Oleh : Ahmad
Sastra
Negara hukum memiliki beberapa karakteristik kunci
yang mendefinisikan strukturnya. Negara hukum memastikan bahwa hukum adalah
otoritas tertinggi, bukan keputusan individual atau kebijakan penguasa. Ini
berarti bahwa semua orang, termasuk pejabat pemerintah, tunduk pada hukum yang
sama.
Negara hukum
mengutamakan penegakan hukum yang konsisten dan adil. Ini berarti bahwa hukum
ditegakkan secara konsisten di seluruh wilayah negara dan tidak ada yang
dikecualikan dari akibat hukum.
Prinsip pemisahan
kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah karakteristik
penting dari negara hukum. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan
kekuasaan dan memastikan keseimbangan kekuasaan di antara cabang-cabang
pemerintahan.
Negara hukum
melindungi hak asasi manusia dan menjamin perlindungan yang sama bagi semua
warga negara, tanpa memandang status, latar belakang, atau kekayaan. Sistem
kehakiman yang independen dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau
pihak lainnya adalah ciri khas negara hukum. Hal ini penting untuk menjamin
adanya proses hukum yang adil dan tidak memihak.
Negara hukum
memberikan akses yang luas terhadap informasi publik dan mengharuskan
akuntabilitas dari pemerintah dan institusi publik. Ini termasuk transparansi
dalam proses pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban atas tindakan
pemerintah.
Negara hukum
membatasi kekuasaan pemerintah dengan undang-undang dan konstitusi. Ini
bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dan
melindungi kebebasan individu. Karakteristik-karakteristik ini bekerja
bersama-sama untuk menciptakan sistem hukum yang kuat dan stabil, yang
memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan keadilan bagi semua warga negara.
Sementara karakteristik
negara kekuasaan, dalam konteks politik, cenderung memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda dari negara hukum. Dalam negara kekuasaan, kekuasaan
cenderung terpusat di tangan individu atau kelompok kecil, sering kali di
tangan pemimpin otoriter atau pemerintah yang kuat. Hal ini berarti bahwa
keputusan politik dan kebijakan dibuat oleh pihak yang memegang kekuasaan
tertinggi, tanpa banyak pertimbangan atau partisipasi dari pihak lain.
Negara kekuasaan
cenderung memiliki kendali yang kuat atas media dan informasi. Ini bisa berarti
sensor dan pembatasan informasi yang tidak menguntungkan pemerintah, serta
propaganda yang digunakan untuk memperkuat kekuasaan penguasa.
Di negara
kekuasaan, transparansi dan akuntabilitas sering kali minim. Pemerintah tidak
terbuka tentang keputusan politik atau tindakan mereka, dan tidak ada mekanisme
yang efektif untuk memastikan pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
Pemerintah dalam
negara kekuasaan sering kali melanggar hak asasi manusia, termasuk kebebasan
berbicara, hak untuk berkumpul secara damai, dan hak atas keadilan yang adil.
Represi politik terhadap oposisi dan individu yang menyuarakan ketidaksetujuan
juga sering terjadi.
Meskipun negara
kekuasaan mungkin memiliki sistem hukum formal, sistem ini sering kali
dimanipulasi atau digunakan sebagai alat untuk menindas oposisi politik dan
memperkuat kekuasaan penguasa.
Partai politik
atau kelompok yang berkuasa dalam negara kekuasaan cenderung mendominasi proses
politik, dengan sedikit atau tidak ada ruang untuk persaingan politik yang
sehat atau perubahan pemerintahan melalui jalur demokratis.
Korupsi dan
nepotisme sering kali merajalela di negara kekuasaan, dengan elit politik atau
kelompok yang berkuasa menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi
atau kelompok, daripada untuk kepentingan publik. Karakteristik-karakteristik
ini menciptakan lingkungan politik yang otoriter dan tidak demokratis, di mana
kekuasaan penguasa tidak terbatas oleh hukum atau mekanisme kontrol yang
efektif.
Dalam sejarah, fir'aun
adalah salah satu contoh klasik dari kekuasaan yang tidak terikat oleh hukum
atau prinsip-prinsip keadilan. Dalam sejarah Mesir kuno, Fir'aun adalah gelar
yang diberikan kepada para penguasa monarki. Salah satu Fir'aun yang paling
terkenal adalah Fir'aun yang disebut dalam Alkitab dan Al-Quran, terutama dalam
kisah Musa.
Fir'aun dalam
kisah Musa adalah simbol kekuasaan absolut dan tirani. Dia adalah penguasa yang
otoriter dan arogan, yang tidak tunduk pada hukum atau prinsip moral. Fir'aun
menindas bangsa Israel, memperlakukan mereka dengan kejam dan mengambil
keputusan-keputusan sewenang-wenang. Dia bahkan mengklaim sebagai tuhan dan
memaksa rakyatnya untuk menyembahnya.
Dalam cerita
Musa, Fir'aun menolak untuk mengikuti undang-undang Tuhan dan mengabaikan
seruan untuk membebaskan bangsa Israel. Dia menunjukkan sikap yang tidak
terkendali terhadap kekuasaan dan menolak untuk memperhatikan keadilan atau
hukum yang adil. Fir'aun mempertahankan kekuasaannya dengan kekerasan dan
ketidakadilan, bukan dengan landasan hukum yang adil.
Kisah Fir'aun
dalam konteks ini memberikan contoh yang kuat tentang bagaimana kekuasaan yang
tidak terikat oleh hukum atau prinsip-prinsip keadilan dapat menjadi alat untuk
penindasan dan tirani. Fir'aun adalah simbol dari negara kekuasaan, di mana
penguasa mengejar kepentingan pribadi mereka sendiri tanpa memperhatikan hak
atau kesejahteraan rakyat mereka.
Jadi, Indonesia
itu memiliki karakteristik negara hukum atau negara kekuasaan ? Coba tanyakan
ke rumput yang bergoyang….
(AhmadSastra,KotaHujan,16/04/24
: 15. 51 WIB)
kita merasakan semua yg dituliskan, politik pragmatis dan politik kekuasaan saat ini, gimana spy kembali ke negara hukum yg kita cita²kan?
BalasHapus