CATATAN UNTUK REKOMENDASI LD PBNU ATAS WAHABI : ANTARA INKONSISTENSI DAN POLARISASI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta agar pemerintah membuat regulasi yang melarang penyebaran paham wahabi melalui majelis taklim, media online maupun media sosial di Indonesia. Hal itu merupakan salah satu poin hasil rekomendasi eksternal dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah PBNU yang digelar di Asrama Haji Jakarta, 25-27 Oktober 2022.

 

LD PBNU berpandangan kelompok yang mengikuti paham wahabi kerap menuding bidah hingga mengkafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Sehingga, masyarakat Islam di akar rumput kerap terjadi perdebatan. Tak hanya itu, LD PBNU juga menilai paham wahabi itu ditengarai sebagai embrio munculnya paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

 

Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat menyoroti eksistensi paham wahabi di Indonesia baru-baru ini. Mahfud menilai paham wahabi dan salafi tidak cocok dengan ajaran Islam yang ada di Indonesia. Menurutnya, dua paham itu lebih cocok jika berkembang di luar Indonesia atau daerah asalnya.

 

Paham wahabi juga sejak lama banyak diperdebatkan. Selain Mahfud, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj juga sempat menilai ajaran wahabi merupakan pintu masuk terorisme di Indonesia. Said mengakui wahabi memang tidak mengajarkan terorisme dan kekerasan. Namun, paham itu selalu menganggap orang yang berbeda pandangan sebagai kafir meski sesama muslim.

 

"Kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan, menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya yang dihadapi, pintu masuknya yang harus kita habisin, apa? Wahabi! Ajaran Wahabi itu pintu masuknya terorisme," kata Said dalam sebuah seminar virtual yang digelar 30 Maret 2021 lalu.

 

Harus diakui memang benar bahwa Wahabi terkadang menimbulkan berbagai pro kontra di masyarakat, namun bagaimanapun wahabi adalah bagian dari umat Islam. Perbedaan pandangan dalam masalah fikih adalah bagian dari kekayaan umat Islam, selama dipahami secara benar dan berdasarkan keilmuwan yang otoritatif. Islam mengajarkan ketegasan masalah aqidah, yakni antara keimanan dan kekafiran, sehingga melahirkan cinta kasih dan kasih sayang sesama muslim dan tegas kepada semua bentuk kekufuran.

 

Jadi kalo mau menerapkan teleransi yang benar, yakni saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat adalah kepada sesama muslim. Jadi toleransi itu bukan dengan membiarkan kemaksiatan dan kekufuran. Sebab hal ini telah dicontohkan oleh para ulama terdahulu, termasuk oleh para imam mazhab. Karena itu umat Islam harus dididik agar lebih mendalami ajaran Islam, tidak taklid dan juga tidak ashobiyah. PBNU tentu saja adalah ormas yang sering menyampaikan pentingnya sikap toleransi dan melarang intoleransi, mestinya konsisten dengan apa yang sering diajarkan.

 

Karena itu sikap Lembaga Dakwah PBNU adalah bentuk inkonsistensi atas apa yang mereka ajarkan soal toleransi. Sikap intoleran ini juga hanya akan menambah berbagai bentuk kegaduhan di kalangan umat Islam sendiri. Mestinya LD PBNU menyerukan soal ukhuwah islamiyah untuk menghadapi berbagai kondisi negeri yang sedang tidak baik-baik ini. Sebab keterpecahan umat sudah lebar, jangan malah ditambah lebar lagi dengan statemen ini. Bukankah Allah melarang umat Islam terpecah belah, apalagi menjadi sebab terpecahnya umat, tentu saja lebih dilarang lagi. Saatnya para tokoh dan ormas Islam menyerukan persatuan umat Islam di negeri ini, bahkan di seluruh dunia.

 

Setiap seruan kepada umat Islam agar kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadits agar menjadi sumber dan pedoman hidup adalah sebuah kebaikan dan memang begitulah seharusnya seorang muslim. Sementara soal sains yang netral, maka umat Islam bisa saja belajar dari mana saja sebagai wasilah untuk memajukan peradaban Islam masa depan. Seruan agar umat Islam tidak terjerat tsaqafah atau paham-paham yang bertentangan dengan Islam semisal liberalisme, sekulerisme dan pluralisme adalah seruan kebaikan. Sebab isme-isme itu berasal dari epistemologi Barat yang menyelisihi Islam.  

 

Narasi radikal dan radikul pada dasarnya bukan dari terminologi Islam, namun kemudian digunakan oleh sebagian umat Islam untuk menuduhnya saudaranya sendiri hanya karena tidak sejakan dengan pemahamannya. Sementara Barat menggunakan kontra radikal dengan sebutan moderat. Istilah radikal dan moderat adalah istilah barat yang ujungnya adalah untuk memecah belah umat Islam. Jika kedua istilah ini telah diadobsi oleh umat Islam, maka dipastikan umat Islam akan terpecah belah dan saling tuduh dan merasa dirinya yang paling benar.

 

Lebih kacau lagi kalau menggunakan kekuatan negara untuk mengambil kebijakan soal ajaran-ajaran Islam dan perbedaan pemahaman. Mestinya dilakukan dialog diantara komponen umat yang berbeda pendapat, bukan malah memakai instrumen negara untuk membubarkan. Hal ini tidak baik untuk pendidikan generasi muslim masa depan, sebab akan mewariskan perselisihan dan dendam yang berkepanjangan di tubuh umat Islam.

 

Oleh karena itu orang yang menuduh saudaranya radikal, maka pada saat yang sama juga merupakan tindakan radikal itu sendiri. Orang yang mengatakan saudaranya intoleran, maka dalam waktu yang sama, dirinya juga sedang mempraktekkan intoleransi itu sendiri. Hal ini kadang tidak disadari. Paradigma toleransi adalah menerima perbedaan, bahkan hingga dari agama lain. Nah kenapa berbeda pendapat dengan sesama muslim kok malah menolak. Bukankah sikap ini malah lebih dari sekedar intoleran ?. Inilah jebakan Barat untuk memecah belah umat Islam. Karena itu istilah radikal radikul, toleran dan intoleran sebaiknya tidak dipakai oleh umat Islam, sebab kita bisa terjebak dan memang sedang dijebak.

 

Apakah ini bagian dari politik belah bambu oleh rezim ?. Mengatakan hal ini sebagai politik belah bambu oleh rezim tentu saja harus dibuktikan. Namun, bahwa perselisihan di antara internal umat Islam bisa dimanfaatkan oleh siapa saja untuk mewujudkan tujuan politik pihak tertentu akan sangat mungkin terjadi, termasuk di dalamnya oleh kekuasaan. Perseteruan umat Islam bahkan kadang ada yang sengaja membiarkan dan membuat semakin lebar dengan tujuan umat Islam tidak bersatu, sebab jika umat Islam bersatu memperjuangkan Islam di negeri ini, maka ideologi kapitalisme sekuler liberal dan komunisme ateis akan lenyap dari negeri ini.

 

Pihak manapun bisa memanfaatkan polarisasi di internal umat Islam untuk kepentingan politik tertentu. Karena itu umat Islam termasuk ormas-ormas Islam harus cerdas politik dan selalu berorientasi kepada persatuan umat. Apakah tidak cukup seruan Allah agar umat tidak terpecah belah ?. Tidakkah cukup umat Islam mengambil pelajaran dari perpecahan umat Islam pada masa lalu ?.

 

Tidakkah umat ini sadar bahwa semenjak runtuhnya institusi pemersatu umat Islam sedunia yakni khilafah Turki Utsmani, umat Islam terpecah belah di hampir 55 negara ?. Bahkan di setiap negara tersebut, umat Islam terpecah belah lagi dalam berbagai bentuk ikatan. Maka, jika pemerintah mengambil keputusan untuk melarang kelompok muslim tertentu dari hasil rekomendasi LD PBNU, maka pemerintah telah ikut berperan memecah belah umat Islam di negeri ini.

 

Bagaimana seharusnya umat Islam bersikap atas masalah ini ?. Umat Islam semestinya cerdas dan sadar politik agar tidak mau dipecah belah oleh siapapun, apalagi diadu domba. Umat Islam semestinya juga menyerukan persatuan umat Islam, membangun ukhuwah Islamiyah, mengutamakan kesamaan, menghormati perbedaan dan selalu mengutamakan dialog saat menghadapi perbedaan pendapat.

 

Jangan sampai menuduh saudara intoleran dan radikal bahkan teroris, sementara dirinya dengan tuduhan itu justru bertindak intoleran itu sendiri. Tanpa disadari, tuduhan dan anjuran pembubaran dan larangan kepada semama muslim kepada pemerintah adalah langkah gegabah karena akan mewariskan perselisihan dan dendam anak cucu umat di masa depan.

 

Ingatlah akan firman Allah : "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS Al Hujurat : 10)

 

"Dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa Abdullah bin Umar RA mengabarkannya bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Muslim itu adalah saudara muslim yang lain, jangan berbuat aniaya dan jangan membiarkannya melakukan aniaya. Orang yang melonggarkan satu kesulitan dari seorang muslim, maka Allah melonggarkan satu kesulitan di antara kesulitan-kesulitan pada hari kiamat. Orang yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi kekurangannya pada hari kiamat."

 

Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)

 

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. (QS An Nisaa : 59)

 

(AhmadSastra,KotaHujan,31/10/22 : 15.23 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.