Oleh : Ahmad Sastra
Liputan6.com, London - Pagi itu, di tengah hujan mengguyur Istana Balmoral, seluruh keluarga Kerajaan Inggris diminta berkumpul. Sore harinya, kabar duka diumumkan pihak kerajaan: Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia dengan tenang. Ratu Elizabeth II mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 96 tahun pada Kamis 8 September 2022, pukul 18.30 waktu setempat di Istana Balmoral, Skotlandia. Hingga saat ini, pihak kerajaan belum secara jelas merinci penyebab kematian ratu yang telah memimpin Inggris lebih dari 70 tahun tersebut.
Kematian itu peristiwa yang biasa terjadi, bahkan bisa jadi tanggal 8 September 2022 banyak orang yang juga mati, bukan hanya Ratu Elizabeth. Kematian biasanya meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan, apapun agamanya. Adalah wajar jika seorang bersedih saat ditinggalkan oleh salah satu keluarganya untuk selamanya. Rasa duka itu secara psikologis sudah menjadi sifat dasar manusia.
Begitupun bagi para kolega dan orang yang mengenalnya, seperti sahabat, tetangga dan atau siapa saja yang pernah berinteraksi dengannya. Rasa duka itu secara sosiologis sudah menjadi sifat dasar masyarakat dimana orang yang dikenalnya pergi untuk selamanya. Mungkin tingkat kedukaan itu berbeda antara keluarga ini, keluarga besar dan tetangga dekat ataupun tetangga jauh. Bagi yang tidak mengenal, mungkin tak ada kesedihan.
Dalam pernyataan pertama yang dikeluarkannya sebagai Raja Charles III, dia menyebut kematian Ratu Elizabeth II sebagai "momen kesedihan terbesar bagi saya dan semua anggota keluarga saya, kami sangat berduka atas meninggalnya seorang Penguasa yang disayangi dan seorang ibu yang sangat dicintai," ungkap Charles. Nah inilah level kedukaan seorang anak disaat ditinggalkan ibunya.
Berbeda lagi dengan apa yang dirasakan oleh Peter Harris, seorang profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Negeri Colorado yang lahir di Inggris, berbicara tentang apa yang terjadi selanjutnya setelah kematian ratu, apa dampaknya secara geopolitik dan apa artinya bagi masa depan monarki Inggris. "Monarki adalah tentang stabilitas dan kontinuitas. Saat sang ratu meninggal, rangkaian peristiwa yang diatur dengan sangat baik dimulai. Tujuannya adalah kesinambungan di setiap level," ujar Peter Harris, dikutip dari laman source.colostate.edu, Jumat (9/9/2022).
Nah, apa komentar Anda saat mendengar kematian Ratu Elizabeth ?. Tergantung siapa Anda. Apakah keluarganya atau koleganya atau bahkan tidak pernah kenal atau tidak pernah ketemu. Perspektif psikologis dan sosiologis atas kematian seseorang akan sangat beragam. Namun yang pasti, kematian seseorang akan meninggalkan duka, hal ini sudah sewajarnya. Ini perspektif sosiologis.
Bagaimana dengan perspektif teologis dalam arti sikap seorang muslim saat mendengar kematian non-muslim ?. Anas bin Malik RA meriwayatkan, “Ada anak seorang Yahudi yang mengabdi kepada Nabi SAW. Suatu hari, dia jatuh sakit, dan kemudian Rasul menjenguknya.” Hal yang sama juga dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika pamannya, Abu Thalib, meninggal dunia.
Pendapat senada tentang kebolehan umat Islam untuk mengunjungi saudaranya non-Muslim yang sedang sakit, telah diputuskan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Dalam buku “Tanya Jawab Agama (1)”, dijelaskan, tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melayat jenazah orang non-Muslim. Yang ada larangannya ialah menyalatkan dan mendoakannya.
Larangan menyalatkan jenazah non-Muslim ini termuat dalam surah At-Taubah ayat 84. Sedangkan kebolehan untuk melayat ke kubur dan bukan mendoakannya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i. Intinya dalam batas-batas sosiologis masih diperbolehkan, namun tidak boleh melampaui batas teologis.
Dari Ali RA, ia berkata, “Aku mengatakan kepada Nabi bahwa pamannya (Abu Thalib) yang sudah tua dan sesat itu meninggal dunia.” Rasul kemudian bersabda; “Pergilah engkau menguburkan bapakmu dan jangan berbuat apa-apa (yang sifat ibadahnya), sampai engkau datang kepadaku lagi.” Maka Ali berkata, “Aku pun pergi menguburkannya dan kemudian datang menjumpai Rasul SAW, yang menyuruh aku mandi dan aku didoakannya.”
Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berdiri untuk menghormati jenazah non-Muslim yang diantar menuju ke pemakaman. Ketika sahabat memberitahukan bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, Rasul mengatakan, bahwa beliau berdiri bukan untuk menghormati agama dari si mayit, melainkan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Dengan demikian, sikap seorang muslim kepada non muslim yang meninggal tidak boleh mendoakan kebaikan dengan menyebutnya almarhum atau almarhumah. Almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti laki-laki dan perempuan yang dirahmati atau dikasihi oleh Allah SWT.
Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), almarhum dan almarhumah memiliki tiga makna, yaitu : yang dirahmati Allah SWT (sebutan kepada orang islam yang telah meninggal), yang telah meninggal, mendiang dan kata untuk menyebut orang yang telah meningga.
Saat kita menyebut almarhum dan almarhumah itu, sama saja dengan kita mendoakan orang yang telah meninggal. Adapun dalam Bahasa Arab, yaitu Rahimahullah, yang memiliki arti "Semoga Allah merahmatinya". Maka jika yang meninggal non muslim, tidak boleh seorang muslim menyebutnya dengan almarhum atau almarhumah.
Secara ideologis, Inggris adalah salah satu negara yang menjajah Indonesia. Di masa lalu, Inggris menjajah banyak negara. Negara ini bahkan menjadi Kerajaan yang paling banyak menjajah dunia. Beberapa pihak melihat ia sebagai simbol kerajaan kolonial Inggris, sebuah institusi yang memperkaya diri melalui kekerasan, perampasan, dan penindasan. Selain itu, mereka juga menjajah Malaysia, Hong Kong, Singapura, Kepulauan Solomon, Indonesia, Brunei Darussalam dan berbagai wilayah Asia yang lain.
Kabar kesehatan Elizabeth yang memburuk juga memicu sinisme dari sejumlah pihak sebelum kematian dia. "Jika ada yang mengharapkan saya untuk mengungkapkan apapun kecuali penghinaan terhadap raja yang mengawasi pemerintah yang mensponsori genosida membantai dan menggusur setengah keluarga saya," ujar profesor akuisisi bahasa kedua di Universitas Carnegie Mellon, Uju Anya, seperti dikutip CNBC News.
Gubernur Jenderal Inggris di India Gilbert Elliot Murray Kynynmound atau Earl Minto (biasa dikenal dengan nama Baron Minto) menunjuk Sir Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa Indonesia dengan gelar Letnan Gubernur Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia. Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia.
Selama menjajah Indonesia, Inggris melakukan kebijakan pemungutan pajak sewa tanah dilakukan per kepala. Sebelumnya, pada masa VOC dikenal pajak kolektif yang artinya tiap desa wajib menyerahkan pajak pada VOC. Di masa Raffles pajak merupakan kewajiban tiap-tiap orang bukan seluruh desa. Penjajah Inggris mengangkat Bupati sebagai pegawai pemerintah dan jabatan yang diwariskan secara turun-temurun dihapuskan. Inggris membagi pulau Jawa menjadi 16 keresidenan. Inggris juga membentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan yang mengacu pada sistem yang dilaksanakan di Inggris.
Jadi sebaiknya, kematian Elizabeth, oleh seorang muslim harus disikapi dengan benar sesuai dengan ajaran Islam. Harus diletakkan secara proporsional antara perspektif psikologis, sosiologis, teologis dan ideologis. Sebab seorang muslim itu terikat dengan hukum-hukum syariah dalam melakukan segala amal perbuatan, sehingga berkonsekuensi kapada pahala dan dosa.
(AhmadSastra,KotaHujan,11/09/22 : 10.40 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad