Oleh : Ahmad Sastra
Ekonomi
kapitalisme yang diterapkan di negeri ini sangat erat hubungannya dengan
fenomena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akhir-akhir ini
dirasakan oleh para karyawan. Beberapa waktu lalu, karyawan ditakut-takuti
dengan adanya tapera, nah saat ini justru banyak yang mengalami PHK. Kapitalisme
dan PHK adalah dua konsep yang saling berkaitan dalam konteks dinamika pasar
tenaga kerja. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kepemilikan
pribadi atas alat-alat produksi dan pengoperasian pasar bebas.
Dalam sistem
kapitalisme, perusahaan beroperasi untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Pemutusan hubungan kerja sering kali menjadi salah satu konsekuensi dari
dinamika pasar dalam sistem kapitalis, terutama ketika perusahaan harus
menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi atau kondisi pasar.
Dalam ekonomi
kapitalis, pasar tenaga kerja cenderung fleksibel, yang berarti perusahaan
memiliki kebebasan untuk merekrut dan memberhentikan karyawan sesuai dengan
kebutuhan bisnis mereka. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk cepat
beradaptasi terhadap perubahan permintaan pasar atau kondisi ekonomi.
Untuk
meningkatkan efisiensi dan profitabilitas, perusahaan sering melakukan
restrukturisasi organisasi, termasuk PHK. PHK dapat dilakukan untuk mengurangi
biaya operasional, terutama saat menghadapi penurunan pendapatan atau untuk
meningkatkan margin keuntungan.
Perkembangan
teknologi dan inovasi dalam ekonomi kapitalis sering kali menggantikan tenaga
kerja manusia dengan mesin atau perangkat otomatis. Ini dapat menyebabkan PHK,
terutama bagi pekerja yang keterampilan mereka telah menjadi usang atau tidak
lagi dibutuhkan.
Dalam ekonomi
global yang kompetitif, perusahaan perlu terus-menerus meningkatkan efisiensi
dan daya saing mereka. PHK mungkin diperlukan untuk mengurangi biaya tenaga
kerja atau untuk memindahkan operasi ke lokasi dengan biaya tenaga kerja yang
lebih rendah.
Ketika terjadi
krisis ekonomi, seperti resesi, banyak perusahaan mengalami penurunan
permintaan dan pendapatan. Dalam upaya untuk bertahan, perusahaan sering
melakukan PHK massal untuk mengurangi beban biaya.
PHK dapat
memiliki dampak sosial yang signifikan, termasuk peningkatan pengangguran,
ketidakstabilan ekonomi bagi individu dan keluarga, serta tekanan psikologis.
Di banyak negara, pemerintah dan organisasi masyarakat menyediakan bantuan bagi
pekerja yang terkena PHK, seperti tunjangan pengangguran dan program pelatihan
ulang.
Ekonomi
kapitalisme dengan dinamikanya yang berorientasi pada pasar dan profitabilitas
sering kali memerlukan perusahaan untuk melakukan PHK sebagai salah satu
strategi penyesuaian. Meskipun PHK dapat membantu perusahaan tetap kompetitif
dan efisien, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang
lebih luas dan mencari cara untuk memitigasi efek negatifnya terhadap pekerja
dan masyarakat. Telah banyak perusahaan yang telah memPHK karyawanya.
Tokopedia TikTok Shop PHK 450 karyawan dengan alasan memperkuat organisasi
dan menyelaraskan perusahaan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara
(KSPN) Ristadi mengatakan sejak Januari hingga awal Juni 2024 ini, setidaknya
terdapat 10 perusahaan yang telah melakukan PHK massal. Enam di antaranya
karena penutupan pabrik, sedangkan empat sisanya karena efisiensi jumlah
pegawai. Diperkirakan ada 13,800 karyawan terdampak
PHK ini berdampak pada sepi dan matinya usaha kos-kosan dan rumah kontrakan
serta UMKM sekitar kawasan pabrik dan pemukiman buruh. Menaker prediksi badai
PHK bakal berlanjut di 2024. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah,
memperkirakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terus berlanjut di
2024. Perusahaan yang berpotensi melakukan PHK adalah yang tingkat
produktivitasnya rendah. Industri tekstil dalam negeri gulung tikar, karena
Kemendag longgarkan impor.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana,
menjelaskan alasan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri
gulung tikar. Menurut dia, penyebab kebangkrutan yang menyebabkan pemutusan
hubungan kerja (PHK) massal itu tak semata disebabkan oleh peraturan menteri perdagangan
(Permendag) tentang kebijakan dan pengaturan impor.
Mantan Ketua Ombudsman itu menjelaskan, importasi barang-barang tekstil dan
garmen jadi telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Puncaknya pada 2023,
barang tekstil impor, baik legal maupun ilegal, menumpuk. Sisa barang-barang
impor itu kemudian menjadi jenuh di pasar domestik Indonesia.
Pasar-pasar di Indonesia pun kemudian memasarkan barang-barang impor yang
masih tersisa itu kepada masyarakat. Namun, pemasaran ini tidak dibarengi
dengan daya beli masyarakat yang masih relatif rendah. Akhirnya, kata Danang,
produk-produk impor itu menumpuk. Sangat ironis memang yang terjadi di negeri
ini. Nampaknya pemerintah tidak memiliki kecakapan menjamin kesejahteraan
rakyat akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme sekuler ini.
Mestinya negara
ini segera melakukan transformasi sistemik menuju sistem ekonomi Islam. Islam
menawarkan berbagai solusi untuk mengatasi masalah pemutusan hubungan kerja
(PHK) yang sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, dan
kepedulian terhadap sesama.
Islam menekankan
pentingnya keadilan dalam hubungan kerja. Majikan harus memperlakukan pekerja
dengan adil, memberikan upah yang sesuai, dan tidak memberhentikan mereka tanpa
alasan yang sah. Ajaran Islam menyebutkan pentingnya memenuhi hak-hak pekerja
sebelum keringat mereka kering (Hadis Nabi Muhammad SAW).
Sebelum mengambil
keputusan besar seperti PHK, Islam menganjurkan untuk melakukan musyawarah atau
konsultasi antara pihak manajemen dan pekerja. Ini bertujuan untuk mencari
solusi terbaik yang dapat diterima oleh semua pihak dan meminimalkan dampak
negatif.
Islam menekankan
pentingnya zakat, sedekah, dan infaq sebagai bentuk jaminan sosial. Dana ini
dapat digunakan untuk membantu mereka yang terkena PHK, memberikan bantuan
keuangan sementara, dan mendukung pelatihan ulang atau program pekerjaan baru.
Islam mendorong
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis pada prinsip keadilan
sosial. Ini termasuk mendukung usaha kecil dan menengah (UKM), yang cenderung
lebih tahan terhadap fluktuasi ekonomi dan lebih banyak memberikan peluang
kerja.
Dalam Islam,
bisnis tidak hanya tentang mencari keuntungan tetapi juga tentang tanggung
jawab sosial. Perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja mereka, dan
jika PHK tidak dapat dihindari, perusahaan harus memberikan kompensasi yang
adil dan mendukung transisi pekerja ke pekerjaan baru.
Islam mendorong
umatnya untuk terus menuntut ilmu dan meningkatkan keterampilan. Pemerintah dan
lembaga Islam dapat menyediakan program pelatihan dan pendidikan untuk pekerja
yang terkena PHK agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan pasar kerja. Jika
rakyat miskin yang tak lagi mampu bekerja, maka negara Islam tetap menjamin
kehidupannya. Islam melarang rakyatnya bermalas-malasan.
Islam melarang
praktik monopoli dan eksploitasi yang dapat merugikan pekerja dan konsumen.
Pasar yang lebih adil dan kompetitif dapat mengurangi risiko PHK massal akibat
kebijakan bisnis yang tidak adil. Konsep kepemilikan dalam sistem Islam akan
memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sementara kapitalisme akan
semakin menyengsarakan rakyat, sebab sumber daya milik umum dikuasai oleh
oligarki. Dalam Islam sumber daya alam dikelola oleh negara dan diperuntukkan
untuk kesejateraan rakyat, haram diprivatisasi.
Dengan menerapkan
prinsip-prinsip Islam ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang
lebih adil dan sejahtera, serta mengurangi dampak negatif dari PHK. Pendekatan
ini menekankan keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kesejahteraan
pekerja, serta mendorong solidaritas dan keadilan sosial dalam masyarakat
dengan landasan syariah Islam.
(AhmadSastra,KotaHujan,
22/06/24 : 22.03 WIB)