Oleh : Ahmad Sastra
Melansir dari data World Population Review tahun 2021,
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Total
ada sekitar 231
juta penduduk di Indonesia yang memeluk
agama Islam. Berdasarkan data tersebut justru ada
yang menarik, saat negara-negara seperti Indonesia, Pakistan, dan India
memiliki penduduk Muslim terbanyak, justru banyak negara kecil yang memiliki
persentase penduduk Islam lebih tinggi.
Indonesia
memiliki 86,7% penduduk Muslim dari total populasinya. Kemudian Pakistan
memiliki 96,5% penduduk Muslim. Sementara
itu, negara kecil seperti Maladewa menjadi negara dengan persentase penduduk
Muslim tertinggi dengan 100% populasi. Artinya, seluruh penduduk di Maladewa
adalah penganut agama Islam.
Jumlah penduduk Indonesia adalah 274.790.244 orang per Agustus 2022. Sementara Maladewa berpenduduk 344,023 per September 2014. Adapun Pakistan jumlah
penduduknya sebanyak 235.825.000 per Juli 2022. Menurut hasil perdata mengenai
perkembangan pemeluk agama Islam semakin bertambah menjadi 2,3 miliar umat
menurut data tahun 2023. Dengan ini penganut agama Islam di dunia diperkirakan menjadi
agama dengan pemeluk terbesar di dunia saat ini.
Dalam sensus resmi yang dilirik oleh Kementerian Dalam
Negeri tahun 2021, penduduk Indonesia berjumlah 273,32 juta jiwa dengan 86,93%
beragama Islam, 10,55% Kristen (7,47% Kristen Protestan, 3,08% Kristen
Katolik), 1,71% Hindu, 0,74% Buddha, 0,05% Konghucu, dan 0,03% agama lainnya.
Hal ini tidak aneh jika Indonesia disebut sebagai negeri muslim terbesar di
dunia.
Pertanyaannya, apakah umat Islam berdaulat di
negerinya sendiri ?. Apakah sistem ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan
budaya telah didasarkan oleh sumber hukum Islam : Al Qur’an, As Sunnah, Ijma
dan Qiyas ?. Jawabannya, tentu saja belum. Semua orang tahu bahwa Indonesia
adalah negeri sekuler yang menjadikan kapitalisme sebagai sistem ekonominya,
sementara sistem politiknya cenderung kepada ideologi komunisme. Ironis bukan
?.
Sekulerisme
adalah pandangan dunia yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial,
politik, dan budaya. Dengan kata lain, sekulerisme adalah paham yang memisahkan
antara kehidupan dengan agama. Konsep ini menganggap bahwa kebijakan publik,
hukum, dan etika harus didasarkan pada akal budi, bukan agama. Dalam masyarakat
sekuler, kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia, tetapi agama
diperlakukan sebagai urusan pribadi dan tidak mempengaruhi kebijakan publik.
MUI pernah
menetapkan fatwa haram untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada
tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam
kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan
negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan
umat muslim.
Pemisahan
antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah
keimanan umat muslim, karena pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama
dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan
tidak lagi diakui sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat.
Sekulerisme
tentu saja bukan ajaran Islam. Sejarah kemunculannya terkait dengan dinamika
gereja di Eropa. Sejarah munculnya sekulerisme dapat ditelusuri kembali ke masa
pencerahan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada saat itu, pemikir-pemikir
seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Voltaire mulai mempertanyakan peran
gereja dalam kehidupan masyarakat.
Mereka
menekankan pada pentingnya akal budi dan ilmu pengetahuan dalam mengarahkan
kebijakan publik. Tentu saja Islam dan Kristen memiliki perbedaan fundamental
soal ini. Sebab Islam tidak mengenal pemisahan kehidupan dengan hukum syariah.
Semua masalah individu dan sosial telah diatur dalam syariah Islam.
Selama Revolusi
Perancis pada akhir abad ke-18, paham sekulerisme semakin meluas dan menuntut
pemisahan gereja dan negara. Pada saat itu, kekuasaan gereja di Prancis
dikritik karena dianggap korup dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Gerakan
sekulerisme ini memperjuangkan hak individu untuk berpikir dan bertindak secara
bebas, tanpa campur tangan agama atau kekuasaan gereja.
Sejak itu,
pandangan sekulerisme semakin berkembang di negara-negara Barat dan menjadi
dasar bagi sistem pemerintahan yang demokratis dan pluralis. Maka, sistem
demokrasi jelas berpaham sekulerisme ini. Sementara sekulerisme telah
diharamkan oleh MUI.
Itulah mengapa gelaran pemilu selalu disebut sebagai pesta demokrasi.
Pemilu adalah proyek politik sekulerisme dimana para oligarki kapitalis menjadi
pemain utamanya. Pilpres itu sebenarnya bukan soal individu calon presiden,
tapi mereka cuma dijadikan alat para oligark untuk menarik suara rakyat. Capres
boleh saja beragama Islam mengingat penduduk mayoritas negeri ini muslim, namun
Islam tidak akan pernah menjadi pemenang, malah sebaliknya, Islam dan ajarannya
selalu menjadi tertuduh sebagai agama radikal yang membahayakan negeri ini.
Ironis bukan ?.
Faktanya, pilpres telah berlangsung kesekian kali, Islam justru semakin
dipojokkan. Lebih ironis, sebagian umat Islam justru ikut menarasikan
islamophobia ini. Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 12 kali
yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009,
2014, dan 2019. Sebentar lagi akan menjadi pemilu ke 13 kali dengan pilpres
pada tahun 2024 mendatang. Apakah akan terjadi perubahan, jawabannya tidak akan
pernah terjadi perubahan menuju transformasi Islam. Ini bagi seorang mukmin
yang memiliki tingkat kesadaran politik yang tinggi.
Hegemoni sekulerisme sesungguhnya telah mengakar begitu kuat dalam
pikiran umat Islam di negeri ini, sehingga kehilangan kesadaran. Bahasanya,
umat Islam telah mabok sekulerisme. Sekulerisme sebagai pandangan dunia yang
menekankan pada pemisahan antara agama dan negara, memiliki daya rusak bagi
kehidupan sosial, politik, dan budaya, terutama bagi umat Islam, politik Islam
dan ormas Islam .
Berikut
beberapa daya rusak sekulerisme : pertama, pemisahan agama dan negara dapat
memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga
moralitas dan etika sosial dapat menjadi kurang dihargai dan terabaikan. Partai
dan ormas Islam yang mengadopsi sekulerisme tidak akan menjadikan Islam sebagai
landasan dan tujuan perjuangannya.
Kedua,
sekulerisme cenderung menekankan pada kepentingan dunia atau materi, sehingga
spiritualitas dan nilai-nilai keagamaan dapat diabaikan dalam kehidupan
sehari-hari. Partai Islam dan ormas Islam yang menerapkan meyakini sekulerisme
akan cenderung pragmatis sebagaimana organisasi sekuler lainnya.
Ketiga,
sekulerisme dapat memicu individualisme dan hedonisme serta sering tidak
mengindahkan halal dan haram, di mana individu cenderung lebih mengutamakan
kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan bersama. Hal ini dapat dilihat
dari partai dan ormas Islam yang para pengurusnya banyak yang dipenjara karena
terlibat korupsi.
Keempat,
pemisahan agama dan negara dapat memicu terjadinya benturan antara ajaran agama
dan nilai-nilai sekuler, seperti dalam hal legalisasi praktik-praktik yang
dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini sering terjadi di negeri
ini, sebab perda-perda syariah justru ditolak, sementara perda-perda yang
bertentangan dengan Islam justru disahkan.
Kelima,
sekulerisme dapat memicu polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan
non-agama, terutama jika diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional
atau memihak pada kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah
memecah umat Islam ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu
demokrasi, terlihat jelas perpecahan umat Islam.
Padahal umat
Islam adalah umat yang satu, karena mereka memiliki keyakinan yang sama dalam
agama Islam dan mengikuti ajaran yang sama dalam Al-Quran dan Hadits. Hal ini
juga tercermin dalam pernyataan syahadat, yaitu "Laa ilaaha illa Allah,
Muhammadur Rasulullah" yang artinya "Tidak ada Tuhan selain Allah,
dan Muhammad adalah Rasulullah".
Selain itu,
umat Islam adalah umat yang satu karena
memiliki sumber nilai dan hukum yang sama dalam Islam, serta menjunjung tinggi
persatuan dan solidaritas antar sesama umat Islam. Dalam Islam, umat ditekankan
untuk saling tolong-menolong, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga
kerukunan serta keharmonisan dalam bermasyarakat. Sumber hukum Islam adalah Al
Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas, bukan demokrasi sekuler apalagi piagam PBB.
Oleh karena
itu, penting bagi umat Islam untuk terus memperkuat persatuan dan solidaritas
dalam menghadapi tantangan dan perbedaan yang ada, serta menerapkan nilai-nilai
Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesejahteraan bersama dan
mewujudkan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam)
dengan menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum, baik individu maupun sosial
kenegaraan. Umat Islam yang mayoritas di negeri ini semestinya
melakukan sebuah transformasi sistemik menuju Islam. Sampai kapan dibelenggu
dengan sistem kapitalisme sekuler atau komunisme ateis terus melalui pemilu
lima tahunan ini ?.
Dalam transformasi sistem berbasis ideologi Islam di Indonesia, bangsa ini
harus melakukan analisis dan evaluasi sistem yang ada, yakni sistem kapitalisme
sekuler dan komunisme ateis yang telah jelas-jelas menghancurkan negeri ini.
Langkah Ini melibatkan identifikasi kelemahan dan kerusakan dua ideologi ini
agar memberikan pemahaman dan kesadaran bagi rakyat Indonesia melalui dakwah.
Transformasi ideologi
mengacu pada perubahan yang signifikan dalam keyakinan, nilai-nilai, pandangan
dunia, atau prinsip-prinsip yang mendasari suatu ideologi tertentu. Ideologi
adalah seperangkat pemikiran dan keyakinan yang membentuk dasar bagi tindakan
dan kebijakan politik, sosial, atau budaya.
Transformasi ideologi
dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk politik, agama, ekonomi, atau
sosial. Transformasi ideologi sering kali dimulai dengan pergeseran nilai dan
keyakinan yang mendasarinya. Orang atau kelompok yang mengalami transformasi dapat
mempertimbangkan ulang keyakinan mereka yang telah ada sebelumnya dan memilih
untuk mengadopsi pandangan yang berbeda. Dalam hal ini bangsa ini harus
disadarkan bahwa hanya Islam yang merupakan ideologi yang benar dan harus
menggeser dan manjauhi ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis.
Ideologi yang ada dapat
mengalami transformasi melalui pembaharuan dan reinterpretasi. Ini melibatkan
penyesuaian atau perubahan dalam penafsiran dan aplikasi nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang mendasarinya untuk mencerminkan perubahan zaman,
lingkungan sosial, atau perkembangan pemikiran baru.Islam sendiri merupakan
agama dan ideologi yang mampu menjawab segala persoalan zaman. Reinterpretasi
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta mesti dilakukan melalui ijtihad
kontemporer, seiring perkembangan sains dan teknologi.
Transformasi ideologi
juga dapat terjadi melalui perubahan sistemik yang mempengaruhi struktur
kekuasaan atau organisasi yang berhubungan dengan ideologi tersebut. Misalnya,
perubahan politik atau perubahan kebijakan yang signifikan dapat membawa
pergeseran dalam ideologi yang dianut oleh pemerintahan atau partai politik.
Transformasi Indonesia menjadi lebih baik tentu saja dengan perubahan sistemik,
dari sistem kapitalisme sekuler menuju sistem Islam.
Faktor eksternal seperti
perkembangan teknologi, globalisasi, perubahan sosial, atau perubahan dalam
dinamika geopolitik juga dapat mempengaruhi transformasi ideologi. Perubahan di
luar ideologi itu sendiri dapat memaksa adaptasi atau perubahan dalam keyakinan
dan pandangan dunia yang ada. Maka, lihatlah bagaimana rusak dan hancurnya
dunia akibat ideologi kapitalisme. Akibat ideologi kapitalisme sekuler juga
telah memporak-porandakan persatuan umat. Karena itu, kerusakan akibat
kapitalisme atau komunisme ini mestinya mendorong kedasaran umat Islam untuk
pulang ke rumahnya sendiri, yakni menerapkan ideologi Islam.
Transformasi ideologi
adalah proses yang kompleks dan sering kali melibatkan perdebatan, perubahan
sosial, dan pergeseran dalam dinamika kekuasaan. Dalam sejarah, kita dapat
melihat contoh-contoh transformasi ideologi seperti perubahan dari sistem
feodal ke sistem kapitalis, perubahan dari apartheid ke demokrasi di Afrika
Selatan. Di zaman Nabi, ada transformasi sistemik dari sistem jahiliah ke
sistem Islam. Jika dilihat indikator-indikator, bisa disebut bahwa paham
demokrasi sekuler sekarang ini mirip dengan sistem jalihiah masa lalu.
Sekali lagi, sudah waktunya dunia ini melakukan proses transformasi
sistemik menuju sistem Islam. Lebih khusus lagi adalah Indonesia yang merupakan
negeri mayoritas muslim, maka sudah selayaknya menjadikan Islam sebagai sumber
hukum dan perundang-undangan dalam institusi politik Islam. Syariah Islam
diterapkan secara kaaffah, maka akan terwujud rahmat bagi alam semesta. Yakin ?.
(AhmadSastra,KotaHujan,28/09/23 : 10.30 WIB)