TA’LIM, TARBIYAH DAN TA’DIB

Oleh : Ahmad Sastra 

Dari sudut pandang etimologi, pengertian pendidikan Islam diwakili dengan istilah taklim dan tarbiyah yang berasal dari kata dasar allama dan rabba sebagaimana di gunakan dalam Al Qur’an, sekalipun konotasi kata tarbiyah lebih luas karena mengandung arti memelihara, membesarkan, dan mendidik, serta sekaligus mengandung arti mengajar (allama). 

Seyyed Naquib Al Attas lebih menekankan pendidikan dengan istilah ta’dib. Tarbiyah menurutnya memiliki makna yang terlalu luas sedangkan ta’lim memiliki makna yang terlalu sempit. Pendidikan (ta’dib) menurutnya lebih mewakili kata pendidikan karena dari segi kata menunjukkan tujuan yang hendak dicapai oleh proses pendidikan itu sendiri yakni melahirkan manusia yang beradab. 

Jika konsep ta’dib ini diterapkan secara komprehensif, integral dan sistematis dalam praktek pendidikan Islam, berbagai persoalan pengembangan sumber daya manusia muslim diharapkan bisa diatasi. Baginya persoalan mendasar dalam pendidikan Islam adalah hilangnya nilai-nilai adab dalam arti luas. Dalam perspektif historispun, praktek pendidikan lebih mengarah kepada ta’dib, bukan tarbiyah atau ta’lim. Alasan yang tidak kalah mendasar dari penggunaan kata ta’dib untuk pendidikan Islam oleh Al Attas adalah berkaitan dengan ilmu, sebab ilmu tidak dapat diajarkan kepada anak didik jika orang tersebut tidak memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Bahkan kata tarbiyah dan ta’lim bagi Al Attas telah banyak kemasukan paradigma Barat yang sekuleristik, dualistik, humanistik, dan sofistik sehingga nilai-nilai adab menjadi semakin kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah ilahiyah. 

Hilangnya nilai adab telah melahirkan kehidupan yang penuh kezaliman, kebodohan dan kegilaan. Kezaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Kebodohan adalah melakukan kelakuan yang salah untuk mencapai tujuan tertentu. Kegilaan adalah perjuangan yang berlandaskan tujuan dan maksud yang salah. 

Kecenderungan para pelajar muslim yang belajar di Barat dengan mengadobsi nilai-nilai skeptisisme, sofisme, dan relativisme pada hakekatnya adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, seperti yang absolute pada derajat yang nisbi atau sebaliknya dan ini menunjukkan kehancuran adab. Substansi pendidikan Islam adalah upaya mengarahkan anak didik untuk meyakini nilai yang terdapat pada Al Qur’an sebagai kitab suci sekaligus pegangan hidup umat Islam dan al Hadist yang merupakan refleksi dari pola fikir dan pola sikap Rasulullah Muhammad SAW. 

Dengan demikian pendidikan Islam harus mengarahkan semua potensi anak didik untuk memahami, menghayati, melaksanakan dan memperjuangkan isi kandungan Al Qur’an dan Al Hadist dalam kehidupan sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat sehari-hari. 

Hasil pendidikan Islam dengan demikian adalah lahirnya anak yang memiliki kesiapan yang utuh untuk menghadapi semua tantangan hidup kelak pada zamannya. Sebab pendidikan Islam menghasilkan anak yang memiliki kemampuan yang lengkap baik pemikiran, mental maupun spiritual. Hal ini senada dengan pengertian pendidikan Islam yang diungkapkan oleh M Yusuf Al Qardhawi bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hati, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilnnya. 

Karena itu menurut Al Qardhawi pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan anak untuk menghadapi kondisi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya kehidupan sosial.


(AhmadSastra,KotaHujan,04/09/22 : 11.00 WIB) __________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.