Oleh : Ahmad Sastra
Zaman jahiliah yang bermakna kebodohan selalu identik dengan penyembahan kepada berhala yang notabene adalah barang mati. Adalah kebodohan yang nyata ketika ada manusia menyembah dan memohon kepada benda mati. Abdul Aziz dalam Chiefdom Madinah: Kerucut Kekuasaan pada Zaman Awal Islam (2016) menyebutkan, setiap kabilah Arab di Makkah memiliki berhala keunggulan masing-masing, tetapi terbiasa pula menyembah berhala dari kabilah lain.
Hubal menjadi berhala yang paling dimuliakan bagi seluruh kaum Quraisy dan bahkan semua kabilah Arab. Di depan patung tersebut, orang-orang musyrik dari pelbagai kalangan, mulai dari rakyat jelata hingga elite politik, membungkuk-bungkuk dan memelas sembari memohon keberkahan dan perlindungan dari rupa-rupa malapetaka.
Hubal adalah satu dari sekitar 360 berhala yang berjejalan di sekitar Ka'bah pada masa Jahiliyah. Kelak, sesudah pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah), Nabi Muham mad SAW menghancurkan seluruh berhala. Selain Hubal, ada lagi beberapa berhala yang termasyhur di Makkah. Di antaranya ada lah al-Lata, al-Uzza, dan Manah. Eksistensi mereka disinggung dalam Alquran, surah an-Najm ayat 19-20. Orang-orang musyrik menganggap benda-benda mati itu sebagai anak perempuan Allah. Bentuk kedurhakaan ini jelas-jelas bertolak belakang dengan tauhid, yang menegaskan bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Term thâghût berasal dari akar kata thaghâ yang secara bahasa berarti melanggar batas, berbuat sewenang-wenang, kejam atau menindas, melebihi ketentuan yang ada, meninggi dan melampaui batas dalam hal pengingkaran. Penyembahan berhala adalah bagian dari perbuatan yang melampaui batas, karena itu berhala adalah salah satu thaghut. Tagut (bahasa Arab: طاغوت, thaghut) adalah istilah dalam agama Islam yang merujuk kepada setiap yang disembah selain Allah yang rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan ketaatan orang yang menaatinya dalam melawan perintah Allah.
Thaghut itu selalu menyeru beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-nya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya : "Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu." (Yasin 36: 60).
Thaghut juga maknanya adalah hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak sesuai lagi, atau dia membolehkan diberlakukannya hukum yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya : "Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Ma'idah 5: 44).
Thaghut juga bisa bermakna seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang ia rela dengan yang demikian. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya : "Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, 'Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Allah'. Maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zhalim." ( Al-Anbiya' 21: 29).
Kata thaghut dalam al-Qu’ran beserta derivasinya diulang sebanyak 39 kali yang tersebar dalam 39 ayat dan 27 surat. Setidaknya ada lima bentuk derivasi istilah thaghut ini dengan implikasi makna yang berbeda. Beberapa maksud kata thaghut misalnya anjuran untuk tidak mempercayai thâghût; peringatan bahwa thâghût menuntun manusia pada kekufuran; mempersekutukan Allah dengan mengimani thâghût; pemberitaan tentang orang-orang yang berhukum pada thâghût; orang-orang yang berperang di jalan thâghût; balasan Allah terhadap penyembah thâghût; perintah menghindari penyembahan thâghût; kabar gembira bagi yang menghindari penyembahan thâghût; dan faktor-faktor yang membuat manusia bekerjasama dengan thâghût. Ada beberapa ruang lingkup thaghut, diantaranya :
Pertama, thaghut bidang ibadah, firman Allah : “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah-Nya, dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba ku.” (QS. Az-Zumar : 17.
Yaitu segala sesuatu yang diibadahi selain Allah SWT baik berupa syaithan, manusia, yang hidup atau yang mati, hewan, atau bahkan juga benda-benda mati berupa pohon, batu, atau bintang-bintang tertentu, baik beribadah dengan cara mempersembahkan hewan qurban kepadanya, berdoa kepadanya, sholat kepadanya, atau dengan cara mentaati dan mengikutinya pada hal-hal yang menyelisihi syari„at Allah SWT.
Kedua, thaghut bidang sistem hukum dan aturan, firman Allah : “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisaa : 60.
Yaitu segala sesuatu yang dijadikan sebagai hakim (pemutus perkara) selain Allah SWT, Seperti hukum dan undang- undang buatan manusia atau hakim yang memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Allah SWT. Orang itu sebagai penguasa, hakim atau yang lainnya. Yang dimaksud thaghut dalam ayat itu adalah segala sesuatu yang memalingkan dari berhukum kepada kitab Allah dan sunnah Rasulullah. Lalu berhukum kepadanya, seperti sistem dan undang-undang buatan manusia, atau adat istiadat yang diwarisi secara turun temurun, atau para pemimpin suku yang memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan adat tersebut, atau juga dukun. Dari sini dapat dipahami bahwa segala sistem yang dibuat untuk landasan berhukum sebagai tandingan bagi syari’at Allah SWT, masuk dalam pengertian thaghut.
Dengan demikian memberhalakan pada esensinya adalah suatu penyembahan kepada selain Allah, baik berupa manusia, benda, maupun sistem hukum. bisa disimpulkan bahwa hakikat penyembahan berhala-berhala modern adalah paham-paham kesesatan dan kekufuran yang beredar luas dimuka bumi saat ini. Ideologi kekufuran, falsafah kekufuran, dien kekufuran, nation state berpaham nasionalisme, hingga undang-undang buatan manusia. kesemuanya adalah bentuk-bentuk berhala modern. Sebab esensi dan relevansinya dapat ditemukan antara berhala zaman jahiliah dan berhala modern, yakni kepada penyembahan kepadanya dan mengabaikan Allah dan syariatNya. Maka, jika ada seorang muslim di zaman modern ini telah terang-terangan menolak hukum Allah dan memuja hukum selain hukum Allah, pada hakikatnya dia telah memberhalakan thaghut.
(AhmadSastra,KotaHujan,21/06/22 : 11.52 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad