Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran :
110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke empat
belas bulan suci Ramadhan 1445 H. Sebagai seorang muslim yang senantiasa
beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Allah hendaknya selalu menjadikan bulan
suci Ramadhan sebagai bulan yang mendatangkan kekuatan. Tulisan ini masih fokus
kepada bagaimana Ramadhan seharusnya memberikan kekuatan dan dampak positif
bagi seorang pemimpin.
Seorang pemimpin muslim wajib hukumnya meneladani
kepemimpinan Rasulullah, sebab beliau adalah teladan utama bagi seorang muslim.
Sejalan dengan firman Allah : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS Al ahzab : 21).
Rasulullah adalah pemimpin yang sangat dipercaya,
sehingga beliau diberikan gelar Al Amin karena sifat-sifat mulianya, bahkan
dipercaya sejak sebelum menjadi pemimpin Daulah madinah. Begitulah seharusnya
seorang pemimpin muslim, selain harus memiliki sifat-sifat mulia, seorang
pemimpin dalam Islam juga harus mewujudkan seluruh apa yang diperintahkan Allah
dan menjauhi apa yang dilarang Allah dalam merumuskan kebijakan daulah Islam.
Siapapun,
termasuk seorang pemimpin, mencintai Rasulullah dengan meneladani
kepemimpinannya adalah yang akan mendapatkan pahala berlimpah dari Allah SWT.
Meneladani pola pikir dan pola sikap Rasulullah merupakan kewajiban bagi
seorang pemimpin. Karena itu salah satu ekspresi kecintaan kepada Rasulullah
adalah dengan meneladani sunnah-sunnahnya. Keseluruhan perilaku Rasulullah
adalah kemuliaan. Perintah dan larangan Rasulullah adalah manifestasi dari
perintah dan larangan Allah.
Pemimpin muslim
hendaknya bisa meneladani seorang sahabat bernama Tsauban yang begitu mencintai
Rasulullah. Dikisahkan ada seorang sahabat yang begitu mencintai Rasulullah
melebihi cintanya kepada manusia manapun di dunia ini. Adalah sahabat yang bernama Tsauban dan sering dijuluki Maula
Rasulullah. Sahabat ini tidak mau pulang ke Yaman setelah pembebasan
dirinya. Beliau memutuskan untuk selalu membersamai Rasulullah, menjadi pelayan
setia beliau. Tsauban memeluk Islam dan menjadi pelayan Nabi Muhammad sehingga begitu
dekat dengan sang Nabi.
Suatu
hari Rasulullah melihat Tsauban dengan muka bersedih seperti sedang sakit. Dari
raut mukanya terlihat menyimpan gurat kesedihan yang sangat mendalam. Kondisi
itu tidak seperti biasanya, sebab Tsauban adalah sahabat yang senantiasa
berbahagia karena selalu membersamai Rasulullah. Namun kali ini, wajahnya begitu murung yang
memaksa Rasulullah untuk menanyakan hal ini.
"Kenapa
wajahmu masam begitu, Tsauban?". Tanya Rasulullah. "Tidak apa-apa,
Rasulullah". Jawabnya. "Aku tidak sakit. Hanya, kalau tidak
melihatmu, aku kesepian. Kemudian, kalau teringat akhirat, andai aku masuk
surga, aku takut tak dapat melihatmu lagi. Sebab, kau diangkat ke surga
tertinggi bersama para Nabi. Lalu, mana tempatku dibanding tempatmu ?. Mana
peringkatku dibanding peringkatmu ?.
Dan, jika aku tidak masuk surga, niscaya aku tak dapat melihatmu lagi
selamanya, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya
bersedih".
Rasulullah
terharu dengan jawaban Tsauban tersebut. Beliau juga menjadi kasihan dengan
pelayannya itu, karena melihat kondisi fisik dan psikologinya. Namun tak lama setelah itu turun wahyu kepada
Rasulullah, yaitu Al-Qur’an Surat (QS) An Nisaa’ ayat 69 yang menjawab kegundahan Tsauban
bahwa kelak siapapun yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan
bersama-sama dengan orang yang dianugerahi Allah, yaitu para nabi, para
shiddiqin, para syuhada’ dan para orang shaleh.
Allah
berfirman : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Rasulullah
SAW adalah satu-satunya pribadi yang wajib diteladani dalam semua hal; sebagai
ahli ibadah, sosok yang berakhlak mulia, suami yang lembut, ayah dan kakek teladan,
panglima perang, juga sebagai kepala negara terbaik. Salah satu pembuktian
cinta Rasulullah adalah ketaatan sepenuhnya kepada seruan Rasulullah. Sungguh
jawaban kaum Mukmin itu, jika mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar
Rasul menghukum di antara mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami
patuh." Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).
Bagi
pemimpin muslim hari ini yang tak lagi bersama Rasulullah, maka kecintaannya
kepada beliau mesti diekspresikan dengan kerinduan, ketaatan, pembelaan dan
perjuangan Islam sebagaimana Rasulullah juga memperjuangkan Islam agar menjadi
pandangan hidup manusia, demi keselamatan di dunia dan akhirat. Meneladani
Rasulullah sebagai bentuk cinta harus secara keseluruhan, sebab Rasulullah
adalah satu-satunya teladan bagi setiap mukmin. Menerapkan hukum Allah secara
kaffah adalah bukti nyata kecintaan seorang pemimpin muslim.
Di antara
keteladanan Nabi saw. yang wajib ditiru adalah kepemimpinan beliau atas umat
manusia. Rasulullah saw. bukan sekadar pemimpin spiritual, tetapi juga kepala Negara Islam pertama.
Rasulullah saw. menyusun Piagam Madinah. Beliau mengangkat para wali (gubernur)
dan hakim. Beliau memimpin dan mengirim pasukan serta mengangkat para komandan
perang. Beliau mengatur perekonomian. Beliau pun mengirim para utusan untuk
menyampaikan dakwah Islam ke berbagai kabilah, termasuk ke Kekaisaran Romawi
dan Persia.
Tidak
aneh jika kepemimpinan Rasulullah saw. mengundang pujian dari berbagai
cendekiawan dan orientalis. Di antaranya dari Dr. Zuwaimer, orientalis Kanada,
dalam bukunya, Timur dan Tradisinya. Dia mengatakan, "Tidak diragukan lagi
bahwa Muhammad adalah pemimpin agama terbesar. Bisa juga dikatakan bahwa dia
adalah seorang reformis, mumpuni, fasih, pemberani dan pemikir yang
agung."
Sebagai seorang pemimpin
atau kepala Negara madinah, Rasulullah
saw. senantiasa memperhatikan dan melayani kepentingan rakyat. Beliau,
misalnya, memerintahkan Baitul Mal untuk melunasi utang-utang kaum
fakir-miskin. Inilah pendapat yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya
saat menjelaskan firman Allah SWT : Nabi itu lebih utama bagi kaum Mukmin
daripada diri mereka sendiri (TQS al-Ahzab [33]: 6).
Rasulullah
SAW memang memungut jizyah dari kaum kafir ahludz dzimmah dan memberlakukan
sejumlah hukum syariah atas mereka. Namun, beliau pun melindungi mereka dari
tindak kezaliman. Beliau juga membebaskan mereka untuk menjalankan ibadah,
makan-minum, pernikahan sesuai agama mereka.
Beliau
bersabda : Ingatlah, siapa saja yang menzalimi, merendahkan dan membebani
seorang kafir mu’ahad melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari
dirinya tanpa keridhaannya, maka aku menjadi lawannya pada Hari Kiamat (HR Abu
Dawud).
Nah, diri
kita hakikatnya adalah seorang pemimpin, maka jadikan Rasulullah sebagai teladan dalam
kepemimpinan diri kita. Lebih khusus lagi adalah pemimpin umat atau rakyat yang
jelas mendapatkan amanah besar untuk mengurus urusan umat, maka Ramadhan ini
mestinya menumbuhkan kekuatan besar bagi kesadaran dan komitmen untuk
meneladani kepemimpinan Rasulullah secara kaffah, yakni dengan menerapkan isi
Al Qur’an secara keseluruhan. Islam adalah inspirasi sekaligus aspirasi bagi
seorang pemimpin muslim.
(Kota
Hujan, 24/03/24 M – 14 Ramadhan 1445 H, 05 : 35 WIB)