguasa yang rakus kekuasaan sehingga kebijakannya tidak rasional dan tidak etis dimana rakyat selalu menjadi korbannya ?.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,22/06/24 : 21.02 WIB) 

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.