WASPADAI PEMIMPIN YANG MENYESATKAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Posisi pemimpin dalam hukum Islam adalah sentral, sebab pemimpin adalah orang yang paling bertanggungjawab atas urusan agama dan dunia sekaligus. Pemimpin dalam Islam tidak sama konsepnya dengan pemimpin dalam sistem sekuler. Sekulerisme hanya memandang urusan dunia, sementara urusan agama diabaikan. Karena itu kepemimpinan sekuler haram hukumnya, karena justru mengajak untuk menjauhi agama.

 

Kepemimpinan sekuler yang memisahkan agama dari urusan politik dan negara cenderung menjadikan agama sebagai alat permanan belaka. Perhatikan firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS. Al Maidah : 57).

 

Maka, dalam sistem demokrasi sekuler, tidak heran jika ada seorang pejabat negara berani melakukan pelecehan atas ajaran Islam hanya demi pemujaannya kepada manusia. Inilah watak asli demokrasi sekuler yang juga akan melahirkan sikap benci kepada agama, khususnya Islam. Sebab demokrasi sekuler adalah sistem politik anti agama. Sekulerisme adalah paham dimana urusan dunia dipisahkan dari agama. Pemimpin sekuler itu tanpa sadar telah mengajak rakyatnya menuju neraka.

 

Ketika sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan politik dan negara, maka aturannya dibuat oleh manusia dimana yang halal akan dianggap haram dan yang haram akan dianggap haram. Lihatlah negeri-negeri sekuler, menuman berakohol, perjuadian, pelacuran, riba, perzinahan, LGBT justru diberikan ruang atas nama HAM. Sementara kasus di Perancis, wanita berkerudung justru dilarang, padahal menutup aurat adalah perintah dan kewajiban dari Allah.

 

Kepemimpinan sekulerisme menjadikan hawa nafsu sebagai panduan hidupnya, bukan dilandaskan oleh wahyu. Artinya sekulerisme akan cenderung kepada kemaksiatan dibandingkan kebenaran Islam. Dalam kitab berjudul Fawaidul Fawaid karya Ibnul Qayyim disebutkan bahwa pokok-pokok maksiat, baik yang kecil maupun yang besar ada tiga perkara, yakni bergantungnya hati kepada selain Allah, mengikuti kekuatan marah, dan menaati kekuatan syahwat.

 

Paham sekulerisme agama, sebagaimana juga paham pluralisme dan  liberalisme agama telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI tahun 2005 dengan dasar dalil naqli : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran [3]: 85). “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...”. (QS. Ali Imran [3]: 19).

 

Dalil lainnya adalah : “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. al-Kafirun [109] : 6). “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab [33]: 36).

 

Kepemimpinan sekuler cenderung menyesatkan rakyatnya karena hanya mengajak untuk kehidupan duniawi semata. Sementara dalam Islam, Allah perintahkan hambaNya untuk meraih hasanah di dunia dan hasanah di akhirat. Kepemimpinan Islam memili orientasi dunia sekaligus orientasi akhirat. Sebagaimana firmanNya :  Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al Baqarah : 201)

 

Sebuah hadits Nabi mengingatkan untuk berhati-hati dengan kata-kata ataupun janji-janji yang dapat menyesatkan. Kesesatan dapat bersumber pada kata-kata, kebijakan, ataupun perilaku seorang pemimpin.Abu Darda ra berkata : telah memberi amanat kepada kami Rasulullah SAW: “Bahwa yang paling aku takuti atasmu ialah pemimpin yang menyesatkan.” (H.R. Ahmad).

 

Begitu bahayanya pemimpin yang menyesatkan, Abu Dzarrin ra pernah berkata: Aku pernah berjalan dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda: “Selain Dajjal yang paling aku takuti atas umatku“. Beliau mengatakannya tiga kali. Kata Abu Dzarrin, aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang selain Dajjal yang paling engkau takuti atas ummatmu itu? Nabi SAW bersabda: Yaitu pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.” (H.R. Ahmad).

 

Semestinya pemimpin itu menunjukkan kepada jalan yang lurus (shiratal mustaqim).   Menurut pendapat Ali bin Abi Thalib, jalan yang lurus adalah kitabullah (al Qur’an). Menurut pendapat Ibnu Mas'udIbnu ‘AbbasAl-Hasan dan Abul ‘Aliyah, jalan yang lurus adalah agama Islam. Menurut pendapat Abu Shalih dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan Mujahid, jalan yang lurus adalah jalan petunjuk menuju agama Allah (Islam). Menurut pendapat Ibnu ‘Abbas, jalan yang lurus adalah jalan (menuju) surga.

 

Jadi, jika ada pemimpin yang tidak mengajak kepada jalan Islam, berarti dia pemimpin yang menyesatkan. Pemimpin dalam Islam selalu menjadikan Islam sebagai timbangan pola pikir dan pola sikap. Pemimpin dalam Islam adalah yang beriman dan bertaqwa dalam arti percaya sepenuhnya kepada Allah dan menjalankan seluruh hukum-hukum Allah dalam mengurus negara serta menjauihi seluruh larangan Allah dalam mengurus rakyat dan negerinya.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,11/01/24 : 07.30 WIB)

 

 

 

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.