LINGKARAN SETAN DEMOKRASI DAN OLIGARKI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan yang diizinkan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi. Melansir Thoughtco, "Oligarki" berasal dari kata Yunani "oligarkhes", yang berarti "sedikit yang memerintah". Jadi, oligarki adalah struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, agama, politik, atau kekuatan militer.

 

Pada 600-an SM, ketika Yunani negara-kota dari Sparta dan Athena diperintah oleh kelompok elit bangsawan berpendidikan, pemerintahan oligarki berjaya. Selama abad ke-14, negara-kota Venesia dikendalikan oleh bangsawan kaya yang disebut "aristokrat". Saat Afrika Selatan berada di bawah sistem apartheid kulit putih hingga 1994, adalah contoh klasik dari sebuah negara yang diperintah oleh bentuk pemerintahan oligarki berbasis rasial.

 

Semua bentuk pemerintahan, seperti demokrasi, teokrasi, dan monarki dapat dikendalikan oleh oligarki. Adanya konstitusi atau piagam formatif serupa tidak menghalangi kemungkinan oligarki memegang kendali yang sebenarnya atas pemerintahan. Jadi tidak heran jika demokrasi yang kini tengah diterapkan oleh dunia justru dalam cengkeraman oligarki. Antara demokrasi dan oligarki seperti lingkaran setan.

 

Istilah lingkaran setan adalah keadaan atau masalah yang seolah-olah tidak berujung pangkal, sulit dicari penyelesaiannya; proses atau lingkaran tidak berujung pangkal. Kapitalis sekuler sebagai metode operasional demokrasi telah menyebabkan kerusakan dan kehancuran ekonomi dunia bahkan Indonesia. Akibatnya, krisis globalpun terjadi dan berbarengan dengan pandemi yang telah menyengsarakan umat manusia di dunia abad ini. Penerapan demokrasi liberal tidak pernah memberikan harapan, kecuali kehancuran yang tak berujung.

 

Krisis fiskal negara dunia ketiga yang tersandera bayang-bayang gagal bayar akibat “debt trap” sistem rusak ini. John Perkins membuka mata dunia lewat buku yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Bagaimana dia menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins, untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) agar mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya. Sampai negara tersebut tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.

 

Efek rusaknyapun menjalar ke realitas politik ala demokrasi, saat ini panggung layaknya pasar kotor, dimana jual-beli kepentingan dan saling sikut demi keuntungan bisnis pribadi dan kelompok dilakukan. Sehingga perwujudan demokrasi yang terjadi, bukan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, namun dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Wajah demokrasipun terlihat di dominasi oleh birokrasi oligarki yang menjadikan partai hanya sekedar mesin pendulang suara pemilih dan konstituennya, tidak lebih.

 

Abraham Lincoln (1809-1865), mendefinisikan demokrasi  secara sekuleristik,  yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jargon terkenal atas makna demokrasi ala Lincoln menunjukkan bahwa demokrasi adalah ideologi anti etika agama. Demokrasi membawa gen antroposentrisme sekuler yang meniadakan hukum agama dalam ruang publik. 

 

Demokrasi adalah ideologi berpaham antroposentrisme dan antropomorpisme yang bertentangan secara diametral dengan Islam. Sebab kedaulatan hukum dalam Islam ada di tangan Allah yang tercantum dalam Al Qur’an dan Al Hadist, sementara kekuasaan di tangan seorang khalifah yang wajib hukumnya menerapkan syariah secara kaffah. Sementara demokrasi menjadikan manusia sebagai otoritas kedaulatan hukum dengan menjadikan manusia sebagai sumber hukum untuk mengatur sesama manusia.

 

Islam juga telah menjadikan pengaturan urusan rakyat atau mereka yang memiliki kewarganegaraan menjadikan aktivitas perekonomian tersebut, terikat dengan hukum hukum syariah sebagai suatu perundang-undangan yang mengikat. Seperti firman Allah SWT Apa saja yang telah Rasul bawa untuk kalian, ambillah. Apa saja yang telah dia larang atas kalian, tinggalkanlah. [ Qs Al-Hasyr (59) 7].

 

Antroposentrisme dan antropomorpisme menjadikan demokrasi menjadikan manusia sebagai otoritas pembuat hukum dan perundang-undangan dan membuang kitab suci sebagai sumber konstitusi. Demokrasi adalah semacam ‘bid’ah politik’ yang menjadikan akal dan nafsu serta kepentingan manusia sumber kebenaran. Karena itu secara genealogis dan genetik, demokrasi itu anti agama (baca : Islam). Dari kesalahan konsep kepemilikan menjadikan oligarki semakin subur dalam sistem demokrasi.

 

Karena itu tidaklah mengherankan jika para pemuja demokrasi menjadikan hawa nafsu dan kepentingan pragmatisnya sebagai acuan. Tidak mengherankan pula jika di alam demokrasi justru makin subur para penjilat kekuasaan, penista agama dan berbagai bentuk perilaku amoralitas. Islam akan menjadi sasaran serangan oleh demokrasi melalui mulut para pemujanya. Biaya politik demokrasi sangat tinggi yang menyebabkan perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Lebih ironis lagi jika yang menjadi penguasa adalah para pengusaha, sempurna kehancurannya.

 

Robert Mitchel dalam bukunya “Political Parties, a Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy” menyebutkan kemunculan oligarki merupakan konsekuensi dari proses yang terjadi dalam suatu organisasi, termasuk partai politik. Makin besar organisasi atau partai politik tersebut, kecendrungan mengarah kepada oligarki tidak dapat dihindarkan. Kecendrungan ini disebut Michel sebagai oligarki demokrasi. Yang pada akhirnya, perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa ini akan melahirkan hukum besi oligarki, dimana kepentingan sekelompok orang (minoritas), tidak mewakili kepentingan orang banyak (mayoritas).

 

Seperti lingkaran setan, relasi antara demokrasi dan oligarki yang senyatanya telah menjadi malapetakan peradaban modern tanpa pernah ada ujungnya. Karena itu solusinya hanya satu yakni buang demokrasi dan terapkan Islam. Sebab dengan sistem Islam, oligarki tidak akan bisa tumbuh. Konsep kepemilikan dalam Islam tidak memungkinkan tumbuhnya oligarki.

 

Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya (QS Al Hasyr : 7)

 

(AhmadSastra,KotaHujan,17/3/22 : 11.47 WIB)

 

 

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

1 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.