[26] RAMADHAN TRANSFORMATIF



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra'd: 11).

 

Alhamdulillah kitatelah memasuki hari ke 26 dari Bukan Suci Ramadhan 1444 H. tak terasa waktu begitu cepat berlalu yang artinya kita akan segera ditinggalkan oleh tamu agung ini. Sudah optimalkah diri kita mengisi bulan cusi ini dengan berbagai aktivitas positif, produktif dan konstributif. Sudah optimalkan diri kita dan kekuarga menjadi keluarga trasnsformatif menuju lebih baoik dan lebih berkualitas di berbagai bidangnya ?

 

Kali ini kita akan mendiskusikan sebuah transformasi keluarga menjadi keluarga yang memiliki kedasaran politik Islam. Sebab sebagai konsekuensi keluarga dakwah dan perjuangan adalah harus memahami problematikan umat Islam di seluruh dunia dan solusinya dalam Islam. Keluarga dakwah dan perjuangan juga harus memahami konstelasi politik dunia yang akan mempengaruhi politik negara-negara. Kondis umat Islam harus dipandang dalam konstelasi politik dunia ini.

 

Karena itu keluarga politis harus memiliki intelektualitas yang mencukupi agar mampu membaca kondisi dunia ini dalam pandangan politik lantas memberikan solusi Islam agar dunia ini penuh kebaikan, keberkahan, kedamaian, kesejahteraan. Carut matur dunia akibat kebijakan sistem politik kapitalisme dan komunisnya harus mampu dibaca dengan baik oleh keluarga yang memiliki kesadaran politik Islam.

 

Persepsi mayoritas kaum muslimin tentang politik yang buruk, rusak dan kotor, bahkan tidak sedikit komunitas kajian ada yang mendudukkan masalah politik sebagai sesuatu yang najis, rendah tidak layak dikaji di rumah-rumah Allah, apalagi dimasukkan ke dalam materi ceramah atau pun khutbah, menjadi bukti bahwa persepsi politik yang berada di dalam pikiran mereka adalah politik dalam persepektif barat.

 

Memang begitulah politik ala barat yang memisahkan antara agama dengan politik. Padahal seorang tokoh orientalis V. Fitgerald dalam buku Muhammedan Law, menyatakan bahwa Islam bukan semata agama namun juga merupakan sebuah sistem politik. Tentu berbeda dengan pemahaman politik dalam Islam dimana hal ini merupakan sebuah kebajikan. Sebab politik Islam maknanya adalah mengurusi urusan rakyat dengan hukum Islam. Hukum Islam adalah hukum terbaik yang akan menebar rahmat bagi alam semesta. Ini adalah perkara penting, bahkan kedudukannya sebagai fardhu kifayah.

 

Sementara politik praktis sekulerisme adalah politik busuk yang telah menjerat banyak kaum mmuslimin, hingga para intelektual muslim. Kita pantas bersedih saat melihat sepak terjang kaum terdidik di negeri ini yang telah ‘terjerumus’ dalam kubangan politik praktis. Alih-alih menjadi pencerah bagi perjalanan bangsa dengan Islam, kaum intelektual justru ikut andil dalam kekeruhan bangsa. Bahkan kampus yang seharusnya independenpun telah terpapar pragmatisme politik demokrasi ini. Inilah tugas berat dakwah dan perjuangan untuk melakukan proses transformasi keluarga muslim di negeri ini agar memiliki orientasi politik Islam. Kaum intelektual memiliki peran penting dalam menentukan hitam putih suatu bangsa.

 

Setiap peradaban suatu bangsa selalu memposisikan kaum intelektualnya  dalam peran fundamental dan  terhormat sebagai sang pencerah di tengah gelapnya peradaban. Kaum intelektual senantiasa mendidik bangsa sekaligus membelanya  dari berbagai kepentingan yang hendak menghancurkan peradaban bangsa. Dengan pengetahuan mereka yang mendalam akan berbagai fakta yang terjadi, kaum intelektual adalah pihak yang paling paham dan peka terhadap perkembangan kondisi bangsanya.

 

Dalam perspektif peradaban Islam, kaum intelektual ini disebut sebagai orang-orang berakal (sehat). Al Qur’an  menyebut mereka yang menggunakan kecerdasan dan kapabilitas intelektualnya untuk mengambil pelajaran sebagai ulul albab. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ulul albab. (QS: 2:269). Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia (QS 12:111)

 

Karakteristik kaum intelektual dalam perspektif  Islam adalah mereka yang takut kepada Allah Rabbul 'Alamin (QS. Fathir : 28). Mereka adalah sosok mandiri dan tidak bergantung pada penghambaan kepada selain Allah. Mereka kuat karena berpijak pada kalimat tauhid yang Allah gambarkan sebagai kalimat thayyibah; akarnya menghujam kuat ke bumi, dan cabangnya menjulang ke langit (QS. Ibrahim : 24-25). Kemandirian mereka juga tercermin dalam sikap yang membenci pada taklid buta, yakni mengikuti atau membeo pada sesuatu yang tidak berdasarkan ilmu, melainkan pada kejahilan, emosionalitas, dan inferioritas (QS. Al-Israa': 36).

 

Peran intelektual sesungguhnya adalah mengawal politik peradaban suatu bangsa. Kaum intelektual adalah figur yang mengakar pada rakyat, bukan merambat ke atas kepada kekuasaan. Kaum intelektual adalah mereka yang beradab, memegang tegus prinsip keilmuwan, dan sederhana. Kaum intelektual bukanlah komunitas yang bergelimang dengan harta dan toleran kepada keburukan. Lisannya adalah perisai bagi peradaban bangsa, bukan tameng bagi kekuasaan politik pragmatis.  

 

Politik pragmatis berdasarkan sistem demokrasi mestinya menjadi perhatian penuh bagi kaum intelektual di negeri ini. Indonesia adalah negara yang secara ideologis tidaklah berdaulat sebagaimana cita-cita para pendahulu negeri ini. Secara filosofis, Indonesia sesungguhnya belum merdeka secara hakiki. Neo-kolonialisme dan neoimperialisme kapitalistik sesungguhnya telah lama mencengkeram bangsa ini pasca tumbangnya penjajahan fisik.

 

Lihatlah saat sumber daya alam yang melimpah sebagai anugerah dari Allah tidak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan rakyat di negeri ini. Bahkan tidak tanggung-tanggung, negeri ini justru terjerat rentenir dunia ribuan trilliun. Rakyat terjerat kemiskinan dan pajak yang tinggi. Padahal tujuan berdirinya negara, salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.

 

Negeri ini sesungguhnya  membutuhkan kaum intelektual yang sanggup berdiri di hadapan para penjajah untuk membela mereka dengan pengetahuan yang benar. Rakyat di negeri ini membutuhkan intelektual yang berani berkorban, berani mengungkapkan kebenaran. Rakyat Indonesia  membutuhkan intelektual sejati yang memahami persoalan fundamental bangsanya lantas bergerak memberikan solusi.  

 

Kaum intelektual sebagaimana Sokrates adalah yang mampu dan berani memisahkan yang jelek (salah) dari yang baik (benar), kemudian mereka memilih yang baik, walaupun dirinya harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh banyak orang.  Kaum intelektual tidak boleh menggadaikan ilmunya dengan iming-iming duniawi dari penguasa jika harus membenarkan kesalahan.

 

Kaum intelektual juga adalah mereka yang kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukan oleh orang lain. Mereka  mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat dan intelegensia.  Mereka menyampaikan ilmunya untuk memperbaiki masyarakatnya, memberikan peringatan kepada masyarakat dan penguasa dengan keyakinan dan keberanian. Demi kebenaran, seorang intelektual siap berkorban menerima resikonya.

 

Bagi kaum intelektual, menjual ilmu kepada penguasa adalah sebuah pengkhianatan atas peradaban. Adalah perilaku yang tidak beradab, jika kaum intelektual rela tunduk kepada penguasa demi memuaskan penguasa dengan membuat fatwa legetimasi perilaku salah penguasa. Kekuasaan politik pragmatis yang mendapat sokongan dari kaum intelektual yang berkhianat adalah preseden buruk bagi robohnya peradaban suatu bangsa.

 

Islam dengan tegas telah memberikan tugas kepada para intelektual, ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 16 : 125).

 

Karena itu, melengkapi opini Israr Iskandar, penulis menegaskan bahwa kerja intelektual bukan hanya sebatas pemikiran akademik di kampus, namun juga melakukan gerakan politik peradaban bangsa dengan landasan ilmu dan iman. Sepakat dengan pendapat Israr, bahwa kaum intelektual harus berdiri tegak menjaga jarak dengan pintu kekuasaan. Jika perlu para penguasalah yang mengetuk pintu rumah kaum intelektual untuk mendapat pencerahan.  

 

Keluarga muslim harus mentransfomeasi menjadi keluarga yang berpikiran politis dalam memandang segala macam persoalan negeri ini dengan sudut pandang Islam. Berpikir politis bisa diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menganalisisproblematikan bangsa ini dengan sudut pandang  politik dan inilah yang dimaksud bahwa keluarga yang memiliki kesadaran politik Islam. Hal ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan mengevaluasi kebijakan publik, memahami perbedaan pandangan politik, dan memahami bagaimana proses politik berlangsung di masyarakat, serta bagiamana Islam memberikan solusi secara politik.

 

Berpikir politis juga dapat melibatkan kemampuan untuk memahami dan mengevaluasi peran dan tanggung jawab pemerintah, partai politik, dan warga negara dalam proses politik. Selain itu, berpikir politis juga dapat melibatkan kemampuan untuk memahami dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari kebijakan publik dan proses politik.

 

Berpikir politis bagi keluarga muslim bukan hanya tentang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang politik, tetapi juga tentang kemampuan untuk mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pemahaman tersebut dengan memberikan pencerahan politis kepada masyarakat dan para pemimpin di negeri ini. Kesadaran politik Islam dalam keluarga dapat diartikan sebagai pemahaman keluarga muslim  tentang segala bentuk  kepengurusan rakyat menurut Islam. Kesadaran politik keluarga muslim juga memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi pada masyarakat adalah akibat kebijakan politik suatu negara.

 

Membentuk keluarga yang sadar politik dapat dimulai dengan meningkatkan pemahaman keluarga tentang politik dan proses politik yang terjadi di masyarakat lantas menganalisanya dengan sudut pandang politik Islam ideologis.  Mengadakan diskusi terbuka dengan anggota keluarga tentang isu-isu politik yang penting dan cara-cara untuk mengambil bagian dalam proses politik adalah salah satu cara untuk melakukan proses transformasi menuju keluarga muslim yang memiliki kesadaran politik Islam.

 

Ada cara lain yakni mengikuti berita politik dan membahasnya bersama-sama dengan keluarga dapat membantu meningkatkan pemahaman keluarga tentang isu-isu politik dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari.Mengunjungi kantor pemerintah lokal atau provinsi dan bertemu dengan pejabat pemerintah dapat membantu keluarga memahami bagaimana pemerintah bekerja dan memberikan kesempatan untuk bertanya tentang kebijakan publik untuk bisa ditimbang dengan standar politik Islam.

 

Melibatkan anggota keluarga dalam pemilihan umum atau pemilihan lainnya dapat membantu meningkatkan kesadaran politik dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses politik. Memperkenalkan keluarga pada aksi politik positif seperti demonstrasi damai atau kampanye sosial yang dapat membantu meningkatkan kesadaran politik dan memberikan kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan publik, tentu dengan menyampaikan bagiamana solusi Islam atas kepengurusan rakyat di negeri sekuler ini.

 

Membentuk keluarga yang sadar politik dapat membantu meningkatkan partisipasi anggota keluarga dalam proses politik dan memastikan mereka memiliki pengaruh yang positif pada kebijakan publik. Hal ini juga dapat membantu keluarga untuk memahami isu-isu sosial dan lingkungan yang kompleks dan memberikan kesempatan untuk bekerja bersama untuk memperbaiki kondisi masyarakat secara keseluruhan dengan solusi Islam.

 

Karena itu Ramadhan ke 26 ini idealnya menjadi momentum transformatif menuju keluarga yang memiliki kesadaran politik Islam di tengah carut marut bangsa akibat penerapatan ideologi kapitalisme sekuler ini. Kesadaran politik Islam dapat diartikan sebagai pemahaman dan kesadaran keluarga tentang peran dan tanggung jawab mereka dalam proses politik dan kebijakan publik yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Hal ini mencakup pemahaman tentang prinsip-prinsip keadilan, toleransi, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab sosial dalam Islam.

 

Beberapa cara untuk meningkatkan kesadaran politik Islam adalah sebagai berikut: pertama, mempelajari prinsip-prinsip politik Islam. Mempelajari prinsip-prinsip politik Islam melalui bacaan atau kajian dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip-prinsip politik dalam Islam, termasuk hak-hak dan tanggung jawab masyarakat dalam proses politik. Itulah mengapa anggota diwajibkan untuk mengikuti kajian ideologis agar memiliki pemahaman politik Islam.

 

Kedua, menggunakan media sosial dengan bijak sebagai media dakwah politik Islam. Menggunakan media sosial untuk membahas isu-isu politik dan kebijakan publik dengan bijak dapat membantu meningkatkan kesadaran politik Islam dan memperluas wawasan dan pandangan. 

 

Ketiga, membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai Islam di keluarga. Mengambil keputusan politik berdasarkan nilai-nilai Islam seperti keadilan, kebenaran, dan kebaikan dalam keluarga dapat membantu mengembangkan kesadaran politik Islam anggota keluarga sehingga tergambar bagiamana jika kelak tegak daulah Islam yang akan menerapkan ideologi Islam.

 

Nah karena itu, orang tua sudah harus ada upaya mengajak anak-anaknya untuk peduli dengan yang terjadi dan terindra oleh mereka, baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Jangan sampai remaja cuek dengan program-program yang mengatasnamakan edukasi kepada pelajar. Kepedulian anak terhadap setiap fakta yang terindra olehnya harus setiap saat. Proses pengulangan ini akan menumbuhkan kepekaan. Dari sini akan terbentuk kebiasaan menilai fakta tersebut, benar adanya atau tidak.

 

Oleh karena itu, perlu kehadiran keluarga dan komunitas yang kondusif bagi anak agar mereka dapat mengungkapkan segala yang terindra setiap harinya. Harapannya, mereka mendapat respons yang sejalan, serta terjadi diskusi yang hidup. Misalnya, kita bisa berdiskusi dengan remaja tentang utang negara. Kita mengatakan, “Utang negara bukan sesuatu yang negatif, utang boleh asal pengelolaan dan pembayarannya juga dilakukan dengan tepat. Kalian tidak usah khawatir mikirin utang negara yang sudah mencapai Rp6.711,52 triliun.” Kemudian, lihat respons dan timbal balik terhadap pernyataan tersebut.

 

Diskusi yang berulang hingga menjadi kebiasaan di keluarga muslim akan mengasah kecerdasan anak-anak. Mereka akan terbiasa membaca dan mendiskusikan informasi, serta peristiwa yang terindra, bukan berandai-andai atau mengkhayal seperti kebanyakan remaja hari ini.

 

Meningkatkan kesadaran politik Islam penting untuk memastikan partisipasi masyarakat yang aktif dalam proses politik dan untuk memastikan kebijakan publik yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan keadilan sosial. Hal ini dapat membantu memperkuat kekuatan dan pengaruh keluarga dalam masyarakat dan mempromosikan kesejahteraan sosial menurut Islam  bagi negara.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,17/04/23 : 10.10 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories