Oleh : Ahmad Sastra
Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Baginda Rasulullah saw. bersabda: Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. dan al-Muhâjir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari).
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani hijrah itu ada dua macam: lahiriah dan batiniah. Hijrah batiniah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan. Sementara lahiriah adalah menghindarkan diri dengan membawa agama dari fitnah. Hadits di atas setidaknya memberikan dua pelajaran penting.
Pertama: seseorang dikatakan muslim jika muslim yang lain selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Dari sini tentu layak dipertanyakan kemusliman seseorang, jika yang bersangkutan sering menzalimi sesamanya. Begitu pula dipertanyakan kemusliman seseorang jika ia berdiam diri dan tidak mau menyelamatkan kaum Muslim dari kungkungan keburukan yang menimpa saudaranya sesama muslim.
Kedua: hijrah hakikatnya adalah meninggalkan larangan-larangan Allah SWT. Karena itu, tentu sia-sia belaka jika setiap tahun memperingati tahun baru Hijriyah, sementara kita tetap merasa nyaman ada dalam lingkungan yang tidak islami yang nyata-nyata diharamkan oleh Allah swt. Masyarakat yang dibentuk oleh Rasulullah saw setelah hijrah benar-benar berbeda sama sekali dengan masyarakat jahiliyah sebelum hijrah.
Hal itu setidaknya bisa dilihat dari beberapa aspek: Pertama, dari aspek akidah, masyarakat jahiliyah sebelum hijrah penuh dengan kemusyrikan, terutama penyembahan terhadap berhala. Penyembahan berhala zaman modern sekarang disebut hidup materialisme yang merupakan ajaran komunis. Tujuan hidup semata-mata hanya untuk menumpuk-numpuk materi. Padahal Allah melarangnya.
Sementara masyarakat Islam setelah hijrah dibangun diatas asas akidah Islam. Akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan masyarakat yang dipimpin langsung oleh Rasulullah sebagai kepala Negara Islam Madinah setelah hijrah. Karena itu, meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan adalah syariah Islam.
Kedua, dari aspek sosial, masyarakat jahiliyah sebelum hijrah identik dengan kebobrokan prilaku yang luar biasa. Mabuk-mabukan, pelacuran dan kekejaman tersebar di mana-mana. Anak-anak perempuan yang baru lahir pun biasa dikubur hidup-hidup. Kehidupan jahiliyah yang mereka praktekkan jauh dari nilai-nilai agama. Jauhnya nilai agama dalam kehidupan disebut kehidupan yang sekuler, yakni memisahkan nilai agama dari perilaku hidup sehari-hari.
Sementara masyarakat Islam setelah hijrah adalah masyarakat yang penuh dengan kedamaian dan ketenteraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Perjudian diperangi. Perzinaan diberantas. Segala bentuk kemaksiatan dan kriminalitas diberantas habis melalui penegakkan hukum Islam yang tegas. Kehidupan berbangsa dan bernegara pimpinan Rasulullah menjadikan Islam sebagai sumber perundang-undangan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sejarah mencatat, hijrah nabi sebagai peristiwa terpenting dalam Islam.
Adanya peristiwa hijrah ini membuat Sayyidina Umar bin Khattab menetapkan penanggalan Islam menggunakan nama hijriah. Hal ini terjadi pada tahun ke-17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah. Beliau mengutamakan peristiwa hijrah sebagai tonggak terpenting ketimbang peristiwa-peristiwa lainnya dalam sejarah Islam. Sesuai dengan klaim beliau: “Kita membuat penanggalan berdasar pada Hijrah Rasulullah Saw, karena hijrah merupakan pembeda antara yang hak dengan yang batil.” Dengan demikian hikmah hijrah yang bisa kita ambil dalam kehidupan kita hari ini setidaknya ada dua. Hijrah perilaku individu dan hijrah peradaban masyarakat.
Sebagai individu muslim yang tentu banyak kekurangan, maka tahun baru ini kita manfaatkan untuk merenungkan diri kita, kekurangan kita, dosa-dosa kita, kelalaian kita lantas sadar dan bangkit untuk menjadi muslim yang lebih berkualitas. Melalui tahun baru 1444 hijriyah ini kita mulai menata kembali hidup kita menjadi lebih beriman, lebih bertaqwa, lebih giat ibadah, lebih cerdas, lebih rajin belajar dan bekerja, lebih berprestasi, lebih bertanggungjawab, dan lebih sholeh dengan cara meninggalkan seluruh perbuatan yang dilarang Allah dan meningkatkan seluruh perbuatan yang diperintahkan oleh Allah.
Hikmah kedua adalah hijrah peradaban. Indonesia, sebagaimana yang kita tahu adalah negara yang tidak berdasarkan Islam. Al Qur’an tidak dijadikan sumber perundang-undangan Negara. Karena itu di Indonesia sistem ekonominya masih ribawi dan kapitalistik. Sistem sosialnya makin liberal, kebebasan pergaulan, seks bebas, narkoba, aborsi, pelacuran, perjudian, dan lainnya masih meraja lela di tengah kehidupan kita. Sistem politiknya masih sangat pragmatis, berkuasa bukan untuk mensejahterakan rakyat melainkan untuk memperkaya dirinya sendiri. Perilaku korupsi masih mewarnai para pemimpin di negeri ini.
Dalam kehidupan beragama, di Indonesia atas nama hak asasi manusia memberikan kebebasan aliran-aliran sesat yang menghina Islam berkembang di Indonesia, bahkan dilindungi oleh Undang-undang. Karena itu tidaklah cukup hanya dengan revolusi mental akan mampu memperbaiki kehidupan di Indonesia. Yang dibutuhkan adalah revolusi sistem dari Negara sekuler menjadi Negara berdasarkan al Qur’an.
Semua aspek kenegaraan seperti ekonomi, budaya, pendidikan, politik, sosial diatur berdasarkan al Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Mari kita senantiasa berdakwah mengingatkan pemimpin negeri ini untuk kembali kejalan yang benar yakni islam, jika ingin negeri ini menjadi negeri yang penuh berkah, sejahtera, damai dan terhindar dari berbagai kerusakan dan musibah.
Allah berfirman : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar Ruum :41) Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs Al A’raf : 96). (AhmadSastra,KotaHujan,31/07/22 : 11.59 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad