Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran :
110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke lima belas bulan suci Ramadhan 1445 H. Sebagai seorang muslim yang senantiasa
beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Allah hendaknya selalu menjadikan bulan
suci Ramadhan sebagai bulan yang mendatangkan kekuatan. Tulisan ini masih fokus
kepada bagaimana Ramadhan seharusnya memberikan kekuatan kesadaran politik
Islam bagi seorang pemimpin muslim.
Mengapa, sebab
negeri dengan penduduk terbesar di dunia ini justru terjebak kepada sistem
politik sekuler. Pilpres yang gelar tiap lima tahun tidak akan memberikan
manfaat sedikitpun bagi rakyat, apalagi bagi agama ini. Negeri ini telah
menjadi negara kekuasaan, dimana hukum diatur oleh kepentingan kekuasaan. Padahal
semestinya dalam Islam, hukum Islam yang mengatur kekuasaan.
Sistem politik
sekuler juga telah menjadikan agama sebagai alat demi mencapai kepentingan
seseorang, mestinya yang benar adalah islamisasi politik, dimana politik
didasarkan oleh nilai dan hukum Islam. Dalam politik sekuler, agama Islam hanya
akan menjadi bahan permainan. Agama diatur oleh politik, mestinya agama Islam mengatur
politik. Klasifikasi Islam moderat dan radikal adalah contoh produk politik
sekuler yang menjadikan Islam sebagai sasaran fitnah dan permainan.
Hal ini sejalan
dengan ungkapan Imam Al Ghazali bahwa negara dan agama seperti saudara kembar
yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Agama itu bagaikan pondasi,
sementara negara adalah tiangnya atau penjaganya. Rumah tanpa pondasi akan
mudah roboh, sementara rumah tanpa penjaga akan hilang. Begitulah seharusnya
seorang pemimpin muslim pada bulan Ramadhan ini memberikan kekuatan kesadaran
politik Islam dan tidak terjebak kepada politik sekuler.
Islam merupakan konsepsi ideal bagi upaya penyelesaian semua
permasalahan kehidupan manusia, sementara sistem politik sekuler justru akan
semakin merusak peradaban bangsa. Islam datang dari Allah yang maha sempurna
dan maha mengetahui permasalan yang dihadapi manusia. Rasulullah adalah sosok sempurna
yang telah mendapat garansi dari Allah sang Pengutus. Secara normatif Islam
adalah konsepsi ideal bagi upaya kebaikan kehidupan, dengan kata lain rahmatan lil alamin. Secara historis
Rasulullah telah mengukir sejarah peradaban cemerlang melalui revolusi agung
yang belum pernah ada catatan sejarah menyamainya.
Bagi Michael
D Hart yang notabene non muslim menilai sosok Rasulullah sebagai peletak peradaban agung. Sebagaimana
dinyatakan " …kesatuan tunggal yang tidak ada
bandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan,
merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok
tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia."
Islam tidak anti politk. Kesempurnaan Islam justru dindikasikan oleh luasnya cakupan ajaran Islam yang meliputi semua
dimensi kehidupan manusia. Keluasan cakupan dimensi Islam tidak dimiliki oleh
agama apapun di dunia. Termasuk dalam kontek ini adalah masalah politik dan
ketatanegaraan. Politik dalam pandangan Islam sangat berbeda dengan pandangan
sekuler. Islam memandang politik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah dalam
mengurus urusan umat. Sedangkan paradigma sekuler mengganggap politik sekedar
cara untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan cara-cara yang dilarang agama.
Islam adalah ritual, politk sekaligus peradaban. Kekuasaan adalah amanah
dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak. Politik dan
kekuasaan dalam Islam tidak terlepas dari dimensi spiritual sebagaimana yang
terjadi di Indonesia hari ini. Sekulerisme dan liberalisme yang merasuk dalam
jantung sistem ketatanegaraan negeri ini telah menyeret pada kehampaan akan
nilai-nilai spiritual dalam praktek berbangsa dan bernegara. Hubungan
sosiologis di negeri ini lebih banyak dilandaskan pada paradigma sosialis
dibandingkan Islam. Muaranya adalah adanya saling membinasakan antar persaingan
kepentingan, meskipun satu agama.
Kepemimpinan negara dalam pandangan Islam adalah
amanah dari Allah. Jika seseorang pemimpin negara berkhianat terhadap suatu urusan
yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan
dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan
urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur
yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan
hudûd (hukum-hukum Allah).
Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian
terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjuang untuk
mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah
mereka. Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat
kepada umat.”
Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari
tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga
berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur
dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya
sistem yang akan merusak masyarakat karena bertentangan dengan syariat Islam.
Sebab pengabaian terhadap sistem hukum Allah akan mengakibatkan kesempitan dan
kesengsaraan hidup. Hal ini sejalan dengan firman Allah, “ Dan Barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".
(QS Thahaa : 124).
Sejak diutusnya Rasulullah SAW, tidak ada sistem
kemasyarakatan yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah, agung dan
luhur, kecuali dalam masyarakat Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang
terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasannya dalam membela Islam dan
kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh
rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Mereka juga termasyhur sebagai
pemimpin yang memiliki budi pekerti yang agung dan luhur.
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sosok penguasa
yang terkenal sabar dan lembut. Namun, beliau juga terkenal sebagai
pemimpin yang berani dan tegas. Tatkala sebagian kaum Muslim menolak
kewajiban zakat, beliau segera memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi
mereka. Meskipun pendapatnya sempat disanggah oleh Umar bin al-Khaththab,
beliau tetap bergeming dengan pendapatnya. Stabilitas dan kewibawaan Negara
Islam harus dipertahankan meskipun harus mengambil risiko perang.
Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiri terkenal
sebagai penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan
merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak
benar.
Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa Khalifah Umar
bin al-Khaththab pernah berkata kepada Abu Hurairah ra yang saat itu menjadi
gubernur di Bahrain, “Bagaimana engkau bisa menduduki jabatan ini?” Ia
menjawab, “Engkau telah menugaskan saya, sedangkan saya tidak menyukainya, dan
engkau menghentikan saya, sedangkan saya mencintainya.”
Pada saat itu, Abu Hurairah membawa 400 ribu dirham
dari Bahrain. Selanjutnya, Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau
berlaku aniaya terhadap seseorang?” “Tidak.” “Dari jumlah itu, berapa yang menjadi
milikmu?” “Dua puluh.” “Dari mana
engkau memperolehnya?” tanya Umar lagi.“Saya berdagang.” Umar pun menukas,
“Hitunglah modalmu dan milikmu. Lalu serahkanlah yang lainnya ke Baitul Mal.”
(Thabaqât Ibnu Sa'ad, II/4/60; Târîkh al-Islâm, II/388; dan Tahdzîb at-Tahdzîb,
XII/267).
Bandingkan fragmen agung diatas dengan fenomena
praktek kenegaraan di negeri ini. Para penguasa tak lagi peduli dengan
nilai-nilai Islam. Alih-alih melaksanakan hukum Allah menata kehidupan berbangsa
dan bernegara, sekedar untuk mengikuti nilai dan norma dalam bersikap dan
berperilaku saja tidak terbersit dalam benak mereka.
Akhirnya kondisi keterpurukan di hampir semua bidang
kehidupan di negeri ini adalah akibat dari penerapan politik sekuler yang abai
terhadap hukum Allah. Islam hanya dibawa saat mereka di masjid, sedangkan saat
mereka mengurus ekonomi negara menggunakan sistem ribawi. Saat mereka mengurus
urusan pendidikan menggunakan sistem beridentitas kapitalisme sekuler. Saat mereka
mengurus urusan budaya mereka mengabaikan nilai-nilai Islam. Saat menata sistem
sosial, mereka menggunakan sistem sosialis. Dan aspek-aspek kenergaraan lain
yang sekulerisitk.
Politik sekuler pada intinya adalah bentuk pengabaian
nilai-nilai Islam dalam mengatur urusan negara dan mengatur urusan rakyat.
Sebaliknya mereka menggunakan logika dan konsensus manusia atas nama demokrasi.
Suara terbanyak dijadikan acuan kebenaran meskipun jelas-jelas bertentangan
dengan Islam. Padahal Allah melarang umat Islam menggunakan pertimbangan suara
terbanyak sebagai tolok ukur kebenaran. Sebab kebenaran hanyalah miliki Allah
bukan suara rakyat yang terbanyak.
Dengan demikian, ketika jalan sekulerisme dan
demokrasi tak lagi menjanjikan perubahan yang lebih baik dan terus akan
menjadikan Indonesia sebagai negeri terjajah oleh kapitalisme global. Saatnya
kita menjadi orang-orang cerdas yang yakin akan Islam. Islam menjadi paradigma
politik alternatif setelah tumbangnya sosialisme komunis dan sekaratnya
kapitalisme sekuler sekarang ini. Masihkan kita mempertahankan hukum jahiliyah
ini, sementara Allah telah memberikan alternatif terbaiknya. Islam secara
normatif dan historis telah menjadi cahaya kebaikan bagi manusia. Islam telah
menjadi rahmat bagi alam semesta. Mungkinkah hari ini Islam menjadi rahmat bagi
dunia jika tidak diterapkan.
Allah dengan tegas telah menjanjikan kekuasaan bagi
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh : Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS Annur : 55)
(Kota Hujan, 25/03/24 M – 15 Ramadhan 1445 H : 05.25
WIB)