Oleh : Ahmad Sastra
Dengan adanya tren peningkatan berbagai kasus kekerasan dan asusila di lingkungan pesantren ada baiknya pesantren sebagai institusi pendidikan juga harus berbesar jiwa untuk selalu melakukan pembenahan SDM dan kelembagaan. Pondok pesantren harus bisa mengantisipasi perubahan sosial masyarakat yang kian kompleks. Adalah sebuah kebaikan jika pesantren tidak statis atau merasa cukup apalagi jumawa dengan kondisi yang ada.
Pesantren, bagaimanapun tidak bijak jika bertahan pada sikap defensif apologetik. Pesantren tentu saja tidak sendirian, hendaknya ada ulama atau pemikir muslim bidang pendidikan Islam dari kalangan pesantren dan perguruan tinggi yang melakukan reorientasi, revitalisasi serta merumuskan kembali berbagai bentuk pendekatan pendidikan, strategi pembinaan dalam rangka membaca gejala perubahan sosial yang semakin mengalami kompleksitas.
Kelembagaan pesantren maupun para pengelola harus menjamin adanya orientasi yang benar dalam mengelola pesantren. Keseluruhan bentuk pengabdian dan perjuangan di pesantren harus diniatkan semata-mata untuk meraih ridho Allah, bukan kepentingan duniawi. Pengelola pesantren harus menghindarkan diri dari disorientasi. Allah berfirman : Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’am : 162)
Kelembagaan pesantren dan pengelolanya harus berpijak kepada landasan nilai dan ruh Islam. Keseluruhan bentuk pengabdian dan perjuangan di pesantren harus dilandasi oleh nilai ruh, yakni bersandar kepada kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah SWT serta keteladanan pendidikan Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda : Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya selama kamu berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Alquran) dan Sunahku (HR Al-Hakim)
Landasan ruh inilah yang akan melahirkan pengelola pesantren memiliki kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap Islam. Keseluruhan pengelolaan pesantren didasarkan oleh kesadaran untuk meraih ridho Allah. Dengan kesadaran ini akan melahirkan sikap islami setiap guru dan santri, sehingga akan terhindar dari berbagai macam bentuk kemaksiatan yang dilarang oleh Allah.
Pengelola pesantren juga harus berpijak kepada landasan harakah yang islami. Keseluruhan pola sikap dan program aksi di pesantren harus merujuk kepada keteladaban Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Harus dihindarkan pengaruh-pengaruh buruk dari para guru dan santri yang berpotensi menjerumuskan pada penyimpangan perilaku, seperti tindak kekerasan maupun penyimpangan seksual. Allah berfirman : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzab : 21)
Tujuan hidup seorang muslim adalah untuk menjadi pengabdi Allah. Karena itu pesantren memiliki visi berat yakni menyelamatkan generasi agar bahagia dunia dan selamat di akhirat. Visi besar pendidikan pesantren adalah mewujudkan kehidupan hasanah di dunia maupun akhirat dengan cara menyelamatkan aqidah, akhlak, ibadah dan ilmu. Generasi islam yang lahir dari rahim pesantren idealnya menjadi ilmuwan dan ulama pembangun peradaban Islam dengan penguasaan tsaqafah Islamiyah serta sains dan teknologi. Visi ini tidaklah mudah, namun inilah tuntutan bagi seorang muslim yang telah ditetapkan Allah sebagai umat terbaik.
Allah berfiman : Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka (QS Al Baqarah : 201). Untuk meraih khasanah di dunia dibutuhkan iman dan ilmu. Sejarah peradaban Islam telah memberikan gambaran yang sangat jelas bagi generasi muslim masa kini, khususnya para santri di pesantren.
Pesantren juga memiliki misi dan tugas tafaquh fiddin dan mundhirul qoum. Keseluruhan program pendidikan di pesantren harus diarahkan untuk mewujudkan misi tafaqquh fiddin, yakni pemahaman, kesadaran, komitmen dan konsistensi atas ajaran agama Islam. Allah berfirman : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At Taubah : 122)
Untuk itu, maka pesantren harus memiliki SDM guru dengan kualitas terbaik. Para pendidik di pesantren haruslah orang-orang terbaik (QS. Ali Imran : 110), baik aqidah, ibadah, akhlak serta ilmu fardhu ‘ain dan kifayahnya. Pendidik terbaik memiliki fungsi kehambaan (QS Adz Dzariyat : 56), fungsi intelektual/ ulil albaab (QS Ali Imran : 190-191) dan fungsi penebar peradaban mulia, menjadi rahmat bagi seluruh manusia (QS Al Anbiyaa : 107).
Selain itu pengelola pesantren harus menerapkan mutu manajemen berbasis nilai. Keseluruhan program pendidikan harus efektif dan efisien berdasarkan planning, organizing, actuating, controlling, evaluating dan progress report berdasarkan nilai-nilai Islam. Allah berfirman : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS As Shaf : 4)
Kelembagaan pesantren harus berbesar jiwa menerima berbagai masukan perbaikan pengelolaan pendidikannya, terutama masukan dari masyarakat pada umumnya. Sementara di internal pesantren, lembaga ini harus terus melakukan evaluasi diri kelembagaan agar kualitasnya semakin tinggi dan relevan dengan tantangan zaman. Pesantren juga harus terus melakukan evaluasi dan controlling seluruh kehidupan santri untuk menghindari adanya berbagai bentuk penyimpangan.
Pesantren juga sudha harus menerapkan kepemimpinan kolektif, sebab kompleksitas persoalan di pesantren harus diselesaikan secara berjamaah. Semua pendidik harus sadar bahwa setiap diri adalah pemimpin yang kelak akan dimintai tanggungjawabnya. Namun dalam menjalankan roda pesanten harus bersatu dan berjamaah serta saling menguatkan. Allah berfirman : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.... (QS Ali Imran : 103).
Fakta membuktikan bahwa ada pesantren yang pada akhirnya ditinggalkan oleh umat, bahkan ada pesantren yang ditutup karena tak mampu bertahan, dengan berbagai sebabnya. Pengelola pesantren yang kini hidup di zaman modern ini harus bisa belajar dari kisah kekalahan Perang Uhud agar pesantren terus bisa berbenah dan bertahan. Setidaknya ada empat nilai dan pelajaran dari kekalahan pasukan kaum muslimin dari kaum kafir Quraisy pada perang Uhud :
Pertama, Perang Uhud menerangkan bahwa kemenangan itu tidak terkait dengan banyaknya jumlah pasukan semata-mata, namun semata-mata karena pertolongan Allah. Sebab kaum muslimin meraih kemenangan di perang Badar dan meraih dengan jumlah pasukan lebih sedikit dan mengalami kekalahan di perang Uhud dengan jumlah pasukan lebih banyak. Kemenangan Islam adalah atas izin Allah yang ditopang oleh pejuang-pejuangnya yang yakin dan bersungguh-sungguh, meskipun jumlah sedikit.
Kedua, Perang Uhud menjelaskan pentingnya membersihkan barisan pejuang kaum muslimin dari orang-orang munafik dan mereka yang memiliki aqidah lemah. Pembelotan yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay merupakan pelajaran yang tidak akan pernah dilupakan sejarah selama-lamanya. Itulah mengapa Abu Bakar tidak mengizinkan keterlibatan orang-orang murtad dalam pasukan penakluk kaum muslimin.
Ketiga, Perang uhud mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa sunnah kehidupan (hukum kausalitas) itu tidak dapat digantikan. Ketika mereka mengambil sebab-sebab kemenangan, maka mereka akan mendapatkan kemenangan itu. Namun ketika mereka menyepelekannya, merekapun kalah. Itu sunnatulah pada makhlukNya dan kita tidak akan mendapat ganti dari sunnatullah itu.
Keempat, Perang Uhud mengajarkan kaum muslimin akan pentingnya disiplin militer dan memegang teguh perintah dan arahan pimpinan, bagaimanapun situasi dan kondisinya. Seluruh kaum muslimin telah menyadari bahwa penyebab awal kekalahan perang Uhud adalah tindakan indisipliner alias menyepelekan perintah Rasulullah sebagai panglima pasukan dengan meninggalkan gunung Uhud oleh para pemanah. Karena itu barisan belakang jadi tidak terlindungi. Akibatnya, Khalid bin Walid dapat mengepung mereka. (Sumber : Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah SAW, Prof DR. Muhammad Rawwas Qal’ahji)
Tidak ada pesantren yang sempurna, yang ada adalah pesantren yang terus mau berbenah. Nah, saatnya pesantren terus membuka diri sekaligus terus melakukan pembenahan agar bertahan menjadi lembaga pendidikan Islam berkualitas sekaligus menjadi wadah bagi tegaknya peradaban Islam masa depan.
(AhmadSastra,KotaHujan,13/09/22 : 15.00 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad