OPTIMASI BUDAYA LITERASI SELAMA RAMADHAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Alhamdulillah, berdasarkan ru'yat hilal global di seluruh penjuru negeri, setelah hilal Ramadhan telah terkonfirmasi di sejumlah wilayah negeri kaum muslim, maka ditetapkan  1 Ramadhan jatuh pada Sabtu, 2 April 2022. Dengan demikian, umat Islam kembali kedatangan tamu agung, yakni bulan suci Ramadhan 1443 H. Lebih dari 43 negara serentak melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh suka cita. Pendapat jumhur ulama menyatakan penentuan 1 Ramadhan berdasarkan ru'yat hilal secara global.

 

Ditegaskan dalam Kitab Al Mizan karya Jus 2 hal 273 Syaikh Abd - Al Wahhab Asy Sya’roni (w. 973 H) menyatakan bahwa dan mereka (empat Imam Mazhab, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad) telah sepakat bahwa jika bulan sabit telah terlihat dari sebuah negeri yang jauh, maka wajib puasa atas seluruh penduduk dunia. Hanya saja ashhab Syafi’iy telah mentashih bahwa hukum tersebut hanya mengikat (penduduk) negeri yang dekat, bukan (penduduk negeri) yang jauh.

  

Maka, marilah kita sambut kedatangan bulan suci ini dengan ucapan : Marhaban ya syahr Ramadhan, bulan berpuasa, bulan Al Qur'an, bulan rahmah, bulan penuh ampunan. Barang siapa yang bergembira akan hadirnya bulan Ramadhan, maka jasadnya tidak akan tersentuh sedikit pun oleh api neraka.” (HR. an-Nasa'i).

 

Kebahagiaan ada pada kesyukuran kita menyambut Ramadhan. Seringkali kita terlalu jauh mencarinya kemana-mana, padahal bahagia itu dekat. Kebahagiaan ada di setiap hati orang yang senantiasa bersyukur, yaitu hati yang bisa melihat dengan jelas deretan karunia yang Allah limpahkan. Bukan hati yang sibuk menghitung apa yang tidak dimilikinya.

 

Waktu-waktu pada bulan suci Ramadhan memiliki  keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan bulan yang lainnya. Rasulullah SAW bersabda: "Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan." (HR. Ahmad).

 

Keistimewaan bulan Ramadhan selanjutnya yang patut diagungkan adalah karena limpahan pahala dan keberkahan. Cukup dengan memberi makan atau minum buka orang yang puasa maka mendapat pahala sebanyak pahala orang puasa tersebut. Hal ini berlandaskan dalam hadis Nabi SAW berikut : Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut." (HR. Ahmad).

 

Nah, tentu saja pelipatgandaan pahala bagi amal sholih yang diberikan Allah pada bulan suci Ramadhan ini bersifat umum. Karena itu sudah seharusnya umat Islam memanfaatkan bulan suci Ramadhan ini untuk memperbanyak amal sholih, bukan malah bermalas-malasan. Harus ada spirit optimasi amal kebaikan. Optimasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimasi (nilai efektif yang dapat dicapai). Optimasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk mengoptimalkan sesuatu hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesusatu secara optimal.

 

Dalam sejarah, bulan Ramadhan oleh Rasulullah dan para sahabat justru menjadi bulan yang penuh produktifitas. Pada bulan Ramadhan tahun ke 2 H, Rasulullah memimpin perang Badar al Kubro antara pasukan Islam yang berjumlah 313 prajurit melawan kafir Quraisy yang berjumlah 1000 prajurit. Pada bulan Ramadhan juga terjadi peristiwa besar berupa penaklukan kota Mekkah atau futhu Mekkah, tepatnya terjadi pada tanggal 10 Ramadhan tahun 8 H yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.

 

Perang Ahzab terjadi para bulan Ramadhan tahun 5 Hijrah dan perang Tabuk melawan adikuasa Romawi terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 hijrah.   Penaklukan kota Thoif juga terjadi di bulan suci Ramadhan dibawah panji Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Kemerdekaan RI bahkan juga terjadi pada tanggal 9 Ramadhan 1366 H atas perjuangan dan jihad para ulama dan santri mengusir penjajah.

 

 

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk bermalas-malasan selama bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, rasa bahagia dan syukur menyambut Ramadhan mestinya diwujudkan dengan produktifitas tinggi dan konstribusi optimal bagi kebaikan. Nah salah satu produktifitas adalah dengan meningkatkan budaya membaca dan menulis. Budaya literasi adalah budaya pada ulama terdahulu karena perintah dari Allah.

 

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al ‘Alaq : 1-5).

 

Selain para ulama, tradisi literasi saintis muslim yang telah melahirkan peradaban mulia telah diakui oleh Barat sebagai inspirasi kebangkitan peradaban Barat. Sebagaimana tertulis dalam sejarah bahwa peradaban Islam yang pernah berjaya ditopang oleh para generasi muslim yang mendalam bidang Al Qur’an bahkan hafal di usia dini, namun juga menguasai keilmuwan modern seperti matematika, sosiologi, psikologi, geografi, kosmologi, kedokteran dan sains lainnya. Bahkan para ilmuwan muslim itu telah juga mewariskan buku-buku berharga, meski kini tak lagi di tangan kaum muslimin.

 

Kontribusi para saintis muslim dalam menopang eksistensi kegemilangan peradaban Islam adalah fakta sejarah yang tak mungkin dielakkan. Banyak nama-nama saintis muslim yang berkontribusi di berbagai bidang keilmuwan pada abad pertengahan. Sebut saja di bidang matematika kita mengenal Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika kita mengenal Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Prof. Dr Abdus Salam. Dalam bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti.

 

Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.

 

Para saintis diatas adalah mereka yang telah melek literasi Islam yang fokus kepada tradisi membaca, menulis dan riset. Mereka adalah generasi ulil albab yang mempelopori kejayaan peradaban Islam. Selain kokoh di bidang aqidah, luas di bidang syariah, mereka juga adalah orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah.

 

Meski pandemi covid 19 belum nampak berakhir, namun tidaklah menghalangi produktifitas seorang muslim selama bulan suci Ramadhan. Berbagai kajian virtual bisa diikuti dari rumah. Produktifitas juga bisa dilakukan dengan cara menghasilkan karya-karya tulis terbaik. Menulis satu huruf di bulan Ramadhan dengan niat ibadah, tentu saja mendapatkan berlipat pahala dari Allah. Menghidupkan budaya literasi Ramadhan adalah bentuk produktifitas.

 

Selain membaca Al Qur’an, Al hadits, juga tentu saja membaca kitab-kitab para ulama terdahulu, maupun ulama kontemporer selama bulan suci Ramadhan adalah contoh produktifitas. Bagus juga membaca kitab-kitab yang menjelaskan tentang bulan suci Ramadhan. Setelah membaca, maka hendaknya menuliskan apa yang telah dibacanya sebagai bentuk pencerahan dan dakwah bagi umat. Sebab dakwah adalah kewajiban seorang muslim, terlebih di Bulan suci Ramadhan, semestinya dakwahnya semakin seningkat. Dakwah dengan tulisan adalah salah satu cara yang bisa dilakukan.

 

Terkait dakwah, Allah berfirman : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri ? (Al Fussilat : 33).

 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS An Nahl : 125).

 

Dakwah ini menjadi penting, sebab negeri Indonesia sesungguhnya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Banyak persoalan di negeri ini yang dipicu oleh penerapan sistem sekuler liberal. Karena itu dakwah kepada penguasa agar menerapkan Islam adalah masalah yang sangat penting dan mendesak.

 

Lihatlah, akibat sekulerisme liberal,  negeri ini tak henti menghadapi berbagai kerusakan kehidupan akibat runtuhnya sendi-sendi moral bangsa. Maraknya miras, pornografi, pornoaksi telah menjerumuskan bangsa ini kepada kubangan perilaku amoral. Akibatnya marak tindak kriminal, pembunuhan, pemerkosaan, terorisme, seks bebas, LGBT, perzinahan, pelacuran hingga tawuran.

 

Entah sudah berapa nyawa melayang akibat kriminalitas yang disulut oleh tenggakan miras ini. Padahal Allah sang Pemilik kehidupan ini telah dengan tegas mengharamkan biang dosa ini. Memikirkan solusi atas semua problem ini adalah bentuk produktifitas ibadah, apalagi pada bulan Ramadhan.

Persoalan lainnya adalah wabah kezaliman akibat penguasa bersekutu dengan oligarki. Merekalah yang selama ini menguasai sebagian besar sumber-sumber kekayaan milik rakyat. Bahkan kasus kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng baru-baru ini, yang amat menyusahkan rakyat, disinyalir adalah ulah para mafia dan pelaku monopoli yang terhubung dengan oligarki. Mereka diduga kuat melakukan penimbunan dan mempermainkan harga.

 

Belum lagi kezaliman di balik isu terorisme dan radikalisme yang terus memakan korban dari kalangan umat Islam. Kasus pembunuhan Dr. Sunardi oleh Densus 88—yang belakangan menurut DPR tidak terbukti melakukan tindakan terorisme—bukanlah kasus pertama. Sudah ratusan orang yang terduga teroris ditangkap atau bahkan dibunuh oleh Densus 88 tanpa diadili.

 

Yang paling berbahaya dari wabah sekularisme—bahkan sekularisme radikal—yang mengakibatkan munculnya islamophobia. Suara azan dipersoalkan, penceramah yang dicap radikal—hanya karena sering bersikap kritis terhadap kekuasaan—dilarang tampil di televisi, dll. Yang tentu tak boleh dilupakan adalah penelantaran syariah Islam yang terus berlangsung hingga kini akibat penerapan sistem sekuler oleh Negara.  Semua ini tentu sebagai akibat umat ini masih jauh dari ketakwaan. Padahal tujuan dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah mewujudkan takwa, sementara puasa Ramadhan telah puluhan kali dilaksanakan oleh umat Islam.

 

Allah SWT berfirman,"Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)". (QS. Al-Baqarah: 185). Mestinya ayat ini betul-betul menjadi spirit bagi umat Islam untuk mewujudkan isi Al Qur’an ini secara kaffah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan melakukan proses kesadaran kepada umat dan penguasa.

 

Sebab, al-Quran sejatinya Allah SWT turunkan agar menjadi rahmat bagi manusia (Lihat: QS Fushilat [41]: 2-3). Sebagai rahmat, al-Quran benar-benar menjanjikan keberkahan bagi manusia. Tentu saat al-Quran secara nyata diterapkan di tengah-tengah kehidupan mereka. Allah berfirman : Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati. Karena itu ikutilah kitab tersebut dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat (TQS al-An‘am [6]: 155).

 

Imam al-Alusi menjelaskan bahwa al-Quran disifati dengan mubârak (yang diberkati) karena mengandung banyak kebaikan di dalamnya, untuk kepentingan agama maupun dunia. Adapun frasa fattabi‘ûhu, maknanya adalah fa‘malû bimâ fîhi (Karena itu amalkanlah semua hal yang terkandung di dalam al-Quran itu) (Al-Alusi, Rûh al-Ma’âni, 6/77).

 

Karena itu tentu penting mengamalkan dan menerapkan seluruh isi al-Quran. Baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Di sinilah pentingnya formalisasi dan pelembagaan al-Quran. Di sini pula pentingnya negara menerapkan al-Quran dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang dipraktikkan oleh Rasulullah saw. saat memimpin Daulah Islam di Madinah, juga oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,04/02/22 : 11.57 WIB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

1 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.