Oleh : Ahmad
Sastra
Bumi menyediakan
cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk keserakahan
setiap orang (Mahatma Gandhi)
Harta dan tahta
bisa menjadikan orang serakah, rakus dan kemaruk. Orang rakus bersifat
materialistis dan mereka mendambakan uang dan kekuasaan. Mereka gagal memahami
perbedaan antara kebutuhan dan keserakahan. Menjadi serakah adalah menjadi
egois. Orang rakus kurang empati dan peduli dengan perasaan orang lain bukanlah
bagian dari kamus mereka. Benarlah apa yang dikatakan Horace bahwa orang yang
tamak selalu kekurangan. Bahkan Joe Meno menyindir bahwa bagaimanapun juga,
manusia hanyalah hewan yang tamak.
Dalam sejarah
kekuasaan fir’aun, saking rakus dan kemaruknya, dia tak ingin melepaskan
kekuasaannya hingga puncaknya mengaku sebagai tuhan dan menolak semua bentuk
kebaikan yang didakwahkan oleh Nabi Musa. Rakus, serakah dan kemaruk atas
kekuasaan akan menjadikan seorang pemimpin buta hati. Dikatakan bahwa manusia
tidak pernah puas, bahwa kamu memberi mereka satu hal dan mereka menginginkan
sesuatu yang lebih, kata John Steinbeck. Orang serakah tidak dapat berbuat
apa-apa, hanya dapat meningkatkan keserakahan mereka, tegas Mehak Mahajan.
Pemimpin yang
serakah, rakus dan kemaruk seringkali tidak pernah merasa puas dengan apa yang
mereka miliki dari harta dan kekuasaan. Mereka selalu ingin lebih banyak,
terlepas dari sejauh mana keberhasilan atau kepemilikan yang mereka miliki. Pemimpin
serakah tak peduli dari mana dia mendapatkan harta, tak peduli halal haram. Mereka
juga tak peduli dan membabi buta mempertahankan kekuasaan, hingga diwariskan ke
anak cucu. Pemimpin serakah, rakus dan kemaruk bernafsu menambah waktu
kekuasaannya hingga seumur hidup jika perlu.
Jika kepemimpinan
telah dihinggapi sifat rakus, serakah dan rakus, maka dirinya akan menjadi
pemimpin yang kikir. Mereka sulit berbagi kekayaan atau pengetahuan mereka
dengan orang lain karena takut kehilangan apa yang mereka miliki. Penguasa yang
kemaruk sering kali menunjukkan perilaku kikir, seperti menolak untuk membayar
bagi layanan yang mereka nikmati atau enggan memberikan tip kepada orang yang
memberikan pelayanan. Mereka selalu berbicara tentang uang, harta, atau
kepemilikan material lainnya, dan seringkali mengukur nilai seseorang
berdasarkan kekayaan materi.
Pemimpin yang
kemaruk mungkin mengambil risiko finansial yang tidak sehat dalam upaya untuk
mendapatkan lebih banyak uang atau harta. Mereka sulit bersyukur atas apa yang
mereka miliki dan selalu merasa tidak puas meskipun memiliki banyak hal. Pemimpin
kemaruk mungkin tidak peduli dengan kebutuhan atau keinginan orang lain dan
cenderung egois. Mereka mungkin mencoba menipu atau menyembunyikan informasi
untuk mendapatkan keuntungan pribadi, meskipun hal itu bisa merugikan orang
lain. Dia tidak rela jika orang lain mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan.
Tidak ada
malapetaka yang lebih besar daripada keinginan yang berlebihan. Tidak ada rasa
bersalah yang lebih besar daripada ketidakpuasan Dan tidak ada bencana yang
lebih besar daripada keserakahan, begitu penegasan Lao Tzu. Perkataan ini
benar, sebab jika kekuasaan telah dihinggapi rasa rakus dan serakah serta
kemaruk maka akan menjadi malapetaka bagi rakyatnya. Dibawah kepemimpinan yang
serakah, maka rakyat akan hidup dalam kesengsaraan, ketersiksaan dan kebinasaan.
Keserakahan
manusia tidak akan pernah hilang kecuali setelah kematian menjemputnya. Dalam
bahasa Arab, serakah disebut tamak yang artinya sikap tak pernah merasa puas
dengan yang sudah dicapai. Karena ketidakpuasannya itu, segala cara pun
ditempuh. Serakah adalah salah satu dari penyakit hati. Mereka selalu
menginginkan lebih banyak, tidak peduli apakah cara yang ditempuh itu
dibenarkan oleh syariah atau tidak. Tak berpikir apakah harus mengorbankan kehormatan
orang lain atau tidak. Yang penting, apa yang menjadi kebutuhan nafsu
syahwatnya terpenuhi.
Jangan serakah
sebagai seorang pemimpin, dan jangan mencoba mengambil kekayaan semua orang
untuk diri sendiri. Sebab dirinya tidak
akan dapat memiliki semuanya ketika tiba waktu kematian. Sebab kematian akan
mendatangi setiap diri manusia, sekaya apapun tidak akan dibawa mati. Andai semua
harta dikubur bersama mayatnya, maka dia tinggal seonggok bangkai yang tak
berkuasa apapun. Allah telah menegaskan bahwa ketamakan dilarang dalam ajaran Islam.
Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan
di dunia itu) (QS At Takatsur : 1-7)
Sesungguhnya Kami
telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai
pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh
akan memetik (hasil)nya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir
miskin) (QS Al Qalam : 17-18).
Seandainya
seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah
lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah
(yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.”
(Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048).
Jika ada seorang
pemimpin selalu menunpuk harta tanpa henti, bersifat kikir, ingin berkuasa
selama mungkin, ingin mewariskan kekuasaan kepada anggota keluarganya, tidak
mau mendengarkan nasihat kebaikan, berbuat curang demi kepentingannya, memusuhi
orang-orang yang mengkritiknya, maka itulah para pemimpin yang telah terserang
penyakit serakah, rakus dan kemaruk. Adakah pemimpin seperti itu di negeri ini
?.
(AhmadSastra,KotaHujan,23/10/23
: 21.33 WIB)