Oleh : Ahmad Sastra
Setiap memasuki bulan Rabiul Awwal suasana kerinduan dan kecintaan umat muslim kepada sosok Baginda Nabi Muhammad saw semakin terasa. Berbagai kegiatan keagamaan semarak diselenggarakan oleh umat muslim sedunia sebagai ekspresi kebahagiaan, kerinduan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Maulid Nabi saw. diperingati. Bacaan shalawat atas beliau bergema di seluruh penjuru dunia, baik di kota maupun desanya.
Namanya Tsauban dan sering dijuluki Maula Rasulullah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang tidak mau pulang ke Yaman setelah pembebasan dirinya. Beliau memutuskan untuk selalu membersamai Rasulullah, menjadi pelayan setia beliau. Tsauban memeluk Islam dan menjadi pelayan Nabi Muhammad sehingga menjadi salah satu sahabat yang mengetahui tentang kegiatan, perilaku Rasulullah yang dimasukkan dalam hadis.
Suatu hari Rasulullah melihat Tsauban dengan muka bersedih seperti sedang sakit. Dari raut mukanya terlihat menyimpan gurat kesedihan yang sangat mendalam. Kondisi itu tidak seperti biasanya, sebab Tsauban adalah sahabat yang senantiasa berbahagia karena selalu membersamai Rasulullah.
"Kenapa wajahmu masam begitu, Tsauban?". Tanya Rasulullah. "Tidak apa-apa, Rasulullah". Jawabnya. "Aku tidak sakit. Hanya, kalau tidak melihatmu, aku kesepian. Kemudian, kalau teringat akhirat, andai aku masuk surga, aku takut tak dapat melihatmu lagi. Sebab, kau diangkat ke surga tertinggi bersama para Nabi. Lalu, mana tempatku dibanding tempatmu ?. Mana peringkatku dibanding peringkatmu ?. Dan, jika aku tidak masuk surga, niscaya aku tak dapat melihatmu lagi selamanya, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih".
Pujian atas kemuliaan pribadi Rasulullah saw. telah dinyatakan oleh Allah SWT : Kami telah meninggikan bagimu sebutan (nama)-mu (QS al-Insyirah [94]: 4). Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fî Zhilâl al-Qur’ân, menafsirkan firman Allah SWT di atas: “Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam yang tinggi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di muka bumi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam semesta ini. Kami meninggikannya setiap kali bibir manusia mengucapkan kalimat ‘Lâ ilâha illalLâh, Muhammad RasûlulLâh.’ Di atas itu tidak ada lagi kedudukan setinggi itu. Ini adalah kedudukan yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Tiada seorang manusia pun selain beliau yang memiliki kedudukan tersebut di seluruh jagat ini.” (Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân, 6/688).
Begitulah kisah cinta yang sangat mendalam seorang Tsauban kepada Baginda Rasulullah SAW. Cinta yang dilandasi oleh keimanan, cinta karena Allah. Cinta Tsauban adalah cinta sampai mati, cinta dunia akhirat. Begitu tidak melihat Rasulullah, meskipun hanya sejenak, Tsauban seolah kehilangan semangat hidup, bahkan nampak seperti orang sedang sakit.
Rasulullah terharu dengan jawaban Tsauban tersebut. Beliau juga menjadi kasihan dengan pelayannya itu, karena melihat kondisi fisik dan psikologinya. Namun tak lama setelah itu turun wahyu kepada Rasulullah, yaitu Al-Qur’an Surat (QS) An Nisaa’ ayat 69 yang menjawab kegundahan Tsauban bahwa kelak siapapun yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para orang shaleh.
Allah berfirman : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Rasulullah saw. adalah satu-satunya pribadi yang wajib diteladani dalam semua hal; sebagai ahli ibadah, sosok yang berakhlak mulia, suami yang lembut, ayah dan kakek teladan, panglima perang, juga sebagai kepala negara terbaik. Salah satu pembuktian cinta Rasulullah adalah ketaatan sepenuhnya kepada seruan Rasulullah.
Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum di antara mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh." Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).
Nah, di hari kelahiran Rasulullah ini, semoga kita menjadi para pecinta Rasulullah sebagaimana Tsauban yang begitu mendalam cintanya kepada beliau. Tentu saja hal ini bisa terjadi kepada Tsauban, sebab beliau masih hidup bersama Rasulullah.
Bagi kita yang tak lagi bersama Rasulullah, maka kecintaan kita kepada beliau mesti diekspresikan dengan kerinduan, ketaatan, pembelaan dan perjuangan Islam sebagaimana Rasulullah juga memperjuangkan Islam agar menjadi pandangan hidup manusia, demi keselamatan di dunia dan akhirat. Meneladani Rasulullah sebagai bentuk cinta harus secara keseluruhan, sebab Rasulullah adalah satu-satunya teladan bagi setiap mukmin.
Di antara keteladanan Nabi saw. yang wajib ditiru adalah kepemimpinan beliau atas umat manusia. Rasulullah saw. bukan sekadar pemimpin spiritual tanpa kekuasaan, seperti Paus di Vatikan, tetapi juga kepala Negara Islam pertama. Rasulullah saw. menyusun Piagam Madinah. Beliau mengangkat para wali (gubernur) dan hakim. Beliau memimpin dan mengirim pasukan serta mengangkat para komandan perang. Beliau mengatur perekonomian. Beliau pun mengirim para utusan untuk menyampaikan dakwah Islam ke berbagai kabilah, termasuk ke Kekaisaran Romawi dan Persia.
Rasulullah saw. adalah pemimpin negara yang sukses. Saat beliau wafat, luas kekuasaan Islam telah meliputi seluruh Jazirah Arab. Jumlah pengikutnya terus bertambah. Pengaruh agama Islam yang beliau bawa juga terus menyebar. Tidak aneh jika kepemimpinan Rasulullah saw. mengundang pujian dari berbagai cendekiawan dan orientalis. Di antaranya dari Dr. Zuwaimer, orientalis Kanada, dalam bukunya, Timur dan Tradisinya. Dia mengatakan, "Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad adalah pemimpin agama terbesar. Bisa juga dikatakan bahwa dia adalah seorang reformis, mumpuni, fasih, pemberani dan pemikir yang agung."
Berikut ini adalah sejumlah karakter kepemimpinan Nabi saw. : Pertama, Nabi saw. menerapkan syariah Islam secara total. Tidak ada satu pun perintah atau larangan Allah SWT yang beliau abaikan. Setiap kali turun hukum Allah SWT, seketika hukum itu beliau berlakukan di tengah-tengah umat tanpa menunda atau mengurangi pelaksanaannya.
Kedua, Rasulullah saw. memberlakukan hukum secara adil. Tidak ada privilege atau keistimewaan hukum walaupun terhadap keluarga beliau sendiri. Beliau tak akan segan menjatuhkan sanksi pidana walau terhadap putri kesayangannya sendiri, Fatimah ra., sebagaimana sabda beliau : Demi Allah, sungguh andai Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR al-Bukhari).
Ketiga, Rasulullah saw. senantiasa memperhatikan dan melayani kepentingan rakyat. Beliau, misalnya, memerintahkan Baitul Mal untuk melunasi utang-utang kaum fakir-miskin. Inilah pendapat yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya saat menjelaskan firman Allah SWT : Nabi itu lebih utama bagi kaum Mukmin daripada diri mereka sendiri (TQS al-Ahzab [33]: 6).
Keempat, Rasulullah saw. menjaga ketertiban masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran seperti kecurangan dalam perdagangan, konflik dan tindak kriminal lainnya. Nabi saw. pernah mendapati seorang pedagang yang mencampur makanan yang kering dan basah akibat terkena air hujan. Beliau memerintahkan pedagang tersebut untuk meletakkan makanan basah itu di tempat yang mudah terlihat orang-orang. Beliau lalu menegur dia : Siapa saja yang menipu maka dia bukan dari golonganku (HR Muslim).
Kelima, Rasulullah saw. memimpin
pengadilan dan mengatur tata tertib pengadilan bagi para hakim. Dengan itu
pengadilan dapat berjalan dengan adil tanpa menzalimi siapapun. Beliau bersabda
: Andai setiap orang diberi sesuai dengan tuduhan (dakwaan) mereka, tentu akan
ada orang-orang yang mudah menuntut harta dan darah suatu kaum. Namun (yang
benar), barang bukti wajib atas penuduh (pendakwa), dan sumpah wajib atas orang
yang menolak tuduhan (dakwaan) (HR al-Baihaqi).
Keenam, Rasulullah saw. memang memungut jizyah dari kaum kafir ahludz dzimmah dan memberlakukan sejumlah hukum syariah atas mereka. Namun, beliau pun melindungi mereka dari tindak kezaliman. Beliau juga membebaskan mereka untuk menjalankan ibadah, makan-minum, pernikahan sesuai agama mereka. Beliau bersabda:
Ingatlah, siapa saja yang menzalimi, merendahkan dan membebani seorang kafir mu’ahad melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari dirinya tanpa keridhaannya, maka aku menjadi lawannya pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud).
Ketujuh, Nabi saw. melindungi Islam dan kaum Muslim dari setiap gangguan. Beliau memerangi dan mengusir Yahudi Bani Qainuqa’. Pasalnya, mereka melecehkan kehormatan seorang Muslimah dan membunuh seorang pedagang Muslim. Rasulullah saw. juga mengusir Yahudi Bani Quraizhah. Sebabnya, mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy menyerang kaum Muslim. Hal itu melanggar perjanjian damai bersama.
Kedelapan, Rasulullah saw. mengutus sejumlah delegasi ke berbagai kabilah, kerajaan dan kekaisaran untuk mendakwahkan Islam kepada mereka. Beliau pun memimpin jihad dalam rangka menyebarkan Islam atau mengirim saraya (pasukan yang dipimpin para Sahabat) untuk berjihad.
(AhmadSastra,08/10/22 : 15.00 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad