Oleh :
Ahmad Sastra
Selamat datang di
negeri dagelan, jika kita hidup di sebuah negeri dan mendapati entitas politiknya
tidak mampu menyelenggarakan dan mempertahankan fungsi-fungsi dasar
pemerintahan, seperti memberikan keamanan, pelayanan dasar kepada warganya, dan
memelihara ketertiban. Selamat datang di negeri dagelan, jika kita berada dalam
sebuah negeri dimana korupsi, kolusi dan nepotisme menggurita tak terkendali.
Selamat datang di
negeri dagelan, jika kita hidup di sebuah negeri dimana orang-orang baik
dimusuhi, sementara orang-orang jahat dihargai. Dimana orang-orang jujur
dianggap berbohong, sementara para pembohong dianggap jujur. Dimana para
pengkhianat bertengger sebagai penguasa, sementara orang-orang amanah
disingkirkan didipenjara. Dimana kekuatan dibangun diatas hawa nafsu kekuasaan,
bukan dibangun diatas hukum dan kemuliaan.
Selamat datang di
negeri dagelan, disaat kita hidup di sebuah negeri yang mengalami ketidakstabilan
keamanan yang tinggi, termasuk konflik bersenjata, perang saudara, dan
kejahatan yang merajalela. Dimana pemerintahannya tidak dapat memberikan
perlindungan dan keamanan kepada warganya. Dimana pemerintahannya tidak mampu
menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
kepada warganya.
Selamat datang di
negeri dagelan, jika kita hidup di sebuah negeri dimana korupsinya merajalela
dan kehadiran kejahatan terorganisir. Dimana krisis ekonomi berkelanjutan,
tingginya tingkat pengangguran, dan kesenjangan ekonomi yang besar. Dimana, negeri itu tidak mampu menegakkan hukum dan
memberikan perlindungan hukum bagi warganya. Dimana entitas politiknya sibuk
mengurusi isi perut sehingga tidak mampu mengelola perbedaan etnis, agama, atau
politik sehingga sering terjadi kerentanan konflik internal.
Ibn Khaldun
(1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf Muslim Berber asal Tunisia yang
dikenal karena karyanya yang monumental, "Muqaddimah" (Pendahuluan).
Dalam Muqaddimah, Ibn Khaldun mengembangkan teori peradaban yang mencakup
siklus naik turunnya kebudayaan dan masyarakat. Di Indonesia mungkin sedang
mencapai siklus kemunduran yang cukup parah karena terjadi berbagai bentuk
kerusakan dan kemunduran di banyak aspeknya. Akar masalahnya adalah ada pada
penerapan sistem kapitalisme demokrasi sekuler yang mengabaikan peran agama
(Islam).
Menurut Ibn
Khaldun, peradaban cenderung mengalami kerusakan yang disebabkan oleh beberapa
faktor. Beberapa konsep kunci dalam pemikirannya yang relevan dengan kerusakan
peradaban termasuk. Pertama, asabiyah (solidaritas sosial). Ibn Khaldun
berpendapat bahwa peradaban dimulai dengan kelompok masyarakat yang memiliki
asabiyah (solidaritas sosial) yang kuat. Namun, seiring berjalannya waktu,
keberlanjutan asabiyah dapat melemah karena kemakmuran, kemewahan, dan kurangnya
rasa solidaritas di antara generasi penerus.
Kedua, siklus
naik turun. Ibn Khaldun berpendapat bahwa peradaban mengikuti pola siklus yang dapat
diuraikan sebagai berikut : asabiyah tinggi memuncak pada awal peradaban, generasi
penerus kehilangan semangat dan keuletan, kdan kemunduran dan siklus dimulai
kembali oleh kelompok baru dengan asabiyah yang kuat.
Ketiga, perubahan
lingkungan. Ibn Khaldun juga mengakui bahwa faktor lingkungan, seperti
perubahan iklim atau keadaan geografis, dapat berkontribusi pada kerusakan
peradaban. Perubahan ini dapat mempengaruhi sumber daya, produksi pertanian,
dan kesejahteraan masyarakat. Keempat, kemerosotan moral. Ibn Khaldun
menyatakan bahwa kemunduran moral dalam masyarakat juga dapat menyebabkan
keruntuhan peradaban. Ketidakstabilan moral dapat mengarah pada korupsi,
ketidakadilan, dan perpecahan internal. Di Indonesia, kemerosotan moral sudah
sampai titip paling rendah, dimulai kerusakan moral pemimpin hingga rakyat
jelata.
Ibn Khaldun
menekankan pentingnya memahami sejarah untuk memahami dinamika perubahan dalam
masyarakat. Meskipun pemikirannya tidak selalu sepenuhnya relevan dengan
konteks modern, konsep-konsepnya tentang siklus peradaban dan pentingnya faktor
sosial dalam pembentukan sejarah masih dihargai oleh sejarawan dan ilmuwan
sosial.
Senada, tapi tak
sama adalah pendapat Imam al-Ghazali (1058-1111) tentang kemajuan dan
kemunduran peradan suatu bangsa. Imam Al Ghazali adalah seorang cendekiawan
Muslim yang terkenal karena karyanya dalam bidang filsafat, teologi, dan
tasawuf (mistisisme Islam). Meskipun ia tidak secara langsung menyusun teori
tentang kerusakan negara seperti Ibn Khaldun, beberapa prinsip dan pandangan
etika yang diemukannya dapat diterapkan pada konteks kerusakan negara.
Pertama, Imam Al
Ghazali membincangkan soal keadilan dan kepemimpinan. Al-Ghazali mengemukakan
bahwa keadilan adalah prinsip yang mendasar dalam Islam. Pemerintah yang tidak
adil dapat menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakpuasan di dalam masyarakat. Pemimpin
yang korup atau tidak mematuhi prinsip-prinsip keadilan dapat merusak moralitas
masyarakat dan mengakibatkan ketidakstabilan. Korupsi di Indonesia telah
mencapai taraf yang sangat berbahaya karena seolah telah menjadi budaya yang
turun temurun.
Kedua, moralitas
dan Etika. Imam al-Ghazali sangat menekankan pentingnya moralitas dan etika
dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakpatuhan terhadap nilai-nilai moral dapat
mengakibatkan degradasi moral masyarakat secara keseluruhan. Korupsi dan
perilaku tidak etis di tingkat pemerintahan dapat merusak tatanan sosial dan
nilai-nilai keadilan.
Ketiga, kepatuhan
terhadap hukum Islam. Al-Ghazali memandang pentingnya pematuhan terhadap hukum
Islam. Negara yang tidak menerapkan atau melanggar prinsip-prinsip hukum Islam
dapat menghadapi kerusakan dalam tatanan sosial dan moral. Indonesia dengan
penerapan hukum sekuler adalah sebuah kesengajaan untuk terjerumus kepada
kerusakan dan kehancuran peradaban bangsa ini.
Keempat, pendidikan
dan kebijakan pemerintah. Imam al-Ghazali mengakui pentingnya pendidikan dalam
membentuk masyarakat yang berkualitas dan moral. Pemerintah yang tidak
mengedepankan pendidikan yang baik dapat merusak masa depan negara. Kebijakan
pemerintah terkait dengan pendidikan, kesejahteraan sosial, dan pemberdayaan
masyarakat juga dapat memainkan peran dalam kerusakan atau keberhasilan negara.
Pendidikan sekuler di negeri ini telah melahirkan generasi amoral.
Bagaimana dengan
pendapat Ibnu Sina tentang peradaban suatu bangsa ?. Ibnu Sina, juga dikenal
sebagai Avicenna (980-1037), adalah seorang cendekiawan Muslim Persia yang
memiliki kontribusi besar terhadap berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk
filsafat, kedokteran, kimia, matematika, dan astronomi. Meskipun dia tidak
secara eksplisit membahas konsep negara adil dalam karyanya, beberapa prinsip
dan ide-ide etika yang dikemukakan olehnya dapat memberikan wawasan terkait
masalah ini.
Pertama, keadilan
dan hukum. Ibnu Sina mengakui pentingnya keadilan dalam masyarakat. Baginya,
keadilan dapat dicapai melalui penerapan hukum yang adil dan merata. Negara
yang memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dapat memberikan kestabilan
sosial dan melindungi hak-hak individu.
Kedua,
pemerintahan bijaksana. Ibnu Sina mengajukan konsep pemerintahan bijaksana,
yang mencakup pemimpin yang memiliki pengetahuan, kebijaksanaan, dan kemampuan
untuk membuat keputusan yang baik untuk kepentingan masyarakat. Pemimpin yang
bijaksana diharapkan dapat memastikan kesejahteraan rakyat dan meminimalkan
ketidakadilan.
Ketiga, pendidikan
dan pengetahuan. Ibnu Sina meyakini
bahwa pendidikan dan pengetahuan memiliki peran penting dalam membentuk
masyarakat yang adil. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka. Negara yang mempromosikan pendidikan
dan pengembangan pengetahuan dapat memberikan dasar bagi masyarakat yang lebih
adil dan berbudaya.
Keempat,
kesejahteraan masyarakat. Ibnu Sina menempatkan kesejahteraan masyarakat
sebagai tujuan utama pemerintahan. Kesejahteraan mencakup kebutuhan dasar,
seperti pangan, sandang, dan papan, serta keadilan sosial. Pemerintah yang
berfokus pada kesejahteraan rakyatnya dianggap lebih mampu menciptakan
lingkungan yang adil.
Meskipun Ibnu
Sina tidak mengembangkan suatu teori politik yang lengkap, konsep-konsep etika
dan prinsip pemerintahan yang dikemukakannya dapat memberikan pandangan tentang
bagaimana negara yang adil dapat diwujudkan menurut perspektifnya. Ini beberapa
pandangan untuk bisa direnungkan oleh para pemimpin muslim agar negerinya tidak
menjadi negeri dagelan.
(AhmadSastra,KotaHujan,28/12/23
: 14.05 WIB)