NGAJI BARENG DI MALIOBORO, KAPAN DAERAH LAIN ?



 

Oleh : Ahmad Sastra 

 

Beberapa hari ini tersebar video yang cukup menggembirakan, yakni ngaji bareng masyarakat di malioboro untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Dalam video tersebut, sebagian peserta kegiatan bertajuk Jogja Mengaji itu duduk di kursi-kursi yang ada di pinggir Jalan Malioboro Jogjakarta sembari membaca kitab. Sedangkan kelompok yang membaca selawat berdiri mengenakan kaus hijau di tepi jalan.

 

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Badan Wakaf Al-Qur'an (BWA) Jogja. Hal itu diakui oleh Ketua BWA Jogja, Narko A Fikri. Dia beralasan kegiatan itu sengaja digelar untuk menciptakan tradisi baru yakni membuat masyarakat menyambut Ramadan ini riang gembira. Pihaknya pun mendorong warga cinta membaca Al-Qur'an.

 

Kegiatan ini tentu saja positif dan sejalan dengan Ramadhan sebagai bulan Al Qur’an atau Syahrul Qur’an, di mana pada bulan inilah Al Qur’an di turunkan oleh Allah kepada Rasulullah. Allah berfirman :  Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)". (QS. Al-Baqarah: 185).

 

Secara umum, Islam membolehkan membaca Al Qur’an dimanapun, kecuali secara khusus memang dilarang. Meskipun yang utama, membaca Al Qur’an adalah di masjid, sebagaimana dikatakan Imam an-Nawawi. Karena selain bersih, masjid merupakan juga tempat paling mulia di atas muka bumi ini.

 

Adapun membaca Al-Qur’an di jalan atau kendaraan baik kendaraan pribadi maupun umum,  hal itu diperbolehkan dan tidak makruh hukumnya berdasarkan keterangan berikut : Dari Abdullah bin Mughaffal ra,  dia berkata bahwa: “Aku melihat Rasulullah Saw pada hari pembebasan kota Mekkah dan saat itu beliau membaca surat Al-Fath di atas tunggangannya.”(HR. Bukhari).

 

Allah telah berjanji akan melipatgandakan pahala bagi hamba-hambaNya yang ikhlas berpuasa dan beribadah karena Allah. Saat kaum muslimin membaca al Qur’an di bulan suci Ramadhan. Jika kaum muslimin membaca satu juz Al Qur’an kira-kira berjumlah 7000 huruf, kalikan satu huruf dengan 10 kebaikan dikalikan pahala 70 kewajiban maka akan menghasilkan  4.900.000 kebaikan. Jika satu kali saja Al Qur’an dikhatamkan selama bulan Ramadhan, maka akan didapat 147 juta kebaikan. Jika tiga kali akan didapatkan 441 juta kebaikan.

 

Salah satu tujuan dari term membumikan Al Quran adalah untuk menyebar luaskan atau memasyhurkan Al-Quran. Membumikan Al Quran bukan berarti mengubur atau melenyapkan Al Quran. Begitupun dengan Al Quran, yang di masyhurkan oleh   masyarakat, hafidz hafidzoh dan para ulama yang membaca hingga menghafalkan serta  menjelaskan kandungan kandungan pada  Al Quran agar  membuat hati manusia tersentuh untuk dapat memahami dan mengamalkan Al Quran.

 

Ngaji bareng di Malioboro adalah tradisi yang baik yang bisa juga diikuti oleh daerah lainnya. Ngaji bareng di Malioboro secara sosiologis dan geografis bisa dikatakan sebagai kearifan lokal yang islami. Bisa dikatakan sebagai kearifan lokal syariah begitu. Tentu saka ekspresi beragama bagi masyarakat Indonesia adalah HAM dan dilindungi oleh konstitusi.

 

Membaca Al Qur’an di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan tersendiri. Keduanya saling berkorelasi. Hal ini sejalan dengan hadist Nabi : Puasa dan Al Quran akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, ِAl Quran juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur di malam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat. (HR Ahmad).

 

Negara yang sedang menggelorakan kearifan lokal, tentu saja harus memberikan dukungan sepenuhnya atas kegiatan positif yang dilakukan oleh Muslim dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Ngaji bareng di Malioboro adalah kegiatan yang enak dilihat, menentramkan dan tentu saja tidak mengganggu orang lain.

 

Adalah kejahatan intelektual jika ada orang yang justru memberikan stigmatisasi kegiatan yang positif ini. Apalagi jika sampai melakukan berbagai tuduhan tendensius atas kegiatan ini, maka selain bentuk intoleran juga merupakan ekspresi dari islamophobia. Islamophobia akhir-akhir ini justru semakin subur dan disuburkan di negeri ini yang justru mayoritas muslim.

 

Islamophobia dipelopori oleh Barat dengan cara melakukan upaya monsterisasi Islam. Barat tak mungkin rela jika Islam  mengalami sebuah kemajuan dan kebangkitan. Ini sunnatullah. Apapun akan dilakukan untuk mencoba memadamkan cahaya Allah di muka bumi. Padahal cahaya Allah tidak mungkin padam karena makar mereka. Tuduhan Islam teroris hingga penyebaran pornografi dilakukan untuk melumpuhkan keimanan seorang muslim, hingga mengikuti pola hidup mereka. 

 

Ujung dari setiap usaha ini adalah stigmatisasi atau monsterisasi Islam. Stigmatisasi Islam ini dimaksudkan untuk menimbulkan islamophobia di kalangan kaum muslim sendiri. Simbol-simbol keislaman dicurigai sebagai simbol terorisme dan digantikan dengan simbol-simbol modern ala Barat. Syiar-syiar Islam dianggap penghasutan. Tontonan-tontonan porno dianggap kewajaran dan hiburan.

 

Barat paham bahwa kesadaran Islam telah merebak di seluruh penjuru dunia. Kegalauan atas carut marut kehidupan ala sekulerisme telah mendorong kerinduan terhadap Islam rahmatan lil’alamin.             Ini dibuktikan oleh hasil sejumlah survei yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menginginkan Islam menjadi sumber nilai dan hukum di negeri ini.

 

Secara etimologi, kata fobia/fo·bia/ n dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti suatu ketakutan yang sangat berlebihan atau irasional terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya [an anxiety disorder characterized by extreme and irrational fear of simple things or social situations]. Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu.

 

Bedanya dengan rasa takut biasa, penyakit kejiwaan yang bernama phobia ini takut kepada obyek tertentu yang sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang. Karena itulah oleh pada ilmuwan psikologi, phobia ini dimasukkan dalam bab psikologi abnormal. Dua pendekatan teori psikologi akan penulis hadirkan untuk mengkaji penyakit phobia ini kaitannya dengan khilafahphobia. Pertama teori psikoanalisa Freud dan teori behavioral.

 

Dalam teori Psikoanalisa Freud, phobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Karena itulah jika sejak kecil seorang anak ditakut-takuti oleh kegelapan dan hantu, maka setiap kali situasi malam atau gelap akan menjadi koneksi simbolik seolah pasti ada hantu, lalu timbul ketakutan yang berlebihan, padahal tidak ada yang salah dengan malam hari. Kata-kata awas ada ini awas ada itu yang ditanamkan orang tua sejak kecil kepada anaknya akan menimbulkan penyakit kejiwaan berupa ketakutan yang berlebihan yang disebut phobia.

 

Begitulah pula dengan kata Islam yang dijadikan sebuah obyek untuk menakut-nakuti masyarakat akhir-akhir ini. Islam  yang justru merupakan ajaran mulia dikonstruk sedemikian rupa seolah sesuatu yang menyeramkan, buruk dan membahayakan terus ditanamkan melalui impuls-impuls id masyarakat tanpa memberikan kesempatakan kepada pikiran rasional untuk mengkajinya, maka lahirlah kondisi kejiwaan yang abnormal berupa Islamophobia. Dalam konteks penyakit kejiwaan, maka yang salah bukanlah Islam, namun ketakutan dan kecemaasan yang berlebihan [irasional] inilah yang menjadi masalah dan harus disembuhkan. Sebab phobia adalah penyakit kejiwaan yang bisa disembuhkan.

 

Karena itu ekspresi keagamaan di Malioboro sebagaimana juga ekspresi keagamaan umat lain harus dihargai sebagai bentuk keragaman di negeri ini. Umat Islam selalu dipaksa untuk bisa bertoleransi atas praktek-praktek keagamaan, namun kadang praktek keagamaan Islam justru seringkali disasar dengan berbagai tuduhan yang tidak pantas. Jangan sampai maling teriak maling, teriak-teriak toleran, padahal dia sendiri intoleran.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,04/04/22 : 15.58 WIB)

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.