SEKULERISME : HALALKAN YANG HARAM DAN HARAMKAN YANG HALAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sekulerisme yang telah difatwa haramkan oleh MUI secara harfiah adalah  faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini (keduniaan an sich). Tanpa ada perhatian sama sekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah kematian yang notabene adalah inti dari ajaran agama.

 

watak busuk sekulerisme terus berkembang lebih jauh dan substansial, sebab kini bukan hanya menempatkan agama pada wilayah private, namun sudah melakukan berbagai serangan atas Islam dengan berbagai tuduhan keji, seperti Islam sebagai agama radikal, fundamental dan bahkan menuduh Islam sebagai agama terorisme. Sekulerisme juga telah melakukan berbagai upaya dekonstruksi atas hakikat hidup, nilai, ilmu, adab, bahagia, alam, manusia, tuhan, agama dan lainnya. Sekulerisme memiliki standar yang menyelisihi Islam dalam memandang manusia, kehidupan dan alam semesta.  

 

Ibarat sumber mata air, jika keruh dari asalnya, maka air yang mengalir jauhpun akan keruh, meski telah dibersihkan sekalipun, jika sumber mata airnya kotor, maka seterusnya aliran air itu akan tetap kotor. Begitupun, sekulerisme yang menyimpang dan mengajarkan logical fallacy karena menyelisihi nilai-nilai kebaikan agama pun akan melahirkan berbagai peraturan dan perundang-undangan yang kotor dan buruk, meski dipoles sebagus apapun. Polesan peraturan, namun jika masih dari sumber sekulerisme, maka polesan itu hanya dijadikan sebagai pengelabuhan agar peraturan itu diterima masyarakat seolah sebagai sebuah kebenaran, padahal faktanya adalah sebuah kebusukan.

 

Hasilnya, apa yang dipandang baik oleh Islam dianggap keburukan oleh sekulerisme, sebaliknya apa yang dilarang oleh Islam justru dianggap baik karena sejalan dengan paradigma HAM dan kebebasan. Sekulerisme telah melakukan dekonstruksi ajaran Islam sehingga yang halal justru diharamkan, sementara yang haram justru dihalalkan.

 

Di bidang politik, sekulerisme mengharamkan jihad dan khilafah, serta upaya penerapan syariah Islam dan menghalalkan nasionalisme, kapitalisme dan demokrasi yang jelas-jelas sebagai warisan dari penjajah. Sekulerisme lantas melakukan berbagai framing buruk atas ajaran Islam di atas dan terus mempropagandakan ikatan-ikatan kebangsaan yang lemah dan absurd. Faktanya dengan nasinalisme demokrasi, negeri ini justru terjerembab ke jurang penjajahan dan kesengsaraan, bahkan disintegrasi.

 

Di bidang sosial budaya, terkhusus soal relasi laki-laki dan perempuan, sekulerisme mempropagandakan secara masih pergaulan bebas, seks bebas bahkan homoseksual serta lesbianisme. Penyimpangan seksual yang jelas-jelas diharamkan oleh Islam justru terus disosialisasikan oleh sekulerisme atas nama HAM dan kebebasan berekspresi. Berbagai kajian ilmiah terus digulirkan untuk memberikan legitimasi akademik seolah penyimpangan seksual itu sebagai gejala yang wajar dan manusiawi.

Sementara relasi laki-laki dan perempuan yang dihalalkan oleh Islam, seperti poligami diserang sedemikian rupa, sehingga seolah poligami adalah kejahatan yang melanggar HAM. Islam yang melarang orentasi seksual yang menyimpang dituduh intoleran. Hal ini karena sejak dari sumbernya, sekulerisme adalah paham anti Islam.

 

Di bidang makanan dan minuman, segala yang dilarang oleh Islam justru mendapatkan legitimasi oleh sekulerisme seperti peredaran miras, entah atas nama pembatasan peredaran dan juga batas minimal kandungan alkohol, namun intinya secara substansi, sekulerisme menghalalkan miras. Bahkan ganja kini mendapat legitimasi atas nama pengobatan. Padahal hal ini maknanya telah membuka lebar berbagai penyalahgunaan. Logikanya, dilarang saja banyak beredar ganja, apalagi dihalalkan atas nama pengobatan medis.

 

Di bidang gaya hidup, sekulerisme mempropagandakan berbagai ekspresi hedonisme yang jelas-jelas melanggar adab dan moralitas. Sementara pemuda muslim yang mencintai agamanya, rajin beribadah, menghafal kitab sucinya dan berorganisasi Islam dituduh calon-calon radikal. Good looking justru dianggap masalah, sementara generasi amoral justru dianggap sebagai kebebasan ekspresi. Jungkir balik sekulerisme sungguh sangat membahayakan ajaran Islam dan masa depan umat Islam di negeri ini.

 

Adalah sudah benar jika MUI mengharamkan sekulerime agama. Namun sayangnya, banyak umat Islam yang justru menjadi pengikut sekulerisme ini. Akibatnya, meski di negeri ini mayoritas muslim, namun ajaran Islam terpinggirkan dan tertuduh dengan tuduhan keji dan busuk. Mayoritas muslim memilih diam, bahkan disaat Nabinya dinista sekalipun. Bisa jadi karena takut berjuang membela Islam, bisa jadi juga karena otaknya telah terpapar sekulerisme. Adalah bencana besar jika kaum intelektual muslim memilih bisu.

 

Apa jadinya negeri ini, jika kaum intelektual muslim memilih bisu, disaat bangsa ini secara gamblang tengah dicengkeram oleh hegemoni ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis. Padahal kedua ideologi itu sesat secara agama maupun kebangsaan. Sementara kaum intelektual malah memilih bisu, bisu sebisu-bisunya.

 

Tugas kaum intelektual itu berat tapi mulia yakni meletakkan pondasi paradigmatik bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Kaum intelektual muslim mestinya mencintai dan membela Indonesia secara obyektif sesuai dengan predikat yang disandangnya sebagai seorang muslim. Kaum intelektual muslim mestinya mengawal bangsa ini agar berjalan menuju kemajuan dan kemuliaan peradaban sesuai dengan apa yang diinginkan Allah, Tuhan Pemilik langit dan bumi. Adalah naif, jika kaum intelektual muslim menggadaikan otaknya demi sesuap nasi dari penguasa.

 

Bukanlah sesuatu yang sulit bagi kaum intelektual muslim untuk melihat Indonesia. Mereka pasti tahu bahwa Indonesia tengah dicengkeram oleh ideologi penjajah kapitalisme sekuler dan komunisme ateis. Tapi kenapa mereka bisu ?. Apakah bisunya kaum intelektual karena takut ancaman rezim atau karena jebakan pragmatisme. Mungkin ada benarnya apa yang diungkapkan oleh pujangga Ronggowasito bahwa zaman udah edan, siapa yang tak ikut edan maka tak kebagian, namun manusia terbaik adalah yang selalu ingat dan waspada.

Mungkin frase ‘zaman edan’ yang dimaksud oleh sang pujangga adalah semacam hegemoni zaman dimana manusia dipaksa untuk mengikuti arus kebodohan saat itu, jika tidak maka tak dapat bagian, dan jika melawan, maka harus berani menanggung resiko. Kebodohan dan kesesatan itu bernama sekulerisme.

 

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS Ali Imran : 85)

 

(AhmadSastra,KotaHujan,05/07/22 : 12.05 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories