Oleh :
Ahmad Sastra
Apakah
ada urgensinya di tengah berbagai problematika yang mendera negara ini
pemerintah malah fokus ke moderasi beragama ?. Program ini terkesan mengada-ada
dan tidak ada urgensitasnya sama sekali. Program sekretariat bersama moderasi
beragama ini seperti tidak punya kerjaan aja, padahal masih banyak persoalan
bangsa yang justru harus menjadi skala prioritas pemerintah.
Program ini
juga terlalu berlebihan karena harus melibatkan beberapa kementerian menteri
dalam negeri, menteri luar negeri, mendikbudristek, menkominfo, menkumham, menteri
perencanaan pembangunan nasional, menpora, menpan RB, menparekraf, menteri
sosial, menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menteri
ketenagakerjaan, menteri koperasi dan UKM, serta jaksa agung.
Program ini
tidak akan berjalan dengan baik, karena di negeri ini yang kurang justru fungsi
kordinasi organisasi. Dua kementerian saja kadang sulit berkoordinasi, apalagi
program moderasi beragama ini melibatkan begitu banyak kementerian. Program ini
akan memunculkan pro kontra di tengah masyarakat. Sebab program ini tentu saja
akan menyerap anggaran negara, sementara ada kebutuhan yang lebih urgen di
masyarakat terkait perekonomian.
Program moderasi
beragam sendiri sejak awal telah menimbulkan pro kontra dan kegaduhan sosial,
karena diduga narasi ini bagian dari islamophobia dan deradikalisasi yang
merupakan proyek dari Barat. Terlebih program ini digagas di tahun-tahun
politik, maka program ini bisa saja dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik
praktis. Selain tidak ada urgensitasnya, program ini tidak akan memberikan
manfaat signifikan bagi masyarakat, sebab narasi moderasi beragama adalah
narasi yang sudah basi.
Menteri
agama mestinya melakukan upaya perbaikan kualitas pendidikan berbasis agama di
tengah tantangan era disrupsi 4.0 sekarang ini. Menteri agama mestinya
melakukan semacam revitalisasi bagaimana agama ini bisa berkontribusi bagi
kemajuan peradaban negeri ini. Menteri agama juga mestinya memperbaiki karakter
para siswa yang kini tengah terjebak pada disorientasi di berbagai aspek
seperti : seks bebas, pergaulan bebas, LGBT, bullying, tawuran, pornograsi,
pornoaksi, konten-konten negative di sosial media, yang semua ini jelas-jelas
telah meruntuhkan moral para pelajar di negeri ini.
Menteri agama
juga mestinya melakukan akselerasi kemampuan membaca Al Qur’an generasi muslim,
sebab ternyata masih sangat banyak siswa muslim yang belum mampu membaca al Qur’an.
Menteri agama juga semestinya fokus kepada penguatan kompetensi sains bagi para
santri agar pesantren bisa mewarnai masa depan bangsa ini dengan menjadikan
agama sebagai aspirasi dan inspirasi.
Menteri agama
juga semestinya membuat program penguatan pemahaman agama ditengah gempuran
ideologi sekulerisme ini yang telah menjauhkan umat dari agamanya sendiri. Jika
umat ini jauh dari agama, maka berbagai bentuk kerusakan akan terjadi di negeri
ini.
Jika pemerintah menginginkan penguatan
harmoni dan kerukunan umat beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan
berbudaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta
pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan, maka bukan dengan program
moderasi beragama. Sebab moderasi beragama sejak awal lahirnya telah menimbulkan
berbagai kegaduhan dan kontraproduktif.
Jika pemerintah hendak merawat kerukunan,
merawat toleransi, sikap saling menghargai, sikap saling menolong agar bangsa
menjadi bangsa yang bersatu bukan dengan program moderasi beragama, sebab
program ini justru seringkali menyasar agama Islam sebagai tertuduh dan
tersangka sebagai agama intolerasn dan radikal.
Moderasi beragama itu kan istilah politik
yang sebenarnya memiliki misi anti kebangkitan Islam. Moderasi beragama bukan
istilah dalam khasanah keilmuwan Islam. Jadi sebenarnya dibalik program moderasi agama adalah upaya untuk
melanggengkan ideologi kapitalisme sekuler dan menghadang kebangkitan Islam. Itulah
mengapa, narasi moderasi agama selalu menjadikan Islam sebagai sasarannya.
Bisa jadi presiden salah paham hakikat
moderasi agama ini atau pahamnya salah. Presiden mestinya paham sebagai seorang
muslim, bahwa narasi ini adalah bagian dari proyek deradikalisasi akibat islamophobia
barat yang tujuan intinya adalah gerakan anti Islam. Narasi moderasi beragama
adalah bagian dari perang pemikiran (ghozwul fikir) yang digencarkan oleh
barat. Sebab secara normative, justru satu-satunya agama yang paling toleran
adalah Islam sebagai telah ditetapkan dalam Al Qur’an : lakun dinukum waliyadin
dan la iqroha fiddin.
(AhmadSastra,KotaHujan,04/10/23 : 12.00 WIB)