Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd: 11).
Alhamdulillah, kembali kita berjumpa di Ramadhan transformatif, kali ini edisi ke 14 yang artinya kita telah melewati ibadah puasa hari ke tiga belas. Dengan harapan besar semoga kita bisa sampai garis finish Ramadhan 1444 H. Mensyukuri kehadiran Ramadhan adalah bahagia menyambut dan mengisi dengan amal-amal ibadah. Hidup memang lelah, namun di bulan Ramadhan lelah kita mestinya lillah sehingga menjadi ibadah karena akan mendapatkan pahala melimpah.
Kita masih akan mendiskusikan masalah keluarga yang fokus kepada pendidikan anak. Anak adalah amanah dari Allah untuk dididik menjadi manusia sesungguhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa. Sebab hitam putih dan tumbuh kembang anak sangat bergantung kepada pola pendidikan kedua orang tuanya di rumah.
Memastikan orang tua memberlakukan pendidikan Islam dan menyekolahkan di lembaga pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan sebagai bentuk tanggungjawab. Karena itu penting kita melakukan perubahan orientasi pendidikan anak di tengah tantangan zaman yang kian menggila ini. Membekali aqidah, akhlak, ibadah, ilmu dan mentalitas mandiri adalah sebuah keharusan bagi orang tua kepada anak-anaknya.
Anak adalah manusia, maka orang tua harus tahu apa hakikat manusia, jika ingin melakukan upaya pendidikan kepada mereka. Banyak pandangan para ahli tentang manusia. Naquib Al Attas memandang keberadaan manusia di dunia ini dilengkapi dengan dua keadaan. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh, artinya makhluk jasadiyah sekaligus ruhaniah. Realitas yang mendasari dan prinsip yang menyatukan apa yang kemudian dikenal sebagai manusia bukanlah perubahan jasadnya, melainkan keruhaniaanya.
Dengan demikian, ketika bergelut dengan sesuatu yang berkaitan dengan intelektual dan pemahaman, ia (yaitu, ruh manusia) disebut ’intelek’, ketika ia mengatur tubuh, ia disebut ’jiwa’ ketika sedang mengalami pencerahan intuisi, ia disebut ’hati’ dan ketika kembali ke dunianya yang abstrak, ia disebut ’ruh’. Pada hakekatnya, ia selalu aktif memanifestasikan dirinya dalam keadaan-keadaan ini.
Berangkat dari unsur ruh inilah yang kemudian menjadikan manusia memiliki keterikatan khusus dengan Allah sebagai pencipta. Manusia sebelum dilahirkan atau waktu sebelum perpisahan (time of the preparation), ruhnya telah mengadakan perjanjian, karena manusia memiliki keberutangan dengan Allah sang pencipta dirinya.
Pandangan berbeda dikemukakan oleh Socrates, bahwa manusia itu mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk itu. Manusia mengurus dirinya dan alam berdasarkan manusia itu sendiri. Manusia adalah sentral segalanya. Plato berpendapat bahwa manusia terdiri dari tiga dimensi utama yakni ruh, nafsu dan rasio. Rasio digunakan manusia untuk dapat mengendalikan kedua dimensi yang lain. Ibarat seorang kusir kereta yang mengendalikan dua ekor kuda yang hitam dan putih sebagai gambaran nafsu dan ruh.
Berdasarkan ketiga unsur tadi, Plato membagi manusia menjadi tiga golongan. Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya adalah meraih pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi oleh ruh yang hasrat utamanya adalah meraih reputasi. Ketiga, manusia yang didominasi oleh nafsu yang hasrat utamanya adalah meraih materi. Tugas rasio adalah mengontrol roh dan nafsu.
Jelas konsepsi ini bertentangan konsepsi yang dibangun Islam. Dari cara pandang inilah kelak yang memberikan warna yang sangat berbeda antara konsep pendidikan di Barat sekuler dengan konsep pendidikan Islam. Konsepsi manusia yang utuh dengan berbagai dimensi yang menjadi satu dalam diri manusia sebagai obyek pendidikan sejalan dengan pendapat Al Faruqi yang mengungkapkan bahwa manusia merupakan kajian yang paling menarik dalam pendidikan, sebab manusia merupakan mahakarya Allah SWT terbesar.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan dan menjadi sejarah dan ia makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawan dan syarat-syarat yang diperlukan. Manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga dalam hubungan timbale balik dengan dunianya dan sesamanya. Ada unsur lain dalam diri manusia yang dengannya manusia dapat mengatasi dunia dan sekitarnya serta dirinya sebagai jasmani, unsur itu namanya jiwa.
Al Ghazaly yang hidup pada abad pertengahan tidak terlepas dari kecenderungan umum pada zamannya dalam memandang manusia. Di dalam buku-buku filsafatnya ia mengatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah yaitu an nafs (jiwanya). Yang dimaksud an nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al makulat) yang berasal dari alam malakut atau alam amr.
Ini menunjukkan esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat. Dan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Keberadaannya tergantung kepada fisik. Alam al amr atau alam malakut adalah realitas di luar jangkauan indra dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang. Sebagai lawan dari alam al khalq atau alam mulk yaitu dunia tubuh dan aksiden-aksidennya esensi manusia, dengan demikian an nafs adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui (Bashirah).
Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran transendental dimana kesejatian manusia adalah sesuatu yang bukan fisik. Dengan kesejatian inilah manusia menunaikan baktinya kepada Allah sebagaimana fitrahnya. Al Qur'an telah banyak mengungkapkan tentang apa dan siapa manusia sebenarnya.
Hal ini sejalan dengan firman Allah : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar Ruum : 30)
Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Pendidikan keluarga mestinya upaya mengembangkan anak menuju fitrah sejatinya, yakni manusia beriman dan bertaqwa atau anak yang berkepribadian Islam, memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, bukan manusia kufur dan durhaka kepada Allah.
Nah, bagaimana dengan lembaga pendidikan di negeri ini, apakah telah mampu mengantarkan peserta didik menjadi generasi beriman atau bertaqwa, atau malah sebaliknya ? Melihat fenomena kehancuran moral anak bangsa ini, wajar jika menjadi keprihatianan yang mendalam bagi semua kelangan. Keluarga, masyarakat dan sekolah sebagai tripusat pendidikan hampir tak lagi bisa mengendalikan laju kerusakan moral ini.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.
Dalam proses pendidikan, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Rendahnya mutu pendidikan yang berkaitan dengan pendidik atau bisa, bisa dirangkum dalam dua hal : Pertama, kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancanagan dan pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan potensi peserta didik.
Hal ini bisa didapati banyaknya guru yang kurang memahami terori, model dan metode pembelajaran. Dalam mengajar masih memakai metode yang model pembelajaran yang monoton. Padahal jika guru mampu memakai model dan metode yang tepat, ini akan mempercepat tercapainya target pembelajaran.
Kedua, berkaitan dengan kemampuan profesional guru, yaitu, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas. Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Mayoritas guru kurang dalam menguasai materi pelajaran dan kurang wawasan yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar.
Hal ini karena banyak guru tidak mencari referensi yang lain untuk menambah wawasan pengetahuannya. Guru mencukupkan dengan buku paket yang yang telah disiapkan pemerintah. Padahal buku paket itu seharusnya dipakai acuan materi pengajaran, dan tetap guru harus memperkaya dan memperluas wawasan berkaitan dengan disiplin ilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diampu dengan buku-buku yang lain yang bersesuaian.
Oleh karena itu tidaklah mudah memiliki lembaga pendidikan untuk tumbuhkembang anak menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak, ahli ibadah, ahli ilmu dan memiliki keterampilan hidup. Orang tua harus benar-benar mengubah terlebih dahulu orientasi pendidikan anak-anak, lantas mencari sekolah yang sesuai dengan orientasi ini. Anak-anak harus diorientasikan kepada kehidupan akhirat, bukan sebatas kesuksesan duniawi semata.
(AhmadSastra,KotaHujan,05/04/23 : 09.47 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Kita sebagai orang tua harus bijak memilih pendidikan tuk anak kita. Artikel yang bagus . Barakallah fii ilmii ustadz
BalasHapus