Oleh : Ahmad
Sastra
Mosi tidak
percaya adalah mekanisme dalam sistem politik di mana anggota parlemen atau
lembaga legislatif lainnya menyatakan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan
yang sedang berkuasa. Biasanya, mosi tidak percaya diajukan sebagai respons
terhadap kebijakan atau tindakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai atau meragukan.
Mosi tidak
percaya bisa menjadi indikasi ketidakpuasan yang serius terhadap pemerintah dan
seringkali menjadi momen penting dalam dinamika politik suatu negara. Ini dapat
memicu debat publik yang luas dan bahkan mengarah pada perubahan dalam kepemimpinan
atau kebijakan pemerintah. Umat Islam harus melakukan mosi tidak percaya kepada
pemerintah kapitalisme demokrasi sekuler yang memang membawa kerusakan karena
banyaknya kelemahan yang ada.
Dalam sistem
demokrasi mayoritas, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Namun, hal
ini bisa menyebabkan tirani mayoritas di mana kepentingan minoritas
terpinggirkan atau diabaikan. Media dan propaganda dapat dimanfaatkan untuk
memanipulasi opini publik, memengaruhi pemilihan umum, dan mendistorsi proses
demokratis.
Tidak semua orang
memiliki akses yang sama terhadap proses politik dan partisipasi dalam
demokrasi. Ketidaksetaraan ekonomi, pendidikan, dan akses terhadap informasi
dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam partisipasi politik. Demokrasi rentan terhadap
korupsi, baik dalam bentuk suap maupun penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dapat
mengarah pada kehilangan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokratis
dan merusak prinsip akuntabilitas.
Sistem demokrasi
seringkali rentan terhadap perubahan pemerintahan yang cepat dan
ketidakstabilan politik, terutama jika terjadi konflik antara partai politik
atau kelompok kepentingan yang berbeda. Praktik-praktik seperti gerrymandering
(pembagian ulang wilayah pemilihan untuk keuntungan politik), voter suppression
(upaya untuk mencegah atau menghambat partisipasi pemilih tertentu), dan
manipulasi lainnya dapat merusak integritas proses pemilihan umum.
Demokrasi sering
kali membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai konsensus atau membuat
keputusan yang efektif, terutama jika terdapat perbedaan pendapat yang tajam di
antara partai politik atau pemangku kepentingan.
Kapitalisme
cenderung menciptakan ketimpangan ekonomi yang signifikan antara orang kaya dan
miskin. Peningkatan kesenjangan pendapatan dan kekayaan dapat mengakibatkan
ketidaksetaraan sosial yang merugikan bagi masyarakat. Kapitalisme sering kali
rentan terhadap krisis keuangan, seperti resesi atau depresi ekonomi, yang
dapat menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan perekonomian secara
keseluruhan. Spekulasi, gelembung ekonomi, dan ketidakstabilan pasar keuangan
dapat menjadi akibat dari sistem kapitalisme yang tidak diatur dengan baik.
Beberapa kritikus
mengklaim bahwa kapitalisme memungkinkan eksploitasi tenaga kerja, terutama di
negara-negara dengan perlindungan buruh yang lemah. Pekerja sering kali harus
bekerja dalam kondisi yang buruk, dengan upah rendah, dan tanpa jaminan
perlindungan sosial yang memadai. Kapitalisme sering dianggap bertanggung jawab
atas kerusakan lingkungan yang serius, karena mendorong pertumbuhan ekonomi
yang tidak terbatas dan eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhitungkan
konsekuensi jangka panjang bagi lingkungan.
Kapitalisme
sering kali menghasilkan monopoli atau oligopoli di mana sejumlah kecil
perusahaan mendominasi pasar dan mengontrol harga barang dan jasa. Hal ini
dapat menghambat persaingan yang sehat dan inovasi, serta merugikan konsumen. Dalam
kapitalisme, fluktuasi pasar dapat menyebabkan ketidakpastian pekerjaan, dengan
pekerja sering kali terancam pemutusan hubungan kerja atau perubahan dalam
kondisi kerja yang tidak diinginkan. Kritikus juga menyoroti bahwa kapitalisme
cenderung mendorong fokus yang berlebihan pada keuntungan finansial, tanpa
memperhitungkan dampak sosial atau lingkungan dari kegiatan ekonomi.
Pendekatan
sekuler dalam beberapa kasus dapat memicu polarisasi antara kelompok agama dan
sekuler. Ini terjadi ketika kelompok agama merasa bahwa nilai-nilai mereka
diabaikan atau dipermalukan oleh pemerintah atau masyarakat yang menganut
prinsip sekuler.Beberapa kritikus menyatakan bahwa sekularisme bisa
mengakibatkan penurunan moral publik atau kepercayaan pada nilai-nilai moral
absolut, karena agama sering menjadi sumber utama ajaran moral bagi banyak
individu.
Dalam beberapa
kasus, pendekatan sekuler mungkin cenderung memberikan perlakuan yang tidak
adil terhadap agama atau mendiskriminasikan mereka dalam kebijakan publik atau
hukum. Penghilangan agama dari kehidupan publik dapat menyebabkan krisis
identitas dan makna bagi individu atau masyarakat yang sangat bergantung pada
agama sebagai panduan moral dan filosofis.
Karena agama
dipisahkan dari urusan negara, pendekatan sekuler dapat menghasilkan kurangnya
pemahaman atau apresiasi terhadap nilai-nilai agama dalam pembentukan kebijakan
dan masyarakat, yang pada gilirannya dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap
kebutuhan spiritual dan moral individu. Ada kekhawatiran bahwa penerapan
sekularisme yang berlebihan dapat menghasilkan sikap yang terlalu toleran
terhadap praktik-praktik atau kepercayaan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip dasar Islam. Sebab bagi seorang muslim, sekulerisme adalah
paham sesat yang bertentangan dengan ajaran Islam.
(AhmadSastra,KotaHujan,27/02/24
: 10.40 WIB)