NARASI RADIKALITAS ISLAM : ANTARA KERANCUAN EPISTEMOLOGI DAN SENTIMENTALITAS POLITIK KEKUASAAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Radikalisme : Genealogi dan Histori

 

Setelah berhasil mencabut BHP HTI melalui menkopolhukam Wiranto, di periode kedua, Jokowi makin kencang membangun narasi radikalisme melalui beberapa kementerian. Menteri agama Fahrul Rozi dan Mahfud MD secara gamblang mengkaitkan radikalisme dengan khilafah. HTI sendiri sudah lama dianggap sebagai ormas radikal. Tapi anehnya, sepanjang acara ILC TVOne yang membahas radikalisme, justru definisi radikal tidak bisa dirumuskan.

 

M. Zaki Mubarok, pengamat gerakan radikalisme dari UIN Jakarta, dalam bukunya Genealogi Islam Radikal di Indonesia : gerakan, pemikiran dan prospek demokrasi (tesis) memasukkan HTI sebagai salah satu ormas radikal, selain MMI dan FPI. Secara genealogis, munculnya HTI adalah bagian dari lahirnya gerakan radikalisme agama di Indonesia.

 

Buku ini sesungguhnya berasal dari tesis penulis di Program Migister Ilmu Politik FISIP UI yang pada awalnya berjudul, “Islam Fundamentalis Radikal: Gerakan dan Pemikiran FPI, Laskar Jihad, Majlis Mujahidin dan Hizbut Tahrir Indonesia Tahun 1998-2003.” Menurut penulis buku ini, aktor dan aktivis Islam radikal sebetulnya pemain lama yang muncul kembali secara terang-terangan pada masa reformasi ini, seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jamaah.

 

Radikalisme adalah istilah yang dikonstruk oleh epistemologi Barat, bukan dari khasanah ajaran Islam. Radikalisme berasal dari kata radical atau  radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar akarnya. Dalam kamus Inggris Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama-artikan (synonym) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”. ‘radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar ; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada etimologi kata “akar” atau mengakar.

 

Secara historis, istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19, untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula munculnya fundamentalisme.

 

Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910, dimana saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang  bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan  yang lahir dari ideologi kapitalisme yang berdasarkan aqidah pemisahan agama dari kehidupan.

 

Istilah radikalisme mengalami semacam politisasi makna, istilah radikal oleh Barat kemudian dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Ini adalah fakta sejarah, bukan ilusi apalagi fitnah. Menggunakan istilah radikal untuk Islam merupakan sebuah kerancuan epistemologi atau cacat intelektual dan cacat historis.

 

Hegemoni wacana neomodernisme dan postmodernisme yang kini dikendalikan  Barat telah menyeret kaum muslimin di seluruh belahan dunia kepada jebakan epistemologis yang rumit. Barat sangat serius melakukan kajian tentang Islam dalam perspektif dan paradigma mereka. Sebagian besar cendekiawan muslim telah merasakan hidangan intelektual ini dan menyantapnya dnegan lahap. Akibatnya, justru kaum muslimin masuk dalam jebakan kebingungan intelektual. Dengan metode hermeneutika,  lambat laun pemikiran umat tercerabut dari fundamental Islam itu sendiri. Islam Allah dan Rasulullah akan berubah menjadi Islam Barat.

 

Hermeneutika sebagai produk neomodernisme Barat telah melahirkan neosinkretisme Islam. Neosinkretisme Islam oleh kalangan kampus sering disebut dengan istilah pemikiran Islam modern. Beberapa “pemikiran Islam modern” yang kini tengah merasuki kaum akademisi dan intelektual muslim adalah istilah-istilah “aneh” sebagai hasil interpretasi epistemologis para sarjana studi Islam. Sebut saja misalnya istilah Islam nusantara, Islam moderat, Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam inklusif, Islam kebhinekaan, Islam progresif, Islam liberal, Islam sekuler, dan Islam dengan sifat isme-isme lainnya

 

Istilah-istilah di atas sesungguhnya selain tidak ditemukan jejaknya dalam khasanah sumber hukum Islam, istilah ini juga telah berhasil mengkotak-kotak Islam yang berpotensi menjadi pemicu pecahnya persatuan umat Islam. Bukan hanya itu, kini muncul juga kajian-kajian fiqih kontemporer yang tak kalah membingungkan seperti fiqih lintas agama dan fikih kebhinekaan. Perbedaan ijtihad fiqih ulama-ulama otoritatif terdahulu seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Hanafi dan Imam Hambali bahkan kini dihadap-hadapkan dengan berbagai tuduhan bid’ah dan syirik satu sama lain. Bahkan terjadi juga gerakan intelektual yang menggugat fundamental Islam yang telah baku seperti gugatan ulang terhadap wajibnya haji, gugatan terhadap otensitas dan kandungan isi al Qur’an hingga pelarangan jilbab di sekolah-sekolah.

 

Menakar HTI : Antara  Obyektivitas dan Sentimentalitas

 

           

HTI adalah ormas legal yang sejak lama berdiri di Indonesia dan memiliki kiprah positif bagi kesadaran keislaman bangsa ini. Sebab HTI sama dengan ormas Islam lainnya merupakan organisasi dakwah yang mendakwahkan ajaran Islam dari A sampai Z. Namun, oleh pemerintah, HTI kemudian dipersoalkan hingga dicabut legalitas badan hukumnya dengan didasarkan oleh berbagai asumsi yang dikonstruk pemerintah tanpa melalui proses peradilan.

 

Tidak mengherankan jika pemerintah dianggap oleh banyak kalangan justru telah melanggar konstitusinya sendiri. Sebab penerbitan perppu ormas dianggap sebagai tindakan semena-mena atas hak rakyat untuk berserikat dan berkumpul serta menyuarakan pendapat. Penerbitan perppu adalah langkah yang sombrono karena meniadakan proses dan prosedur  hukum yang selama ini justru dijadikan sebagai  pilar atas negara ini.

 

Ketidakadilan penerbitan  perppu ormas  ini dibuktikan oleh ketidakjelasan latar belakangnya. Jika ormas HTI dianggap sebagai ormas anti-pancasila, alasan inipun tidak pernah dengan jelas dipaparkan oleh pemerintah. Sebab secara substansial tidak ada satupun sila dari lima pancasila dilanggar oleh HTI. Sebaliknya jika dicermati, justru perilaku anti pancasila telah mewarnai negeri ini seperti korupsi, kriminalitas, LGBT, narkoba, privatisasi aset negara, dan gerakan sparatis yang jelas telah melecehkan simbol-simbol negara.

 

Oleh HTI, tindakan pemerintah ini merupakan bentuk kezaliman rezim terhadap ormas Islam yang justru telah banyak memberikan kontribusi positif bagi perbaikan masyarakat. Maka, HTI kemudian menempuh jalur hukum dengan melakukan gugatan atas keputusan pemerintah melalui PTUN. Salah satu tuduhan pemerintah yang dialamatkan kepada HTI adalah sebagai ormas radikal yang melahirkan terorisme. HTI juga dituduh mengajarkan pengkafiran kepada individu dan kelompok yang berbeda. Bahkan HTI oleh pemerintah melalui saksi ahli pemerintah disebut sebagai ormas yang mengajarkan jihad sebagai perang.

 

Nampaknya pemerintah melakukan pembacaan terhadap ormas HTI secara subyektif didasarkan oleh timbangan epistemologi Barat. Sebab HTI telah dengan jelas membantah seluruh tuduhan pemerintah, baik secara lisan maupun didasarkan oleh kitab-kitab yang dijadikan rujukan oleh HTI. Ormas ini justru melakukan apa yang disebut dakwah intelektual yang santun dan argumentatif dengan menjauhkan berbagai tindakan kekerasan. Sementara istilah radikalisme dan terorisme telah disebutkan di awal tulisan ini merupakan istilah Barat yang tidak tepat dan tidak terbukti jika dikaitkan dengan Islam.

 

Begitupun jika dikaitkan dengan ormas HTI, istilah radikal menjadi tidak tepat, sebab timbangnyya epistemologinya salah.  HTI adalah ormas yang berdakwah mengajarkan ajaran Islam dalam rangka menyadarkan masyarakat akan keislamannya. Disisi lain justru HTI telah menjadi satu-satunya ormas Islam yang secara serius mengingatkan pemerintah dan masyarakat akan bahaya neokolonialisme yang sedang menjajah Indonesia dengan memberikan solusi Islam untuk mengusir penjajah itu, sebagaimana dalam sejarah Islam telah menjadi solusi bagi pelawanan terhadap penjajah hingga Indonesia merdeka.

 

Penjajahan dari dulu hingga sekarang adalah sama yakni hegemoni kapitalisme dan komunisme di negeri ini. Kedua ideologi ini sejak dahulu telah melakukan penjajahan atas negeri ini. Hal ini sangat disadari oleh HTI dan demi cinta kepada Indonesia, HTI memberikan proses penyadaran ideologis dengan menjadikan Islam sebagai solusi.

 

Ada pasal fundamental dalam Undang-Undang Dasar di negeri ini bahwa sumber daya alam adalah milik rakyat dan dikuasai negara untuk dikelola demi kesejahteraan rakyat. Dalam perspektif Islam, sumber daya alam seperti air, hutan, minyak dan gas adalah milik rakyat atau umat yang tidak boleh dijual atau diprivatisasi menjadi monopoli individu.

 

Privatisasi sumber daya alam sebagai konsekuensi implementasi sistem ekonomi kapitalisme sejatinya melanggar undang-undang, terlebih prinsip Islam. Rasulullah pernah bersabda, kaum muslim bersekutu [memiliki hak yang sama] dalam tiga hal : air, padang dan api [HR Abu Dawud]

 

Sistem kapitalisme merujuk kepada sistem sosial ekonomi yang individualistik dan liberalistik, dimana kepentingan individu diatas segalanya. Karena itu kapitalisme sering juga disebut dengan istilah free enterprise atau private enterprise.

 

Hak milik privat atas alat-alat produksi dan konsumsi [tanah, pabrik, jalan, dll] dengan tujuan menumpuk kekayaan individual adalah karakter utama kapitalisme menurut Milton H Spencer. Konsep ini timbul dari pemikiran filsafat John Locke yang berpendapat bahwa kekayaan adalah hak alamiah dan terlepas dari kekuasaan negara.

 

Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang tercantung dalam pancasila hanya akan menjadi sebuah utopia bagi rakyat kecil, jika yang diterapkan di negeri ini justru kapitalisme yang individualistik. Menjual aset-aset strategis bagi faktor kesejahteraan rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa ini.

 

Sebab semakin banyak kebijakan privatisasi, maka semakin menganga kemiskinan rakyat. Akhirnya negara hanya menjadi kapling-kapling para kapitalis yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Kapitalisme ekonomi akan menjadikan kesenjangan menganga antara yang kaya dan yang miskin. Kekayaan sebuah negara hanya akan dikuasai oleh segelintir manusia rakus.Sementara dari sisi sosial, sekulerisme akan melahirkan perilaku individual amoral yang jauh dari nilai-nilai agama dengan berlindung dibalik hak asasi manusia sebagai hak individual untuk berbuat apa saja. Kapitalisme sekuler telah membawa self destructive sejak lahir.

 

Worlview kapitalisme yang antietika agama inilah yang kelak menjadi sumber malapetaka sosiologis dunia modern di seluruh aspeknya. Kapitalisme adalah kejahatan sistematis dan terstruktur yang ditopang oleh konsensus konstitusi hasil konspirasi pengusaha dan penguasa yang hidup dalam jeratan pragmatisme. Dari akar masalah inilah lahirnya berbagai bentuk kemiskinan dan kejahatan di masyarakat arus bawah karena tekanan hidup yang semakin tidak adil.

 

Sistem kapitalisme mendudukkan para pemilik modal diatas negara. Kedaulatan negara berada dibawah kuasanya. Faktor-faktor ekonomi strategis dikuasai sepenuhnya oleh para kapitalis yang mampu mengendalikan berbagai kebijakan negara. Kedaulatan dan keadilan dalam negara kapitalistik hanyalah sekedar retorika semua, jika tidak hendak dikatakan sebagai pembohongan publik.

 

Alih-alih penguasa akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai amanah Undang-undang, dengan sistem kapitalisme ini justru sebuah negara akan mudah tergadaikan kedaulatannya dalam pesaran materialisme.

 

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa negara bisa terjual jika menganut sistem kapitalisme ini. Bukan hanya sampai disitu, kapitalisme akan melahirkan berbagai kezaliman bagi rakyat kecil. Setidaknya ada empat kezaliman akibat sistem kapitalisme ini.

 

Pertama, kezaliman politik. Mengingat kekuasaan terhadap manusia dimonopoli oleh komunitas tertentu di antara mereka. Komunitas yang memonopoli kekuasaan ini senang memaksakan kehendaknya kepada rakyat, tanpa memberikan hak kepada siapapun untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyusun program dan cara kerja penguasa. Di sana telah terjadi perampasan hak rakyat secara masif oleh sentral kekuatan politik negara.

 

Kedua, kezaliman sosial. Proses penjaringan penguasa dalam sistem kapitalisme diberikan hanya kepada orang-orang berduit dan yang mau melakukan tindakan tercela berupa suap atau gratifikasi. Akibatnya orang-orang yang sebenarnya memiliki kejujuran dan integritas tidak tidak ada peluang sama sekali jika tak memiliki uang.

 

Kapitalisme dengan demikian berwatak diskriminatif terhadap orang-orang baik yang sejatinya layak menjadi pemimpin. Terbukti banyaknya tindak pidana korupsi adalah cara untuk mengembalikan modal politik penguasa dalam sistem kapitalisme.

 

Ketiga, kezaliman ekonomi.  Tumbuhnya kelas sosial kapitalis yang memiliki kekayaan yang melimpah di satu sisi tapi terdapat pula kelas sosial yang sangat miskin di sisi lain. Kekayaan segelintir orang bisa melebihi harta ratusan juta rakyat jelata.

 

Hal ini diakibatkan oleh belum terfikirnya pembuatan peraturan pendistribusian kekayaan negara kepada rakyat. Karenanya tumbuh kelas sosial yang kaya (kapitalis) yang rakus dan menzalimi sesama demi memuaskan nafsunya tanpa mengindahkan aturan. Tumbuhlah praktek-praktek ribawi yang sangat menjerat si miskin.

 

Keempat, kezaliman jiwa. Masyarakat kapitalistik tidak dibangun di atas asas persaudaraan melainkan pemaksaan dan kepentingan sepihak. Inilah yang kemudian menghilangkan kejernihan jiwa penguasa dan rakyat. Mereka tumbuh menjadi penindas yang lemah. Jiwa mereka menjadi gelap penuh egoisme dan kecongkakan.

 

Akibatnya berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas  tumbuh subur dari dari pucuk penguasa hingga rakyat jelata. Rakyat kemudian banyak mengalami stress dan depresi akibat tekanan ekonomi yang kian menjerat.

 

Dalam konteks inilah sesungguhnya ormas HTI menginginkan bangsa ini terbebas dari berbagai bentuk penjajahan dengan menerapkan Islam secara kaffah dengan tegaknya institusi khilafah. Khilafah sendiri adalah bagian dari ajaran Islam yang mampu menjadi benteng bagi pertahanan dan pelawanan penjajahan. Dalam hal ini pemerintah mestinya berterima kasih kepada HTI karena telah memberikan contoh cinta yang mendalam kepada negeri ini dengan cara yang benar dan mulia.

 

Semestinya pemerintah menghormati gagasan-gagasan yang disampaikan oleh masyarakat dengan cara yang seimbang. Sebab gagasan syariah sebagai solusi yang diemban oleh HTI adalah ajaran Islam itu sendiri. Bukankah penerapan syariah ini telah juga dilakukan di berbagai bidang seperti perbankkan syariah, wisata syariah, asuransi syariah, hotel syariah dan berbagai bidang lainnya.

 

Bahkan Inggris dan Jepang adalah dua negara yang justru mengakui keunggulan sistem syariah ini. Disinilah pemerintah harus tetap tenang dan obyektif melihat kecenderungan dan perkembangan dunia dan melepas diri dari berbagai tekanan negara asing kapitalisme yang secara ideologis bertentangan dengan sistem Islam.

 

Jika mau obyektiif, ideologi kapitalisme sekuler jika ditelisik lebih mendalam justru menjauhkan negeri ini dari nilai-nilai Pancasila di semua aspek berbangsa dan bernegara. Sila pertama yang menyatakan keesaan Tuhan (tauhid) justru dinodai oleh berbagai penyimpangan agama yang semakin tumbuh tak terkendali. Sila kedua yang menyatakan kemanusiaan dan keberadaban justru dinodai oleh segala bentuk kriminalitas dan kezaliman yang semakin mengkhawatirkan. Karena itu dalam konteks HTI, pemerintah lebih banyak sentimentalitas dibandingkan rasionalitas demi mencari kebenaran yang hakiki. Selain itu pemerintah banyak mengalami ketidakpahaman atas epistemologi Islam sehingga melontarkan berbagai tuduhan kepada HTI.

 

Sistem ekonomi kapitalisme terbukti telah melahirkan kesenjangan ekonomi yang semakin dalam. Kekayaan di negeri ini hanya dikuasai oleh segelintir konglomerat, sementara rakyat kecil mayoritas belum bisa beranjak dari status warga miskin. Kemiskinan dan ketidaksejahteraan inilah yang seringkali memicu kriminalitas dan bahkan upaya disintegrasi. Cita-cita persatuan Indonesia justru berada di ujung tanduk dibawah hegemoni kapitalisme yang tak berkeadilan. Pertanyaannya, apa kapitalisme itu pancasilais ?. Kemana Pancasila saat kapitalisme di terapkan di negeri ini ?.

 

Wajar jika  Din Syamsudin menegaskan bahwa mestinya yang dibubarkan adalah kapitalisme, bukan ormas Islam. Sementara PKS menegaskan bahwa perppu ormas terbuktif represif [Republika, 27/7]. Jadi ketidakadilan ini semestinya diadili jika negeri ini mau berkemanusiaan yang adil dan beradab.

 

 

Sebuah Catatan Akhir

 

Dari makalah ini dapat disimpulkan bebarapa hal berikut, pertama menyatakan HTI yang mengajarkan Islam dengan dakwah damai dan ingin membebaskan Indonesia dari neokolonialisme sebagai ormas radikal adalah sebuah tuduhan keji penuh sentimentalitas akibat politik kekuasaan yang sekuleristik dan kapitalistik. Terdapat kerancuan epistemologi dalam memaknai istilah radikal karena mendasarkan para epistemologi Barat.

 

Kedua mengatakan bahwa HTI adalah ormas yang mengajarkan terorisme karena memahami jihad sebagai perang adalah kedangkalan berfikir. Sebab baik secara normatif dan historis jihad adalah ajaran Islam yang salah satu artinya adalah perang melawan penjajah, sebagaimana telah dilakukan oleh para ulama dan santri terdahulu yang turun ke medan perang melawan penjajah dengan semangat jihad fi sabilillah. Gema takbir para pejuang Islam telah mengobarkan perlawanan kepada kaum kolonial hingga Indonesia merdeka.

 

Ketiga upaya pemerintah untuk membangun narasi radikalitas HTI merupakan sebuah kerancuan epistemologi dan sentimentalitas politik kekuasaan yang menunjukkan kezaliman dan ketidakadilan. Jika tidak ingin disebut sebagai tuduhan dan fitnah keji terhadap HTI dan ajaran Islam. menghalangi kebangkitan Islam dengan menolak ajaran khilafah adalah bentuk upaya untuk memadamkan cayaha Allah.

 

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai (QS At Taubah : 32-33)

 

Usaha bijak dan pengorbanan yang cerdas dari para cendekiawan muslim, pertama kali harus diorientasikan untuk membangun masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun berdasarkan manhaj Allah. Ketika masyarakat telah mengalami kerusakan total, ketika jahiliyah telah merajalela, ketika masyarakat dibangun dengan selain manhaj Allah dan ketika bukan syariat Allah yang dijadikan asas kehidupan, maka usaha-usaha yang bersifat parsial tidak akan ada artinya. Ketika itu usaha harus dimulai dari asas dan tumbuh dari akar, dimana seluruh energi dan jihad dikerahkan untuk mengukuhkan kekuasaan Allah di muka bumi. Jika kekuasaan ini telah tegak dan kuat, maka amar ma’ruf dan nahi munkar akan tertanam sampai ke akar-akarnya “

 

Dakwah ini memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakekat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan. Keimanan dan tataran inilah yang akan menjadikan kebergantungan secara total kepada Allah, serta keyakinan bulat akan pertolonganNya kepada kebaikan serta perhitungan akan pahala di sisiNya, sekalipun jalannya sangat jauh. Orang yang bangkit untuk memikul tanggungjawab ini tidak akan menunggu imbalan di dunia, atau penilaian dari orang lain lain (baca : Barat). Jangan menuruti mereka, meski  jumlahnya sangat banyak.

 

Perhatikan firman Allah, “ Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah (QS Al An’am : 116).

 

Maka tidak ada cara lain bagi kaum muslimin untuk untuk istiqomah menjadi seorang muslim sejati yang terus mendakwahkan Islam kepada seluruh masyarakat dan menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi alam semesta, tidak radikal sebagaimana dituduhkan musuh-musuh Islam. masyarakat harus juga dipahamkan dan diajak berjuang bahwa rahmat Islam bagi alam semesta hanya bisa diwujudkan dan dirasakan jika syariah Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi daulah khilafah. Wallahua’lam bishawab.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdurrahman, Muhammad Imaduddin. Kuliah Tauhid. Bandung : 1980. Pustaka-Perpustakaan salman ITB.

Ahmad, Zainal Abidin.   Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Siena,  1974. Jakarta : Bulan Bintang.

Ahmed, Shabir, Anas Abdul Muntaqim dan Abdul Sattar. Islam dan Ilmu Pengetahuan. 1999. Bangil : Al Izzah

Hodgson, Marshall GS, The Vanture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam, 2002, Jakarta : Paramadina.

Iqbal, Muhammad. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam. 1966. Jakarta : Tintamas.

Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, 2003, Yogyakarta : Titian Ilahi Press

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, 2005, Jakarta : Paramadina

Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah 2, 2010, Bandung : Salamadani.

M. Zaki Mubarok, Genealogi Islam Radikal di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2008.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.