Oleh :
Ahmad Sastra
Mencerdaskan
kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia yang menghajatkan akses pendidikan
yang berkualitas untuk setiap anak bangsa. Melalui pendidikan, suatu bangsa
akan bisa diangkat derajat kecerdasannya.
Kecerdasan
merujuk kepada kemampuan mental yang kompleks untuk memahami, belajar,
memecahkan masalah, beradaptasi dengan lingkungan, mengidentifikasi,
menganalisis, dan menggunakan akal dalam berbagai situasi. Kecerdasan
melibatkan sejumlah kapasitas kognitif dan kemampuan mental yang memungkinkan
individu untuk berinteraksi dengan dunia dan mencapai tujuan mereka. Salah satu
output kecerdasan adalah kemampuan berpikir kritis, dimana suatu bangsa
memiliki kemampuan untuk melakukan pembacaan atas fakta yang terjadi di
negaranya.
Berpikir
kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan merumuskan suatu realitas, permasalahan, atau informasi dengan objektif dan mendalam. Ini
melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, menyusun argumen yang kuat,
dan mencari bukti yang mendukung atau menentang suatu pendapat atau gagasan.
Berpikir kritis tidak hanya mencakup pemahaman yang dalam, tetapi juga
melibatkan kemampuan untuk menghubungkan informasi dari berbagai sumber,
merumuskan pendapat yang rasional, dan mengambil keputusan yang berdasarkan
pertimbangan yang matang.
Kemampuan
berpikir kritis memberikan manfaat untuk memecah informasi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dan memahami hubungan di antara mereka. Kemampuan
untuk mengevaluasi informasi dengan kritis, mengidentifikasi argumen yang kuat
dan lemah, serta memahami implikasi dari suatu informasi juga merupakan indikator
berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis menghajatkan sebuah penalaran. Penalaran
adalah kemampuan untuk mengembangkan argumen yang kohesif dan logis, serta
mengidentifikasi hubungan sebab-akibat.
Berpikir
kritis juga merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi solusi yang kreatif dan
efektif terhadap masalah atau tantangan yang dihadapi. Kemampuan untuk berpikir
di luar kotak, melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan menghasilkan
gagasan baru juga merupakan indikator berpikir kritis. Khususnya seorang
muslim, berpikir kritis akan menghalkan sebuah solusi alternatif atas berbagai
krisis multidimensi negeri ini dengan landasan islamic worldview .
Kemampuan
untuk merenungkan proses berpikir sendiri, mengenali bias atau asumsi pribadi,
serta bersedia mempertimbangkan pandangan alternatif serta kemampuan untuk
membuat keputusan yang berdasarkan pemahaman (mafhum) yang mendalam dan
analisis rasional merupakan suatu keniscayaan bagi seorang muslim saat membaca
berbagai fakta yang terjadi di negeri ini. Hegemoni ideologi kapitalisme
sekuler harus menjadi obyek pemikiran kritis untuk menghasilkan solusi Islam. Hal
ini tidak mudah, namun harus dilakukan sebagai bagian dari dakwah amar ma’ruf
nahi munkar.
Penting
untuk diketahui bahwa berpikir kritis adalah suatu keterampilan yang dapat
dilatih dan ditingkatkan melalui latihan dan pengalaman. Ini melibatkan
kesadaran diri terhadap cara kita berpikir, kemampuan untuk mengenali bias atau
asumsi yang mungkin mempengaruhi penilaian kita, dan keinginan untuk terus
belajar dan berkembang. Berpikir kritis memiliki aplikasi yang luas dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan
keputusan pribadi, terlebih sebagai seorang pengemban dakwah.
Bangsa ini
semestinya berpikir ktitis atas hegemoni ideologi kapoitalisme dan sosialisme
yang diterapkan di negeri ini. Mengapa, sebab faktanya kedua ideologi ini sudah
terbukti menjadi penyebab utama berbagai kerusakan kemanusiaan, kerusakan alam
dan bahkan kemiskinan.
Yang
menjadi indikasi benar atau salahnya suatu ideologi adalah aqidah ideologi itu sendiri, apakah
aqidah itu benar atau salah. Sebab, kedudukan aqidah ini adalah sebagai asas bagi
setiap pemikiran cabang yang muncul. Aqidah jugalah yang menentukan pandangan
hidup dan yang melahirkan setiap pemecahan problema hidup serta pelaksanaannya
(thariqah). Jika aqidahnya
benar, maka ideologi itu benar.
Aqidah
ini apabila sesuai dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka
berarti merupakan aqidah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan
fitrah manusia atau tidak dibangun berlandaskan akal yang sehat, maka aqidah
itu batil adanya.
Yang
dimaksud aqidah yang benar itu haruslah sesuai dengan fitrah manusia, adalah
pengakuannya terhadap apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu kelemahan dan
kebutuhan dirinya pada Yang Maha Pencipta. Yang dimaksud aqidah yang benar itu
dibangun atas dasar akal yang sehat, adalah bahwa aqidah itu tidak berlandaskan
materi ataupun sikap mengambil jalan tengah.
Ideologi sosialisme tidak sesuai dengan fitrah
manusia. Sebab meskipun ideologi ini mengingkari adanya Allah dan ruh, akan
tetapi ia tetap tidak mampu memusnahkan naluri beragama (gharizah tadayyun) sebagai fitrah
manusia. Ideologi ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu
kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis (mensucikan/mensakralkan)
kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam
ideologi dan diri para pengikutnya.
Mereka membatasi taqdis hanya pada kedua unsur itu.
Berarti, mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, masa animisme; mengalihkan penyembahan
kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari pengagungan terhadap
ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan
makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa silam.
Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan
fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa animisme.
Berdasarkan hal ini,
ideologi sosialisme telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan
berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan
mendramatisir kebutuhan perut mereka untuk menarik perhatian orang-orang yang
lapar, pengecut, dan sengsara.
Ideologi ini dianut oleh
orang-orang yang bermoral bejat, atau orang yang gagal dan benci terhadap
kehidupan, termasuk juga orang-orang sinting yang tidak waras cara berpikirnya
yang merasa bangga dengan ide-ide sosialisme yang menurut mereka itu dapat
memasukkan mereka ke jajaran kaum pemikir. Semua ini akan tampak tatkala mereka
mendiskusikan dengan arogan tentang teori Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme.
Padahal kenyataannya,
ide-ide ini paling terlihat kerusakan dan kebatilannya, dan dengan sangat mudah
dapat dibuktikan oleh perasaan fitri dan akal sehat. Supaya manusia tunduk pada
ideologi ini, maka ideologi ini memerlukan paksaan melalui kekuatan fisik. Maka
tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan
masyarakat merupakan sarana-sarana yang penting untuk mengembangkan ideologi
tersebut.
Sementara, ideologi kapitalisme juga bertentangan dengan
fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri
beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an
(pensucian); di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas
hidupnya. Akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala pengaturan itu
berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur
aktivitasnya.
Oleh karena itu, menjauhkan
agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Namun bukan
berarti bahwa adanya agama dalam kehidupan menjadikan seluruh amal perbuatan
manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Tetapi arti pentingnya agama
dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai
dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari
aqidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah manusia, yaitu naluri
beragama.
Menjauhkan peraturan Allah
dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu aqidah yang tidak sesuai dengan
naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu,
kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Kapitalisme telah
menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah masyarakat),
sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari problematika hidup
manusia dan pemecahannya.
Adapun ideologi Islam, tidak bertentangan dengan
fitrah manusia. Walaupun ia sangat mendalam tetapi gampang dimengerti, cepat
membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami, untuk
mendalami isinya --sekalipun kompleks-- dengan penuh semangat dan kesungguhan.
Karena memang beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap
manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama.
Tidak ada satu kekuatan
manapun yang dapat mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan
yang kokoh. Sementara tabi'at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang,
selalu merasa bahwa ada kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya, yang
harus diagungkan. Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha
Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia
diciptakan. Jadi, beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu
mendorong manusia untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya.
Oleh karena itu, dalam
setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan menyembah sesuatu.
Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu, binatang, api, dan
lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang dibawanya bertujuan
untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap makhluk-makhluk kepada
penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala sesuatu.
Ideologi sosialisme tidak dibangun atas dasar
akal, tetapi bersandar pada materialisme, sekalipun dihasilkan oleh akal, karena
ide komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran
(pengetahuan). Di samping itu karena ide ini menjadikan segala sesuatu berasal
dari materi. Dengan demikian, ide ini bersifat materialistis.
Sedangkan kapitalisme bersandar pada pemecahan
jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang
berlangsung hingga beberapa abad di kalangan para pendeta gereja dan
cendekiawan Barat yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara.
Sosialisme dan kapitalisme telah gagal. Sebab, keduanya bertentangan dengan
fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal.
Bukti bahwa ideologi sosialisme dibangun berlandaskan
materialisme, bukan akal, adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi
mendahului pemikiran (pengetahuan). Jadi tatkala otak merefleksikan materi,
akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak akan memikirkan hakikat materi yang
direfleksikan ke dalam otak. Sebelum hal itu terjadi, tentu tidak akan muncul
pemikiran. Dengan demikian, segala sesuatu, menurut komunisme, haruslah
berlandaskan pada materi.
Maka dasar aqidah komunisme
adalah materi bukan pemikiran. Pendapat di atas adalah salah ditinjau dari dua
segi : Pertama, sebenarnya tidak ada
refleksi/pantulan materi ke dalam otak. Otak tidak melakukan refleksi dengan
materi. Juga, materi tidak berefleksi dengan otak. Sebab untuk merefleksikan
sesuatu dibutuhkan reflektor untuk memantulkan dan memfokuskan, seperti halnya
cermin yang memiliki kemampuan untuk memantulkan.
Tetapi kenyataannya, hal
semacam itu tidak ada, baik di otak maupun pada materinya. Oleh karena itu,
tidak ada refleksi materi ke dalam otak secara mutlak. Materi tidak dipantulkan
oleh otak dan gambaran tentang materi pun tidak berpindah ke otak. Yang beralih
ke otak adalah pencerapan tentang materi (kesannya) melalui panca indera.
Hal ini bukan refleksi
antara materi dengan otak, dan bukan pula refleksi antara otak dengan materi,
melainkan pencerapan tentang materi (melalui panca indera). Tidak ada perbedaan
dalam proses tersebut antara mata dengan panca indera yang lainnya.
Penginderaan dapat terjadi dengan proses perabaan, penciuman, rasa, pendengaran
sebagaimana halnya penginderaan melalui mata. Dengan demikian yang terjadi dari
suatu materi bukanlah berupa refleksi terhadap otak, melainkan pencerapan dan
penginderaan terhadap sesuatu. Manusialah yang merasakan segala sesuatu dengan
perantaraan panca inderanya, dan materi tidak direfleksikan.
Kedua, sesungguhnya penginderaan
saja tidaklah cukup menghasilkan suatu pemikiran. Sebab kalau hanya sampai di
situ, yang terjadi hanyalah penginderaan saja terhadap fakta (materi).
Penginderaan yang diulang-ulang meskipun sampai satu juta kali, tetap saja
hanya menghasilkan penginderaan dan tidak menghasilkan pemikiran sama sekali.
Proses tersebut mengharuskan adanya pengetahuan terdahulu (al ma’lumat as sabiqah) bagi manusia
yang akan digunakan untuk menginterpretasikan fakta yang diinderanya itu
sehingga menghasilkan suatu pengetahuan.
Sebagai contoh kita ambil
manusia yang ada sekarang. Manusia, siapapun orangnya apabila diberikan
kepadanya buku berbahasa Cina sementara ia tidak memiliki pengetahuan yang
berkaitan dengan bahasa Cina, lalu dibiarkan mencerap tulisan itu baik dengan
penglihatan maupun dengan perabaan, diberi kesempatan menginderanya berkali-kali
--meskipun sejuta kali-- maka ia tetap tidak mungkin mengetahui satu kata pun
sampai diberikan kepadanya beberapa pengetahuan tentang bahasa Cina dan apa
saja yang berkaitan dengan bahasa tersebut. Pada saat itulah ia baru mulai
berfikir dengan bahasa tersebut dan mampu memahaminya.
Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak
(kesadaran), adalah pemindahan (transfer) fakta melalui panca indera ke dalam
otak, disertai dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang kemudian
digunakan untuk menafsirkan kenyataan tersebut. Oleh karena itu,
ideologi sosialisme jelas-jelas keliru dan rusak; sebab dia dibangun atas dasar
materi, tidak dibangun berdasarkan akal. Sama rusaknya dengan pengertian mereka
tentang pemikiran dan akal.
Ideologi kapitalisme juga tidak dibangun atas
dasar akal, tetapi dibangun berdasarkan jalan tengah antara tokoh-tokoh gereja
dengan cendekiawan, setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan
pendapat yang sengit dan berlangsung terus-menerus selama beberapa abad di
antara mereka.
Jalan tengah itu adalah
memisahkan agama dari kehidupan, yakni mengakui keberadaan agama secara tidak
langsung, tetapi dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, ideologi ini tidak
dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun atas dasar kompromi kedua belah pihak
sebagai jalan tengah.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pemikiran/keputusan yang diambil berdasarkan jalan tengah
merupakan hal yang asasi bagi mereka. Mereka mencampuradukkan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan
kegelapan; dengan menempuh jalan tengah. Padahal sesungguhnya jalan tengah itu
tidak ada faktanya; sebab masalahnya adalah tinggal memilih tindakan secara
jelas dan tegas.
Apakah yang haq atau yang bathil, iman ataukah kufur, cahaya ataukah kegelapan. Pemecahan
yang berasal dari jalan kompromi yang di atasnya dibangun aqidah mereka ini,
telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan cahaya. Oleh karena itu,
ideologi kapitalisme adalah rusak, karena tidak dibangun atas dasar akal.
Ideologi Islam adalah ideologi yang positif.
Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Ideologi
ini mengarahkan perhatian manusia terhadap alam semesta, manusia, dan
kehidupan, sehingga membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah
menciptakan makhluk-makhluk-Nya.
Di samping itu ideologi ini
menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan
fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak terdapat pada manusia, alam semesta, dan
kehidupan. Ideologi ini memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada
tingkat keimanan terhadap Al-Khaliq supaya
ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya.
Islam dibangun atas dasar
akal yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengimani adanya Allah,
kenabian Muhammad SAW, ke-mukjizatan Al-Quranul
Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan beriman kepada yang ghaib dengan syarat harus berasal
dari sesuatu dasar yang dapat dibuktikan keberadaan dan kebenarannya dengan
akal seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir.
Dengan demikian, ideologi ini dibangun atas dasar akal.
Nah, oleh karena itu bangsa yang cerdas akan
menjadikan ideologi Islam sebagai solusi bagi persoalan negeri ini dengan
membuang jauh ideology kapitalisme, apalagi komunisme. Mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan Islam adalah menjadi keharusan bagi bangsa ini, selain karena
teruji kebenarannya, sebab berasal dari Allah yang Maha Benar, bukankah negeri
ini mayoritas muslim. Adalah kesalahan besar, jika seorang muslim justru
menjadikan kapitalisme dan komunisme sebagai ideologi negaranya. Seorang muslim
mestinya menjadikan Islam sebagai asar berpikir dan bersikap, sekaligus
menjadikan Islam sebagai ideologi negaranya.
(AhmadSastra,KotaHujan, 07/08/23 : 09.11 WIB)