HANYA ORANG RASIS DAN GILA YANG BAKAR AL QUR’AN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Tindakan rasis pemicu konflik berupa pembakaran salinan Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan Denmark garis keras Swedia di Stockholm (21/1) yang dilakukan saat demonstrasi anti-Turki dan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO menunjukkan bahwa islamopobia semakin menggila, dilakukan oleh orang-orang gila dan didukung oleh aturan yang gila juga. Hanya orang gila dan rasis lah yang nekad membakar al Qur’an, kitab suci dan disucikan oleh umat Islam seluruh dunia. Jika orang normal dan punya akan sehat, tidak mungkin akan melakukan tindakan gila itu. Lebih gila lagi saat perilaku abnormal itu didukung oleh peraturan negara atas nama kebebasan berekspresi.

 

Kegilaan atas nama kebebasan berekspresi di negara-negara demokrasi bukan sekedar tindakan individual, namun memang diakui oleh konstitusi. Islamopobia ini bukan hanya berupa pembakaran al Qur’an, namun sering terjadi juga berupa kriminalisasi dan diskriminasi atas muslim, serangan kepada masjid, aksi kekerasan atas muslim, pelarangan jilbab dan burdah dan lain sebagainya. Islamopobia di Barat itu didukung oleh konstitusi negara dan bahkan media-media yang ada.

 

Paludan itu hanya satu dari ribuan orang-orang abnormal pendengki Islam dengan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan narasi toleransi yang selama ini didengung-dengungkan di dunia Barat. Barat itu standar ganda dalam kebijakan politiknya. Di satu sisi mengkampanyekan kebebasan berekspresi, namun jika umat Islam mengekspresikan kebebasannya untuk menjalankan ajaran agamanya, seperti memakai cadar, barat justru menuduhnya sebagai kaum radikal dan ekstrimis. Sementara jika orang Barat melakukan kebebasan seperti homoseksual justru didukung sebagai bagian dari HAM. Inilah jahatnya barat, termasuk Swedia yang tidak melarang Poludan, bahkan aksinya dijaga oleh sejumlah polisi.

 

Pembakaran al Qur’an oleh Poludan tentu saja sebagai tindakan rasis yang menyakiti umat Islam sedunia. Sementara umat Islam sedang dalam keadaan lemah karena tiadanya institusi negara, sehingga umat Islam hanya bisa marah dan mengecam, namun tidak bisa melakukan tindakan hukum tegas, sebab negeri-negeri muslim juga menerapkan ideologi demokrasi sekuler yang mendewakan kebebesan dan HAM. Inilah dilema umat Islam hari ini, disaat agamanya dihina oleh kaum kafir, namun tidak bisa melakukan tindakan apapun, kecuali hanya sebatas kecaman.

 

Hal ini sangat berbeda saat umat Islam memiliki institusi negara. Dikisahkan bahwa Sultan Abdul Hamid II (berkuasa 31 Agustus 1876–27 April 1909), yang merupakan Sultan ke-34 Kekhalifahan Utsmaniyah atau Ottoman Empire, pernah marah besar dengan kelakuan pemerintah Prancis. Dalam salah satu serial Payitaht: Abdülhamid, Sultan Abdul Hamid yang dikenal lembut tidak bisa lagi menahan emosi ketika mendapat kabar Prancis akan menggelar pertunjukan teater yang menampilkan tokoh utama Nabi Muhammad SAW.

 

Padahal film Payitaht bersumber dari catatan harian Sultan Abdul Hamid saat menjabat sebagai Khilafah. Bahkan, keturunan langsung Abdul Hamid, yaitu Orhan Osmanuglu ikut dilibatkan dalam pembuatan film ini agar cerita sesuai dengan sejarah yang sebenarnya, meski ada improvisasi percakapan di dalamnya. Hal beginipun telah menjadikan seorang khalifah marah besar, apalagi jika terjadi penistaan dan penghinaan, seperti pembakaran al Qur’an.

 

Mengapa pemerintah Swedia mengizinkan Paludan bakar Al-Qur'an, tentu saja ini merupakan garis politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam.

 

Kedua, hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekelahan perang salib dan ditaklukkannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa dipermalukan oleh Islam. Maka, disaat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masayarakat Barat.

 

Faktor lainnya adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam karena adanya propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika. Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat. Sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya. Peristiwa runtuhnya WTC di Amerika yang sebenarnya direkayasa oleh mereka sendiri, namun digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam. Media-media Barat terus mempropagandakan, sehingga dunia terbuai.

 

Kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara akan terus dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan. Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang.

 

Dengan peristiwa ini, apa yang seharusnya dilakukan para penguasa negeri Islam atas masalah ini? Mengapa?. Dalam ajaran Islam, penghina Islam itu dihukum mati oleh negara. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibnu Taimiyah, sesiapa yang menghina Islam secara umum dihukum mati oleh negara Islam, baik pelakunya muslim maupun kafir. Apakah negara-negara muslim ada yang berani melakukan tindakan hukuman mati kepada para penista Islam, tentu saja tidak bisa, sebab konstitusinya tidak mendukung. Idealnya negeri-negeri muslim tidak hanya sebatas mengecam, tapi melakukan tindakan tegas dengan memberlakukan hukuman mati bagi siapapun yang menghina Islam, Allah, Rasulullah dan Al Qur’an. Mestinya Rasmus ini dihukum mati dengan digantung di depan umum.

 

Padahal jika ditanya secara serius, apa sesungguhnya salahnya Islam, salahnya al Qur’an dan atau salahnya Rasulullah. Tidak ada yang salah kan ?. Yang ada adalah kebencian kaum kafir kepada Islam. Padahal sebenarnya Islam justru agama yang akan menjadikan dunia ini lebih baik. Namun sayangnya, tiadanya negara Islam inilah yang menjadikan negeri-negeri muslim tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengecam disaat Islam dihina. Sementara negara Islam bukan hanya mengecam, namun akan melakukan tindakan nyata.

 

Para kepala negara muslim mestinya sadar akan islamopobia ini sebagai proyek barat untuk menghancurkan Islam, bukan malah ikut-ikutan mendukung propaganda Barat dengan membenci Islam dan ikut melakukan berbagai tuduhan keji kepada ajaran Islam. Kepala negara akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas sikapnya disaat agama Allah ini dihina. Maka, idealnya ada negara muslim yang melakukan tekanan dan tindakan nyata atas penghinaan Islam ini.

 

Namun, sayang yang terjadi di negeri-negeri muslim justru membebek Barat dan tidak membela Islam bahkan juga tidak menerapkan hukum-hukum Islam sebagai konstitusi negaranya, namun terjebak kepada nasionalisme yang memecah-belah negeri-negeri muslim. Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim lemah seperti buih di lautan, bahkan seperti makanan yang diperebutkan banyak orang.  Mengabaikan hukum Islam juga merupakan bagian dari penghinaan kepada agama ini. Islam adalah agama benar dan umat Islam dilarang untuk mencari jalan di luar Islam.

 

Seorang muslim adalah orang yang tunduh patuh kepada ajaran Islam yang datang dari Allah. Seorang muslim semestinya menjadikan Islam sebagai sumber kebenaran dan timbangan sekaligus. Seorang muslim tidak semestinya menjadikan Barat sebagai sumber konstitusi. Sebab Allah meralang seorang muslim mencari agama selain Islam, sebab hanya Islam yang benar dan jalan keselamatan dunia akhirat. Ketaqwaan ini bukan hanya berlaku untuk individu muslim, namun berlaku juga bagi negara, yakni negara yang bertaqwa, menerapkan Islam secara kaffah di semua aspeknya.

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS At Taubah ayat 33). Dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu (QS Al Maidah ayat 3). (Demikianlah) hukum Allah, yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu.” (QS Al Fath 23).

 

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19). Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi (QS Ali Imran : 85).

 

(AhmadSastra,KotaHujan,31/01/23 : 11.48 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.