Banyak pandangan para ahli tentang manusia. Naquib Al Attas memandang keberadaan manusia di dunia ini dilengkapi dengan dua keadaan. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh, artinya makhluk jasadiyah sekaligus ruhaniah. Realitas yang mendasari dan prinsip yang menyatukan apa yang kemudian dikenal sebagai manusia bukanlah perubahan jasadnya, melainkan keruhaniaanya.
Dengan demikian, ketika bergelut dengan sesuatu yang berkaitan dengan intelektual dan pemahaman, ia (yaitu, ruh manusia) disebut ’intelek’, ketika ia mengatur tubuh, ia disebut ’jiwa’ ketika sedang mengalami pencerahan intuisi, ia disebut ’hati’ dan ketika kembali ke dunianya yang abstrak, ia disebut ’ruh’.
Pada hakekatnya, ia selalu aktif memanifestasikan dirinya dalam keadaan-keadaan ini. Berangkat dari unsur ruh inilah yang kemudian menjadikan manusia memiliki keterikatan khusus dengan Allah sebagai pencipta.
Manusia sebelum dilahirkan atau waktu sebelum perpisahan (time of the preparation), ruhnya telah mengadakan perjanjian, karena manusia memiliki keberutangan dengan Allah sang pencipta dirinya.
Pandangan berbeda dikemukakan oleh Socrates, bahwa manusia itu mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk itu. Manusia mengurus dirinya dan alam berdasarkan manusia itu sendiri. Manusia adalah sentral segalanya. Plato berpendapat bahwa manusia terdiri dari tiga dimensi utama yakni ruh, nafsu dan rasio.
Rasio digunakan manusia untuk dapat mengendalikan kedua dimensi yang lain. Ibarat seorang kusir kereta yang mengendalikan dua ekor kuda yang hitam dan putih sebagai gambaran nafsu dan ruh.
Berdasarkan ketiga unsur tadi, Plato membagi manusia menjadi tiga golongan.
Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya adalah meraih pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi oleh ruh yang hasrat utamanya adalah meraih reputasi. Ketiga, manusia yang didominasi oleh nafsu yang hasrat utamanya adalah meraih materi. Tugas rasio adalah mengontrol roh dan nafsu.
Jelas konsepsi ini bertentangan konsepsi yang dibangun Islam. Dari cara pandang inilah kelak yang memberikan warna yang sangat berbeda antara konsep pendidikan di Barat sekuler dengan konsep pendidikan Islam.
Konsepsi manusia yang utuh dengan berbagai dimensi yang menjadi satu dalam diri manusia sebagai obyek pendidikan sejalan dengan pendapat Al Faruqi yang mengungkapkan bahwa manusia merupakan kajian yang paling menarik dalam pendidikan, sebab manusia merupakan mahakarya Allah SWT terbesar.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan dan menjadi sejarah dan ia makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawan dan syarat-syarat yang diperlukan.
Manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga dalam hubungan timbale balik dengan dunianya dan sesamanya. Ada unsur lain dalam diri manusia yang dengannya manusia dapat mengatasi dunia dan sekitarnya serta dirinya sebagai jasmani, unsur itu namanya jiwa.
Imam Al Ghazaly yang hidup pada abad pertengahan tidak terlepas dari kecenderungan umum pada zamannya dalam memandang manusia. Di dalam buku-buku filsafatnya ia mengatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah yaitu an nafs (jiwanya).
Yang dimaksud an nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al makulat) yang berasal dari alam malakut atau alam amr.
Ini menunjukkan esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat. Dan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Keberadaannya tergantung kepada fisik.
Alam al amr atau alam malakut adalah realitas di luar jangkauan indra dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang.
Sebagai lawan dari alam al khalq atau alam mulk yaitu dunia tubuh dan aksiden-aksidennya esensi manusia, dengan demikian an nafs adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui (bashirah). Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran transendental dimana kesejatian manusia adalah sesuatu yang bukan fisik.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar Ruum : 30)
(AhmadSastra,KotaHujan,04/09/22 : 11.00 WIB)
__________________________________________
Website : https://www.ahmadsastra.com
Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1
Facebook : https://facebook.com/sastraahmad
FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76
Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial
Instagram : https://instagram.com/sastraahmad