ABU JAHAL MODERN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Abu Jahal adalah seorang tokoh penting dalam sejarah awal Islam. Nama aslinya adalah Amr bin Hisham, tetapi ia dikenal sebagai Abu Jahal yang berarti "bapak kebodohan" atau dalam bahasa betawi pekok alias dungu.  Abu Jahal adalah salah satu pemimpin suku Quraisy di Mekah pada masa Nabi Muhammad. Kekuasaannya telah menjadikan dirinya bodoh, yakni menolak kebenaran yang dibawa Rasulullah.

 

Abu Jahal termasuk di antara orang-orang yang paling keras menentang Nabi Muhammad dan dakwah Islam. Ia menjadi salah satu penganiaya utama terhadap para Muslim awal. Abu Jahal dan kelompoknya menerapkan berbagai tindakan dan strategi untuk melawan dan menghentikan penyebaran Islam. Tindakannya itu bukan karena tidak mengetahui kebenaran yang dibawa Rasulullah, namun karena kekuasaannya yang telah menyeretnya dalam kesombongan.

 

Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Abu jahal bukan orang yang tidak cerdas secara kognitif, namun kesombongannya telah membutakan hati dan akalnya, sehingga tak mau menerima kebenaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Puncak kebodohannya adalah ketika menyembah berhala dengan alasan mengikuti nenek moyangnya, meski percaya juga kepada Allah sebagai pencipta alam semesta.

 

Abu Jahal juga terkenal karena sifatnya yang kasar, sombong, dan penuh kebencian terhadap Islam dan pengikutnya. Ia secara terbuka mencemooh Nabi Muhammad dan mencoba menghina para Muslim. Namun, kegagasan dan keberanian Nabi Muhammad dan para pengikutnya akhirnya mengatasi perlawanan Abu Jahal dan orang-orang yang serupa dengannya.

 

Pada akhirnya, Abu Jahal terlibat dalam Pertempuran Badar pada tahun 624 M. Dia adalah salah satu dari beberapa pemimpin Quraisy yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Meskipun Abu Jahal berperan sebagai musuh Islam, namanya tetap dikenang dalam sejarah sebagai salah satu figur yang menentang keras awal perkembangan Islam.

 

Kebodohan abu jahal dan yang memusuhi Islam lebih di kenal sebagai masa jahiliyah. Kata "Jahiliyyah" (juga dieja "Jahiliyah" atau "Jahiliya") berasal dari bahasa Arab dan memiliki beberapa makna terkait dalam konteks Islam. Secara harfiah, "Jahiliyyah" berarti "kebodohan" atau "kejahilan". Dalam konteks sejarah Islam, istilah ini merujuk pada periode pra-Islam di Arab, di mana masyarakat Arab hidup dalam keadaan kejahilan dan jauh dari ajaran Islam.

 

Makna lebih luas dari "Jahiliyyah" adalah era kekafiran, kebodohan, dan kekerasan yang melanda masyarakat sebelum munculnya Islam. Era Jahiliyyah ditandai oleh ketiadaan panduan yang benar, kemunduran moral, praktik-praktik keagamaan yang salah, perbudakan, perselisihan suku, ketidakadilan, dan berbagai bentuk penyembahan berhala. Masyarakat Arab pada masa Jahiliyyah sering terlibat dalam konflik, kekerasan, dan perlakuan yang tidak adil terhadap wanita dan orang lemah.

 

Dalam konteks Islam, "Jahiliyyah" mengacu pada keadaan kejahilan dan kesesatan moral yang harus ditinggalkan dan digantikan dengan ajaran-ajaran Islam. Kedatangan Islam dianggap sebagai pembaharuan dan pembebasan dari kebodohan dan ketidakadilan yang melanda masyarakat Arab pada masa Jahiliyyah. Para penentang Islam saat itu, meski merupakan tokoh, pemimpin bahkan pemikir, akan dikenang sebagai manusia jahil, sebab tidak menggukan akalnya untuk menerima Islam.

 

Secara umum, Abu Jahal dianggap sebagai sosok yang cerdas dalam hal kecerdikan dunia atau keahlian strategis dalam urusan dunia. Ia memiliki kepemimpinan yang kuat dan kemampuan taktis yang diakui oleh sesama suku Quraisy di Mekah. Namun, penting untuk diingat bahwa kecerdasan dalam konteks ini tidak mengesampingkan perbuatan dan sikap negatif yang ditunjukkan Abu Jahal terhadap Islam dan pengikutnya.

 

Abu Jahal menggunakan kecerdasannya untuk melawan dan menghalangi penyebaran Islam serta menganiaya para Muslim. Ia mengorganisir boikot terhadap keluarga Nabi Muhammad dan mengadopsi berbagai taktik untuk mencemooh dan mematahkan semangat para Muslim. Namun, dalam konteks moral dan spiritual, Abu Jahal kurang dapat dianggap cerdas karena melawan kebenaran yang dihadirkan oleh Nabi Muhammad.

 

Dalam Islam, kecerdasan yang dihargai adalah kecerdasan moral, pengetahuan agama, dan kebijaksanaan. Dalam hal ini, Abu Jahal tidak dianggap sebagai sosok yang cerdas. Meskipun ia mungkin memiliki kecerdasan dalam hal dunia dan strategi, sikap dan tindakan negatifnya terhadap Islam dan kaum Muslim menunjukkan kekurangan kecerdasan moral dan spiritual.

 

Meskipun Abu Jahal dianggap sebagai salah satu tokoh yang cerdas dalam hal kecerdikan dunia atau strategi, julukan ini menggambarkan sikapnya yang jahat dan kejam terhadap Islam, yang berada di seberang nilai-nilai kebenaran dan kebajikan yang diperjuangkan oleh Islam.

 

Sejarah itu berulang dalam arti banyak manusia yang mengulangi peristiwa dahulu. Demikian pula yang namanya abu jahal, maka di zaman modern dengan karakter yang sama juga banyak abu jahal, yakni yang memusuhi Islam, menghina Islam, mengkriminalisasi para pejuang Islam dan menuduh pejuang Islam sebagai radikal radikul.

 

Jika dahulu, sistem jahiliah telah melahirkan kaum jahil seperti abu jahal, maka di zaman modern ini sistem kapitalisme demokrasi sekuler dan komunisme ateis telah melahirkan abu jahal-abu jahal modern, meski bisa jadi mereka dikenal sebagai orang yang cerdas dengan sederet gelar akademik. Namun, jika menolak Islam, maka disebut sebagai pekok, jahil, dan dungu, apalagi jika sampai memusuhi Islam.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,30/06/23 : 23/16 WIB)   

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories