Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke duapuluh
delapan bulan suci Ramadhan 1445 H. Ramadhan adalah bulan dimana orang-orang
beriman diuji untuk menjalankan puasa sebulan penuh dan mampu istiqomah sampai
garis finish. Tanpa terasa kita telah hamper finish. Tak terasa 28 hari sudah
kita menjalankan puasa Ramadhan.
Ramadhan hendaknya terus
memberikan kekuatan perenungan hati dan pikiran sejauh mana keimanan kita telah
menghasilkan ketaqwaan, yang artinya pengakuan dan komitmen. Sebab seluruh
manusia dan alam semesta adalah ciptaan Allah, maka seharusnyalah manusia dan
alam semesta ini tunduk kepada Allah.
Bumi, manusia dan alam semesta
ini adalah milik Allah, sebab semuanya adalah ciptaanNya. Allah pula yang
membuat peraturan dan undang-undangnya melalui firman dalam kitab suciNya.
Allah pula yang mengutus RasulNya untuk memberikan teladan bagaimana mengatur
manusia, kehidupan dan alam semesta ini berdasarkan syariahnya, bukan
berdasarkan hawa nafsu manusia.
Alam semesta adalah rumah Allah,
maka Allah lah yang berhak mengaturnya melalui hamba-hambanya yang beriman dan
bertaqwa kepadaNya. Itulah mengapa Allah begitu murka kepada manusia durjana
yang merebut hak-hak Allah dalam mengatur rumanNya. Bahkan alam semesta beserta
isinya tunduk kepada Allah, lantas mengapa manusia yang berakal sering kali justru
membangkangNya.
“…padahal
kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan
suka maupun terpaksa …” (Qs. Ali Imran: 83).
“… bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah;
semua tunduk kepadaNya.” (Qs. Al-Baqarah: 116)
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa
yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para
malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.” (Qs. An-Nahl: 49)
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada
Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang,
gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar
daripada manusia?” (Qs. Al-Hajj: 18)
“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala
apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa
(dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Qs. Ar-Ra’d:
15)
Allah adalah sumber kebenaran
dan kepadaNya seharusnya semua makhluknya tunduk. Tak ada satupun kebenaran
dari manusia yang lebih benar dibandingkan kebenaran Allah. Syariah Allah
adalah sumber kebenaran untuk mengatur kehidupan di segala aspeknya.
Menjadikan manusia sebagai sumber
kebenaran dan peraturan adalah sebuah pengkhianatan seorang hamba kepada
Tuhannya. Menjadikan manusia sebagai tuhan yang berhak membuat aturan adalah
sebuah pembangkangan atas Allah dan syariahnya.
Jika manusia tinggal di bumi
Allah berarti mereka sedang tinggal di rumah Allah. Seorang tamu selayaknya
mengikuti aturan yang telah dibuat oleh Sang Pemilik rumah. Jika seenaknya
nafsunya sendiri membuat aturan dan mengabaikan aturan Sang Pemilik rumah, maka
sama saja dengan mengusir Sang Pemilik dari rumahnya. Demokrasi sekuler adalah
salah sistem kehidupan yang menjadikan nafsu manusia sebagai sumber hukum dan
kebenaran.
Syahwat politik dan politik
syahwat begitu mudah tersalurkan dalam sistem demokrasi.
Gen antroposentrisme dan antropomorphisme demokrasi dengan jargon dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat secara filosofis berarti bentuk penyembahan kepada
manusia. Manusia yang memuja demokrasi berarti telah menjadikan manusia sebagai
tuhan yang disembah. Sebab dalam demokrasi, manusia dijadikan sebagai otoritas
pembuat hukum yang menjadi timbangan benar dan salah atas perbuatan
rakyat.
Esensi
demokrasi adalah dari manusia, untuk manusia dan oleh manusia. Sementara Islam
mengajarkan dari Allah, untuk Allah dan oleh Allah. Artinya semua manusia dan
alam semesta berasal dari Allah, hidup didunia adalah ibadah untuk Allah dan
kelak di akherat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Demokrasi secara
esensial bertentangan dengan Islam.
Dengan
kata lain, demokrasi melarang Tuhan
Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini untuk mengurus rumah beserta
isinya. Kesombongan demokrasi menganggap manusia sanggup membuat hukum bagi
kehidupan manusia. Demokrasi mendudukkan wahyu Tuhan dibawah nafsu manusia.
Allah telah menyinggung dengan tegas adanya manusia yang menuhankan hawa
nafsu.
Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran [QS At Jatsiyah : 23]
Memilih
manusia yang dianggap pintar untuk menjadi wakil rakyat untuk membuat hukum
sesuai akal dan nafsunya dengan mengabaikan wahyu adalah malapetaka terbesar
bagi peradaban manusia. Al Qur’an sendiri menilai fenomena ini sebagai bentuk
penuhanan manusia kepada manusia.
Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan [QS At Taubah :
31]
Ketika
Adiy bin Hatim ra. mendengar ayat ini, ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya
kami tidak menyembah mereka.” Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Bukankah
mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya.
Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian
mengharamkannya?!” Ia menjawab, “Ya. benar.” Maka beliau bersabda, “Itulah
bentuk ibadah kepada mereka.” [HR At-Tirmidzi]
Syaikh
Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Di dalam hadits tersebut terdapat
dalil bahwa menta’ati ulama dan pendeta dalam hal maksiat kepada Allah berarti
beribadah kepada mereka dari selain Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak
diampuni oleh Allah.
Karena
akhir ayat tersebut berbunyi: “… padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
Yang Ma-haesa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Ma-hasuci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah : 31]
Allah adalah pembuat hukum atas
seluruh perbuatan manusia di dunia. Hanya Allah yang berhak menentukan halal dan
haram perbuatan manusia. Apa yang diharamkan Allah tidak boleh dihalalkan oleh
manusia dan apa yang dihalalkan Allah tidak boleh diharamkan manusia.
Tapi
lihatlah, secara gamblang demokrasi telah menghalalkan LGBT yang diharamkan
Allah, menghalalkan riba yang diharamkan Allah, menghalalkan pelacuran yang
diharamkan Allah, menghalalkan perzinahan yang dilarang Allah, menghalalkan
minuman keras yang diharamkan Allah. Demokrasi tidak pernah menjadikan halal
haram sebagai timbangan perbuatannya, melainkan berdasarkan manfaat
materialisme belaka.
Demokrasi
sekuler liberal adalah bentuk kezaliman terbesar dalam perjalanan sejarah
manusia. Allah kembali menegaskan larangan atas penyerahan otoritas pembuat
hukum kepada manusia dalam urusan negara dan rakyat. Komunisme ateis
adalah puncak kesombongan dan kezaliman manusia. Kesombongan hanya akan
berakhir kepada malapetaka peradaban manusia.
Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka
agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan
(dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih [QS Asy Syura : 21]
Mekanisme
penentuan kebenaran dan kemenangan oleh jumlah suara yang lebih banyak adalah
ajaran kedunguan demokrasi sekuler kepada manusia. Bahkan Sokrates rela mati
untuk menolak menolak mekanisme penentuan kebenaran ala demokrasi ini. Al
Qur’an sendiri dengan tegas melarang mengikuti suara dari kebanyakan manusia.
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)
[QS Al An’am : 116]
Konsensus
wakil rakyat dalam demokrasi hanyalah karena pertimbangan pragmatisme semata.
Mekanisme kekuasaan dibangun diatas pondasi transaksional, bukan karena
kebaikan dan moralitas. Demokrasi adalah sistem amoral, tidak ada moral dalam
demokrasi, yang ada adalah kepentingan syahwat politik, uang dan
kekuasaan.
Demokrasi
sekuler liberal yang mengabaikan hukum dan peringatan Allah hanya akan
melahirkan malapetaka kehidupan berupa kesengsaraan dan kesempitan hidup. Bukan
hanya sampai disitu, bahkan Allah mengancam akan menimpakan kesengsaraan di
akherat dengan membutakan mata manusia.
Dan Barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".
[QS Thaaha : 124]
Tasyri’
atau hak membuat hukum hanyalah milik Allah SWT. Sebab Allah yang
menciptakan sekaligus memiliki alam semesta, bumi dan seluruh wilayah di
seluruh negara di dunia. Indonesia adalah milik Allah, Amerika adalah milik
Allah, Arab Saudi adalah milik Allah dan seluruh negara di dunia adalah milik
Allah. ada yang berani membantah ?. Seluruh alam semesta dan jagad raya
adalah rumah milik Allah.
Yang
dimaksud dengan tasyri’ adalah apa yang diturunkan Allah SWT untuk
seluruh manusia berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam
seluruh bidang kehidupan seperti politik, agama, ekonomi, pendidikan dan
budaya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Tidak seorang
pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak
boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah. Syariah Allah
adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Allah
SWT berfirman: “Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal
dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.”
[ QS. An-Nahl : 11]
Demokrasi
adalah bentuk pembohongan dan pembangkangan kepada Allah. Demokrasi telah
melarang Allah untuk mengurus negara dengan aturan dan hukum yang telah diturunkan.
Padahal seluruh negara adalah milik Allah, bahkan seluruh manusia adalah milik
Allah.
Karena itu wahai manusia, dengarkan firman Allah ini, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu [QS Al Baqarah
: 208]
Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
[QS Al Anbiya : 107]
Jikalau
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. [QS Al A’raf : 96].
Jadi
tunggu apa lagi, mari perjuangkan tegaknya Islam kaffah di negara ini dan
seluruh negara di dunia. Sebab tamu yang baik adalah yang memahami dan mematuhi
aturan pemilik rumah. Hamba yang baik adalah secara totalitas tunduk dan patuh
kepada Sang pencipta jagad raya.
Menerapkan
demokrasi sekuler liberal atau komunisme ateis sama saja dengan mengusir Allah
dari rumanNya. Sebab Allah selalu diabaikan dalam demokrasi dan komunisme,
bahkan agama dinistakan, dituduh sebagi candu dan penghalang. Jika alam semesta
saja tunduk kepada Allah, mengapa manusia yang berakal justru sering
membangkangNya.
Menerapkan
syariah Islam secara kaffah adalah bentuk kesadaran, kesyukuran dan ketundukan
kepada Allah Sang Pencipta alam semesta. Dari ketundukan inilah akan lahir
keberkahan kehidupan manusia dan seluruh makhlukNya. Ini adalah kekuatan
dahsyat yang bisa lahir dari momentum bulan suci Ramadhan.
[Kota Hujan,7/04/24 M – 28 Ramadhan 1445 H : 12.
00 WIB]