Oleh : Ahmad Sastra
Abang tukang bakso
Mari-mari sini, aku mau beli
Abang tukang bakso
Cepat dong kemari
Sudah tak tahan lagi
Satu mangkok saja
Lima ribu perak
Yang banyak baksonya
Tidak pakai saos
Tidak pakai sambel
Tapi minta pakai kol
Bakso bulat seperti bola pingpong
Kalau lewat membikin perut kosong
Jadi anak janganlah suka bohong
Kalau bohong digigit kambing ompong
(Penggalan lirik Lagu Abang Tukang Bakso, dinyanyikan oleh Khalista, Daffa dan Kak Nunuk, Tahun 2011)
Lagu di atas sangat melekat di telinga generasi paruh baya. Mungkin tidak ada yang tidak pernah mendengarkan lagu itu. Dengan ilustrasi seorang abang tukang bakso yang keliling di perkampungan dan beberapa anak-anak yang membelinya. Tentu saja harganya sesuai dengan isi kantong anak-anak saat itu. Abang tukang bakso dengan pakaian khasnya topi dan handuk kecil melingkar, topi untuk menutupi sengatan panas matahari, sementara handuk kecil untuk mengusap kucuran keringat.
Topi dan handuk kecil adalah simbol perjuangan wong cilik menghidupi keluarganya. Meski tak banyak yang didapatkan dari berjualan bakso keliling kampung, namun mereka cukup bahagia disaat barang dagangannya habis terbeli. Begitulah wong cilik yang hanya bisa mengais rejeki dari berjualan bakso, namun tetap menjaga kejujurannya. Tentu saja hal ini lebih mulia dibandingkan pejabat negara yang kerjanya hanya korupsi. Lebih ironis, kadang kita melihat abang tukang bakso diusir oleh satpol PP, gerobaknya disita, padahal mereka hanya ingin menghidupi keluarganya yang tak punya.
Bakso adalah makanan khas nusantara yang ada di hampir semua wilayah neneri ini. Bakso adalah makanan vaforit yang disukai oleh hampir semua kalangan, dari pejabat hingga rakyat jelata, dari orang tua hingga balita. Abang tukang bakso biasanya masuk ke kampung-kampung dengan memikul atau memakai motor. Biasanya mereka sore hari datang ke kampung-kampung dengan harga yang sangat merakyat. Meski bakso kini telah merambah ke kota-kota besar dengan restoran yang tergolong mewah. Namun bakso tetap melekat sebagai makanan rakyat kecil.
Sejarah bakso berasal dari cerita di masa Dinasti Ming (1368-1644), Tiongkok (sekarang). Konon, seorang pemuda bernama Meng Bo ingin memasakkan daging empuk dan lembut untuk sang ibu. Ia terinspirasi dari kue mochi, camilan yang terbuat dari ketan yang ditumbuk agar halus, sehingga makanan ini terasa lembut. Bakso adalah salah satu hidangan Indonesia yang masih memiliki akar dari seni kuliner Tionghoa-Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari istilah bakso berasal dari kata Bak-So, dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti 'daging giling'.
Keberadaan tukang bakso tentu saja sangat dinanti masyarakat kecil di kampung-kampung. Bakso termasuk makanan mewah bagi wong cilik yang pendapatannya tidak menentu. Tidak setiap hari wong cilik bisa membeli semangkuk bakso. Jika ada uang, mungkin lebih baik dibelikan beras untuk melanjutkan hidup beberapa hari. Keberadaan abang tukang bakso tentu saja tidak bisa dianggap sepele, apalagi sebagai bahan celaan dan hinaan. Mungkin keringan dan kejujuran mereka itulah yang akan mengantarkan kepada surga.
Abang tukang bakso juga bisa dikatakan sebagai ironi jika dibandingkan dengan kekayaan negeri ini yang melimpah ruah. Mungkin saja abang tukang bakso itu sulit membagi hasil jualannya untuk keperluan sehari-hari seperti bayaran anak sekolah, biaya listrik, air dan kontrakakn rumah. Sementara Indonesia adalah negeri yang dianugerahi oleh Allah berupa sumber daya alam yang melimpah ruah. Bahkan jika dikelola secara islami, bangsa ini akan makmur gemah ripah loh jinawi. Tapi apa daya, negeri ini telah lama terjajah, SDA nya tak banyak memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyatnya sendiri.
Landasan filosofi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut memiliki makna yang mendalam yang patut dipatuhi oleh para penyelenggara negara dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam, termasuk pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Ada beberapa kata yang perlu dijabarkan maknanya lebih lanjut untuk implementasi dalam peraturan perundang-undangan, yaitu: kata “dikuasai oleh negara” dan kata “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Hal di atas mengingatkan kita sebuah hadist Rasulullah bahwa"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.
Namun apalah daya, inilah sistem yang semuanya hanya berhitung untung rugi kepada rakyat. Sistem yang bobrok ini berasas pada aspek manfaat semata. Yang mana seluruh kegiatan dalam meriayah rakyat harus memberikan keuntungan bagi mereka pemegang kekuasaan. Mereka tidak memperdulikan lagi, apakah itu harta milik umum ataukah tidak. Di negeri ini sumber daya alam milik rakyat malah dikuasai oleh oligarki, sementara rakyat terkapar kepaparan.
Hal ini berbeda dengan Islam, Islam melarang tegas negara, ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu. Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya, dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara keseluruhan, tanpa ada yang kekurangan sedikitpun.
Hal tersebut tergambar pada masa kejayaan Islam. Yang mana, saat itu Rasulullah telah memberikan izin kepada Abyadh untuk mengelola tambang garam. Rasulullah mengizinkannya. Namun, saat mengetahui bahwa tambang garam tersebut merupakan harta milik umum, Rasulullah lalu mencabut pemberiannya tersebut dan melarang tambang tersebut dimiliki pribadi. (Sumber : Siti Komariah, S. Pd. I, Komunitas Peduli Umat Konda, Konda, dari Sulawesi Tenggara)
Perjuangan wong cilik yang namanya abang tukang bakso hanyalah secuil fragmen negeri kaya raya yang terjajah oleh oligarki. Maka abang tukang bakso itu mestinya menjadi renungan para pemimpin dan pejabat negeri ini yang di pundaknya ada amanah dari Allah dan rakyat. Amanah ini mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nanti di pengadilanNya. Abang tukang bakso mestinya menjadi cermin bahwa negara ini belum merdeka dan masih terjajah oleh ideologi kapitalisme oligarki.
Abang tukang bakso bukanlah orang yang dihinakan, namun mestinya dimuliakan karena keringatnya telah memberikan kehidupan bagi keluarganya, di tengah negeri yang konon kaya raya, namun faktanya terjajah. Terima kasih abang tukang bakso, jasamu bagi keluarga sungguh luar biasa. Lebih mulia jadi abang tukang bakso yang jujur dari pada jadi pejabat yang kerjanya korupsi uang rakyat.
(AhmadSastra,KotaHujan,25/06/22 : 12.09 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad