Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran :
110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke tiga
belas bulan suci Ramadhan 1445 H. Sebagai seorang muslim yang senantiasa
beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Allah hendaknya selalu menjadikan bulan
suci Ramadhan sebagai bulan yang mendatangkan kekuatan.
Sebagai seorang
pemimpin, misalnya, Ramadhan sudah seharusnya akan memberikan kekuatan besar
bagi tumbuhnya sifat-sifat baik, semisal sifat jujur. Sebab Ramadhan
mengajarkan seorang muslim menjadi pribadi yang jujur. Saat menjalakan puasa,
maka seorang muslim hanya diketahui oleh Allah dan dirinya sendiri. Kejujuran
yang tumbuh saat menjalankan puasa adalah kejujuran hakiki, sebab kejujuran
yang didasarkan oleh iman, taqwa dan ihsan. Ihsan adalah kesadaran selalu
diawasi oleh Allah SWT, meski dalam keadaan sendirian.
Posisi sebagai
seorang pemimpin dalam pandangan Islam sangat penting, sebab pemimpin akan
dijadikan sebagai panutan oleh rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin juga sangat
menentukan ke arah mana rakyat hendak dibawa. Pemimpin juga adalah nahkoda bagi
para penumpang kapalnya. Karena itu setidaknya ada empat sifat yang mesti
dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni shidiq, amanah, tabligh dan fathonah.
Shidiq bermakna
kejujuran atau kebenaran. Seorang pemimpin diwajibkan jujur dalam segala hal,
baik dalam perkataan maupun perbuatan. Shidiq adalah sifat yang sangat dihargai
dalam Islam. Shidiq juga bermakna benar dalam arti seorang pemimpin itu harus
dalam posisi benar.
Benar itu ketika
dia berjalan di atas jalan yang benar. Jalan yang benar adalah Islam. Sebab hanya
Islam yang diidhoi Allah. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19)
Tidak ada paksaan
dalam agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al
baqarah : 256).
Kebenaran Islam direpresentasikan
oleh keseluruhan firman Allah dalam Al Qur’an dan apa yang dilakukan dan
diucapkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu Allah menegaskan ketaatan kepada
Allah dan RasulNya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS
An Nisaa’ : 59)
Ramadhan mestinya
menuhbuhkan kekuatan seorang pemimpin untuk menerapkan Al Qur’an secara
keseluruhan, sebab Ramadhan disebut juga syahrul qur’an. Sebagaimana firman
Allah : Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia, juga sebagai penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu, dan sebagai pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Al-Quran
mengandung banyak seruan dari Allah SWT. Seruan-seruan al-Quran setidaknya
mencakup dua aspek, yakni aspek ruhiyah (spiritual) dan aspek siyasiyah
(politik) yang keduanya wajib diterapkan oleh seorang pemimpin. Aspek ruhiyah
mencakup pengaturan hubungan manusia dengan Allah SWT seperti shalat, puasa,
haji, dll. Adapun aspek politik mencakup pengaturan hubungan sesama manusia,
khususnya yang menyangkut urusan masyarakat yang dijalankan oleh negara dan
dikontrol pelaksanaannya oleh umat.
Sifat kedua pemimpin
adalah amanah. Sifat amanah merujuk pada amanah atau kepercayaan. Seorang
pemimpin wajib menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya, baik dalam urusan
dunia (rakyat) maupun agama. Ini mencakup menjaga amanah Allah, seperti
menjalankan kewajiban agama dengan baik, dan juga menjaga amanah rakyat. Pemimpin
dalam Islam harus mengurus urusan rakyat dengan hukum Islam.
Terkait sifat
amanah, Allah tegas berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al Anfal :
27).
Seruan ayat ini
ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Wahbah al-Zuhaili berkata, “Wahai
orang-orang yang beriman dan membenarkan Allah SWT, Rasul-Nya dan al-Quran. Menurut
Ibnu Katsir, ayat ini berlaku umum. Sekalipun ayat ini turun berkenaan dengan
sebab khusus, menurut jumhur ulama, yang harus diambil adalah keumumam
redaksinya, bukan kekhususan sebabnya. Intinya, ayat ini menyeru semua
orang-orang yang beriman. Mereka semua dilarang berbuat khianat kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya. Terlebih seorang pemimpin, wajib hukumnya memiliki sifat
amanah, sebab di pundaknya ada amanah rakyat.
Sifat ketiga
seorang pemimpin adalah tabligh. Arti tabligh berarti menyampaikan atau
menyebarkan pesan agama Islam. Seorang pemimpin wajib menjadi pembawa pesan yang
baik tentang Islam kepada orang lain, baik dengan kata-kata maupun dengan
contoh perilaku yang baik. Pemimpin dalam Islam wajib membawa misi Islam dan
menyampaikan kepada seluruh rakyatnya, baik melalui pendidikan, kebijakan,
maupun dakwah.
Allah menegaskan
dalam Al Qur’an : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat Petunjuk (QS An Nahl
: 25).
Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS Ali Imran :
110).
Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagaian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya
Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. (QS At Taubah : 71)
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang-orang yang
menyeru kepada Allah (dakwah), mengerjakan amal shaleh dan berkata sesungguhnya
aku ini termasuk orang-orang yang muslim.
(QS Fushikat : 33)
Demi zat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh kalian memiliki dua
pilhan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat ma’ruf (amar ma’ruf) dan melarang
berbuat mungkar (nahi mungkar), ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari
sisiNya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka doa
itu tidak akan dikabulkan” (HR. Tirmidzi)
Sifat keempat
seorang pemimpin adalah fathonah yang artinya memiliki kecerdasan atau pemahaman
yang mendalam atau pengertian yang baik. Seorang pemimpin wajib untuk memahami
ajaran agama Islam dengan baik dan mendalam, bukan sekadar mengetahui secara
teoritis, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam rumusan kebijakan dalam mengelola
rakyat. Itulah mengapa Islam menekankan karakter ulil al baab atau orang yang
berakal.
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi ulil albaab (orang-orang yang berakal), (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran :
190-191).
Sungguh, dalam
kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (QS Yusuf : 111)
Menurut pendapat Naquib al Atas setidaknya ada tujuh
karakter Ulil Albab, diantaranya adalah : 1). Senantiasa melakukan zikrullah
dalam arti luas dalam segala gerak-gerik dan aktivitasnya dan dibarengi dengan
kegiatan tafakkur (penelaahan, penelitian dan nazhar) terhadap alam ciptaan
Allah.
2). Bersungguh-sungguh menuntut ilmu sehingga mencapai
tingkat rashih (mendalam) sebagaimana dinyatakan Al Qur'an dalam surat QS Ali
Imran : 7. 3). Mampu memisahkan yang buruk (khabits) dan yang baik (thayib)
kemudian dia memilih, berpihak, dan mempertahankan yang baik itu meskipun
sendirian.
4). Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai
menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi ataupun dalil dan argumentasi yang
dikemukakan orang lain dan senantiasa memilih alternatif yang terbaik (ahsanah)
sebagaimana dinyatakan dalam QS Az Zumar : 18. 5). Bersedia mendakwahkan ilmu
yang dimilikinya kepada masyarakat, senantiasa berusaha memperbaiki masyarakat
dan lingkungannya, memiliki kesadaran yang tinggi kegiatan amar ma'ruf nahi
mungkar sesuai dengan QS Ibrahim : 52.
6). Tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada
Allah sesuai dengan QS At Taubah : 18. 7). Senantiasa rukuk dan sujud pada
sebagian malamnya, merintih pada Allah dan semata-mata hanya mengharapkan
rahmat dan ridhaNya, sesuai dengan QS Az Zumar : 9.
Nah, Ramadhan bagi seorang pemimpin yang sedang mengemban amanah berat seharusnya memberikan energi untuk menumbuhkan dan memiliki empat
sifat utama di atas. Pemimpin dalam Islam adalah dia yang menerapkan Islam
secara kaffah yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits dalam menetapkan
kebijakan, baik berurusan dalam Negeri, maupun urusan luar Negeri.
(Kota Hujan, 23/03/24 M – 13 Ramadhan 1445 H, 05.57 WIB)