MENELADANI DIMENSI ALTRUISTIK NABI IBRAHIM DAN ISMAIL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Altruisme atau altruistik adalah konsep yang menggambarkan sikap untuk bertindak demi kesejahteraan orang lain, bahkan seringkali harus mengorbankan kepentingan diri sendiri. Altruisme ditandai oleh niat yang tulus dan ikhlas untuk membantu orang lain atau berkontribusi pada kebaikan. Individu yang memiliki sifat altruistik mungkin terdorong oleh empati mendalam terhadap orang lain, rasa tanggung jawab sosial, atau nilai-nilai moral. Pribadi altruistik tidak hanya sampai pada simpati, namun empati yang melahirkan sikap dan tindakan.

 

Altruisme dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari tindakan kecil sehari-hari dalam membantu dan berbuat baik kepada orang lain hingga tindakan yang lebih besar, seperti menjadi relawan, memberikan sumbangan filantropi, atau bahkan pengorbanan diri demi kebaikan orang lain. Altruisme bisa dilakukan siapa saja untuk kebaikan apa saja. Altruisme bersifat universal dengan memahami bahwa nilai-nilai kemanusiaan adalah bagian dari misi semua orang.

 

Teori-teori tentang altruisme masih menjadi perdebatan di antara para peneliti dalam bidang psikologi, sosiologi, dan filsafat. Beberapa berpendapat bahwa altruisme dipicu secara intrinsik oleh keinginan untuk membantu orang lain, sedangkan yang lain berpendapat bahwa tindakan altruistik juga dapat dipengaruhi oleh faktor seperti reciprocité (balasan timbal balik), penguatan sosial, atau kepuasan pribadi. Artinya banyak faktor pendorong bagi orang yang melakukan kebaikan bagi orang lain. Termasuk dorongan spiritual juga menjadi aspek penting bagi lahirnya karakter altruistik ini.

 

Terlepas dari motivasi yang mendasarinya, altruisme memainkan peran penting dalam hubungan antarmanusia, memfasilitasi kerjasama, empati, dan solidaritas. Altruisme juga dapat berkontribusi pada perbaikan masyarakat secara keseluruhan dengan menciptakan lingkungan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang paling rentan.

 

Perlu dicatat bahwa altruisme tidak boleh disamakan dengan altruisme tanpa syarat, yang mengacu pada kecenderungan untuk membantu orang lain tanpa harapan reciprocité (timbal balik) atau penghargaan. Meskipun altruisme tanpa syarat terlihat ideal, menerapkannya dalam semua situasi dapat sulit dan menimbulkan pertanyaan kompleks tentang batasan dan konsekuensi dari bantuan tanpa pamrih. Idealnya sifat altruistik ini didorong oleh energi spiritual, dalam Islam disebut ridho Allah.

 

Secara umum, altruisme adalah perilaku yang melibatkan kepedulian terhadap orang lain dan upaya untuk mempromosikan kesejahteraan mereka, bahkan jika itu mengorbankan kepentingan diri sendiri. Ini adalah sifat yang dihargai dalam banyak budaya dan dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan solidaritas.

 

Sebagai agama sempurna, Islam juga mengajarkan dan mendorong praktik altruistik dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip ajaran Islam mendorong umat Muslim untuk berlaku baik terhadap sesama manusia dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

 

Beberapa konsep dalam Islam yang berkaitan dengan altruisme antara lain: Pertama, Zakat. Zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada mereka yang kurang beruntung. Ini adalah bentuk zakat yang diwajibkan untuk diberikan kepada golongan tertentu seperti fakir miskin, orang-orang yang terlilit hutang, para musafir yang terjebak, dan lain-lain. Praktik zakat mendorong kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat.

 

Kedua, sadaqah. Sadaqah merupakan bentuk sumbangan sukarela yang dapat diberikan oleh individu sesuai dengan kemampuannya. Sadaqah dapat berupa memberikan bantuan kepada orang miskin, membantu yatim piatu, menyumbangkan makanan kepada yang lapar, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan pentingnya kepedulian terhadap orang lain dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.

 

Ketiga, khidmat masyarakat. Islam mengajarkan pentingnya membantu dan melayani masyarakat secara luas. Memberikan bantuan kepada tetangga, merawat orang sakit, membantu dalam upaya membersihkan lingkungan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sukarela untuk kemaslahatan umum adalah beberapa contoh dari praktek khidmat masyarakat dalam Islam.

 

Keempat, kasih sayang dan perhatian terhadap sesama. Islam mengajarkan pentingnya memiliki sikap welas asih, kasih sayang, dan perhatian terhadap sesama manusia. Memperlihatkan empati, membantu orang dalam kesulitan, memberikan nasihat yang baik, dan merespons kebutuhan orang lain dengan penuh perhatian adalah beberapa sikap yang ditekankan dalam Islam.

 

Dalam ajaran Islam, kebaikan terhadap sesama manusia dianggap sebagai bentuk ibadah dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan menerapkan prinsip-prinsip altruisme ini, umat muslim diharapkan untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, empati, dan saling peduli.

 

Semua Nabi dan Rasul memiliki karakter altruistik, diantara contohnya adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Aspek altruistik Nabi Ibrahim bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam dan manusia seluruh dunia. Nabi Ibrahim (Abraham) adalah salah satu tokoh sentral dalam agama Islam dan dihormati sebagai salah satu nabi terbesar. Dalam sejarahnya, terdapat beberapa aspek altruisme yang terkait dengan kehidupan Nabi Ibrahim.

 

Pertama, keinginan untuk memperbaiki masyarakat. Nabi Ibrahim menunjukkan sifat altruistik dengan berusaha memperbaiki masyarakat dan menyebarkan ajaran tauhid (kepercayaan kepada Allah yang Maha Esa). Meskipun hidup di tengah masyarakat yang menyembah berhala, Nabi Ibrahim berjuang melawan penyembahan berhala dan mengajak orang lain untuk menyembah Allah yang hakiki.

 

Kedua, Pengorbanan pribadi: Salah satu aspek paling terkenal dari kehidupan Nabi Ibrahim adalah kisah pengorbanan putranya, Nabi Ismail (Ishmael), sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya sebagai tanda kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya. Meskipun hal ini merupakan pengujian yang sangat berat, Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan perintah Allah hingga pada akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba sebagai pengorbanan.

 

Ketiga, kebijaksanaan dan perjuangan untuk kebenaran. Nabi Ibrahim juga menunjukkan sifat-sifat altruistik melalui kebijaksanaan dan perjuangannya untuk menegakkan kebenaran agama Allah. Dia tidak takut untuk menentang kekuasaan dan otoritas yang korup yakni namrud, dan dengan penuh keberanian menyampaikan pesan tauhid dan mengajak manusia kembali kepada Allah.

 

Keempat, keterbukaan dan keramahan terhadap tamu. Nabi Ibrahim terkenal dengan keramahannya terhadap tamu yang datang kepadanya. Dalam cerita perjumpaannya dengan tiga tamu yang ternyata utusan Allah, Nabi Ibrahim dengan rendah hati menyambut mereka, memberi mereka makanan, dan memberikan mereka pelayanan yang baik. Hal ini menunjukkan sikap pemurah dan perhatiannya terhadap orang lain.

Dalam semua aspek ini, Nabi Ibrahim menjadi contoh teladan bagi umat Muslim tentang pentingnya sikap altruisme, pengorbanan, keberanian, kebijaksanaan, dan keramahan terhadap sesama. Ajaran-ajarannya menginspirasi umat Muslim untuk bertindak dengan belas kasihan, kebaikan, dan keadilan dalam menjalin hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

 

Jika membincangkan Nabi Ibrahim, maka belum sempurna tanpa membahas Nabi Ismail. Aspek altruisme Nabi Ismail juga tidak lebih indah dibandingkan ayahnya. Nabi Ismail adalah salah satu nabi yang juga memiliki aspek-aspek altruistik dalam kehidupannya. Meskipun dalam Al-Quran tidak banyak diceritakan tentang Nabi Ismail, terdapat beberapa aspek altruisme yang dapat ditemukan dalam kisahnya.

 

Pertama, kesediaan untuk dikorbankan. Dalam kisah pengorbanan yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, Nabi Ismail bersedia untuk dikorbankan demi ketaatan kepada Allah. Meskipun dia masih muda pada saat itu, Nabi Ismail menunjukkan ketundukan dan kesiapan untuk mengorbankan dirinya sebagai bentuk kesetiaan kepada Allah.

 

Kedua, kehidupan dalam ketaatan. Nabi Ismail hidup dalam ketaatan kepada Allah dan mengikuti ajaran yang diterima dari Nabi Ibrahim. Dia menunjukkan sikap sabar, tawakal, dan ketundukan terhadap kehendak Allah dalam kehidupannya. Ketaatan totalitas atas perintah Allah menjadi contoh yang indah bagi umat Islam selanjutnya. Sebab masuk Islam harus kaffah, bukan parsial. Ketaatan kepada Allah harus totalitas.

 

Ketiga, kontribusi dalam membangun Ka'bah. Dalam tradisi Islam, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dikaitkan dengan pembangunan Ka'bah di Makkah. Kisah ini menunjukkan kerja keras, dedikasi, dan kontribusi Nabi Ismail dalam membangun tempat suci yang menjadi pusat ibadah bagi umat Muslim di seluruh dunia. Ini adalah sifat altruistik yang luar biasa, sebab hingga kini Ka’bah menjadi kiblat umat Islam sedunia hingga hari kiamat.

 

Meskipun kisah-kisah tentang Nabi Ismail terbatas dalam sumber-sumber Islam, sikap-sikap altruistik seperti kesediaannya untuk mengorbankan diri dan hidup dalam ketaatan kepada Allah memberikan contoh tentang pentingnya pengorbanan, tawakal, dan ketundukan dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah dan dalam berhubungan dengan sesama manusia, khususnya dalam menghidupkan agama Allah sehingga Islam terus ada hingga masa kita hari ini.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,21/06/23 : 14.03 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.