SEBUAH REFLEKSI KEUMATAN 2021



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Jika diajukan pertanyaan reflektif apakah selama 2021 rezim ini secara sistematis berupaya untuk menjauhkan rakyat yang mayoritas Muslim ini dari kesadaran kewajiban menerapkan syariat Islam secara kaffah ?.  Maka jawabnya adalah tentu saja seperti itu. Negeri ini menurut saya semakin menguatnya paham sekulerisme radikal dimana misi utamanya adalah menghadang kebangkitan ideologi Islam yang justru akan menebarkan rahmat bagi bangsa ini sekaligus menjadi solusi hakiki bagi kompleksitas masalah di negeri mayoritas muslim ini. Sebaliknya ideologi kapitalisme sekuler justru semakin mendapatkan tempat dengan berbagai propagandanya.

 

Padahal negeri ini sedang menghadapai masalah sangat fundamental dengan adanya berbagai kasus seperti semakin maraknya korupsi, kolusi, nepotisme. Muncul juga di negeri ini para politisi pengkhianat yang justru pro penjajah dibandingkan pro kepada bangsanya sendiri dengan terus membangun kemesraan dengan mereka demi pundi-pundi uang.  Di negeri ini pula muncul berbagai narasi pemimpin pembohong yang telah menjadikan rakyat semakin muak dengan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara sehingga rakyat tak kunjung mendapatkan kesejahteraan hidup yang dijanjikan setiap kali pemulu datang. Di negeri ini pula  kejahatan semakin meningkat, dekadensi moral, legalisasi zina atas nama HAM.

 

Indikator adanya upaya untuk menghadang perjuangan Islam kaffah diantaranya adalah adanya kriminalisasi ulama, kriminalisasi aktivis dakwah, penangkapan ulama berdalih terorisme, pembubaran pengajian, pemberiaan stigma kepada para penganjur syariah Islam,  pembungkaman ormas Islam, hingga pembelengguan kebebasan berserikat, berkumpul dan hak menyampaikan pendapat, ini semua justru bisa dilihat dan dirasakan rakyat sebagai menu wajib dalam perjalanan politik bangsa Indonesia. Padahal menurut Jhon Pilgers, Jurnalis Australia, korban terbesar narasi  terorisme adalah umat Islam itu sendiri. Hakikatnya tak ada perang terhadap terorisme, yang ada adalah perang menggunakan alasan terorisme, katanya.  

 

Indikator paling dominan adalah penguatan narasi moderasi agama yang memang berasal dari ideologi penjajah yang dijajakan kepada masyarakat Indonesia melalui para pengasongnya yang bisa jadi mendapatkan upah dari proyek ini. Narasi moderasi sebagai upaya menyerang Islam dapat ditemukan korelasinya dengan buku Ceryl Bernard berjudul "Civil Democratic Society"  terbitan Rand Corporation, umat Islam dibagi menjadi 4 golongan:1) Muslim Fundamentalis 2) Muslim Tradisionalis 3) Muslim moderat (liberal) 4) Muslim Sekuler. Dengan data ini berarti umat Islam hari ini menghadapi berbagai ancaman dan tantangan baik dari internal umat Islam maupun dari eksternal umat Islam. Ancaman paling serius adalah Ghazwul Fikri (perang pemikiran) sebuah strategi baru yang digunakan untuk menghancurkan Islam. Namun sayangnya, banyak umat Islam yang tidak menyadari ini.

 

Genealogi  perang pemikiran ini telah berlangsung sekitar 3 abad hingga hari ini. Perang asimetrsi ini terbukti efektif, buktinya banyak kalangan intelektual muslim yang terpapar sekulerisme, liberalisme dan pluralisme. Ketiga paham ini adalah produk epistemology barat untuk mendekonstruksi ajaran Islam. Itulah mengapa tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram atas ketiga paham di atas. Secara epistemologi, Islam adalah kebenaran, sedangkan moderasi agama (beragama) adalah kekacauan berfikir.

 

Karena itu tidaklah sama antara makna Islam washatiyah dengan Islam moderat, sementara propaganda moderasi agama adalah racun aqidah. Istilah washatiyah berasal dari Al Qur’an, sementara istilah moderat berasal dari epistemologi Barat. Meskipun banyak cendekiawan muslim memaksakan diri untuk menyamakannya. Menyamakan keduanya akan melahirkan epistemologi oplosan yang menyesatkan umat. Pengarusutamaan moderasi agama adalah sia-sia karena merupakan produk gagal paham, dan karenanya pasti akan gagal pula, setidaknya umat tidak boleh diam, terus bersuara untuk membungkam sesat pikir ini.

 

Tanpa diberikan embel-embel moderat, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Tanpa ada narasi moderasi agama, Islam adalah agama yang paling bisa memberikan ruang pembiaran kepada pemeluk agama lain. Hanya paham demokrasi sekuler yang diterapkan saat inilah yang justru menuduh Islam sebagai agama radikal dan anti keragaman. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namun tidak dengan pluralisme teologis.

 

Propaganda narasi beragama itu cenderung menyasar agama Islam, bukan agama lainnya. Indikator yang terus dipropagandakan terkait narasi moderasi beragama adalah soal komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan atas tradisi. Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai negara karena Allah dengan cara mengelola berdasarkan hukum yang telah Allah turunkan. Islam jelas melarang umatnya untuk berhukum kepada selain hukum Allah. Hal ini merupakan persoalan fundamental dalam ajaran Islam, sebab terkait dengan keimanan dan kekafiran, keadilan dan kezaliman, serta komitmen dan kefasikan. (lihat QS. Al Maidah :44, 45 dan 47,  QS Al An’am : 57 dan121, QS At Taubah : 31, QS Yusuf : 40, QS Asy Syura : 21).

 

Narasi moderasi beragama selain sebagai sesat fikir karena cacat epistemologi, juga akan melumpuhkan ideologi Islam yang membawa kebangkitan kaum muslimin. Pengarusutamaan moderasi beragama adalah upaya menarik pluralitas sosiologis menuju pluralisme teologis atas nama keragaman dan toleransi. Bahkan lebih dari ada tujuan yang lebih besar lagi yakni melanggengkan penjajahan di negeri-negeri muslim. Moderasi agama atau beragama dengan demikian, bukan hanya soal propoaganda teologis namun juga membawa kepentingan politik neoimperialisme. Karena itu narasi moderasi agama yang dikaitkan dengan narasi radikalisme adalah upaya menyerang Islam, maka waspadalah.

 

Lantas apa yang harus dilakukan umat Islam dalam menghadapinya di 2022 ini ?. Jawabnya tentu saja umat Islam harus meyakini sebagai umat terbaik yang dilahirkan untuk menjadi para pejuang Islam. Jika umat terdahulu mendapat ujian dalam perjuangan, maka demikian pula dengan hari ini bagi muslim yang mengambil peran perjuangan. Jika para pendahulu semakin yakin dan semangat berjuang saat dihadapkan dengan ujian, maka semestinya demikian pula dengan para pejuang Islam hari ini. Sebab sudah sunnatullah bahwa setiap perjalanan perjuangan akan dihadapkan dengan adanya ujian dan tantangan, maka mestinya umat hari ini semakin semangat dan yakin. Muslim itu hanya takut kepada Allah dan tidak takut kepada manusia selama kita berjalan di atas jalan Allah.  Oleh sebab itu penting ditegaskan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan holistik bagi kebaikan manusia seluruhnya sebab ia berasal dari sang Pencipta manusia. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistik, dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, nilai, akhlak, moralitas, ritual dan begitu juga atribut syiarnya. Ini semuanya menuntut risalah ini ditopang oleh individu yang bertaqwa serta kekuatan institusi yang dapat merealisasikannya secara komprehensif di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan begitu, maka dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia akan berjalan, persatuan umat Islam akan terwujud serta penerapan Islam kaffah akan menjadi kenyataan.

 

Oleh sebab itu setidaknya umat hari ini menimbang langkah perjuangan di tahaun 2022 ini dengan setidaknya tiga dimensi. Pertama, dimensi normatif bahwa  muslim sebagai umat terbaik yang wajib amar ma’ruf nahi munkar, umat Islam juga merupakan umat yang satu yang bertuhan satu, berkitab satu, bernabi satu, dan  berkiblat satu pula. Penting disadarkan juga bahwa umat Islam di seluruh dunia adalah bersaudara, maka haram hukumnya bercerai berai, penting juga diyakinkan bahwa janji Allah adalah pasti bahwa akan menjadikan Islam kembali memimpin peradaban dunia.  

 

Kedua dimensi empirik bahwa sesungguhnya umat Islam di seluruh dunia adalah kekuatan besar jika mau bersatu padu. Negeri-negeri muslim juga merupakan negeri yang kaya akan SDM dan SDA yang bisa menjadi faktor penting bagi tegaknya peradaban. Namun faktanya hari ini, umat Islam yang berjumlah 1,7 milyar justru terpecah belah dan sumber daya alamnya dikeruk oleh negeri-negeri kapitalis penjajah. Ketiga adalah dimensi historis bahwa lebih dari 14 abad negeri-negeri muslim pernah dan bisa bersatu dalam daulah Islam dengan berbagai kemajuannya yang luar biasa, bahkan mampu menjadi mercusuar dan pemimpin peradaban dunia.

 

Oleh sebab itu umat Islam harus semakin yakin akan janji Allah bagi umatnya yang beriman, bertaqwa dan berjuang di jalannya. Setidaknya ada sepuluh janji Allah bagi hambanya yang beriman dan bertaqwa : Pertama, Allah SWT berjanji akan menolong orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah SWT, "... Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (QS. Ar-Ruum: 47). Kedua, diberikan advokasi atau pembelaan (ad-difa'). Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang ber­iman...” (QS. Al-Hajj:38). Ketiga, mendapatkan perlindungan kasih sayang (Al-wilayah). Allah SWT berfirman, ”Allah Pelindung orang-orang yang beriman.... ” (QS. Al-Baqarah: 257). Keempat, ditunjukkan kepada jalan yang benar (Al-hidayah). Didasarkan firman Allah SWT, ”... Sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang- orang yang beriman kepada jalan yang lurus. ” (QS. Al-Hajj: 54).

 

Kelima, orang-orang kafir tidak akan diberikan jalan untuk memusnahkan mereka dari muka bumi (adamu taslithiil kafirin). Allah SWT berfirman, "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-oriing kafir.” (QS. An-Nisa.i : 141). Keenam, diberikan kekuasaan di dunia dan diberikan kemapanan dalam segala bidang. Allah SWT berfirman, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah meiyadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan (memberikan kemapanan) agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka.” (QS. An-Nuur; 55).

 

Ketujuh, keberkahan dari langit dan bumi, seperti sumber daya alam yang melimpah serta rezeki yang lezat (Al-barakah dan ar-rizqu ath-thayyib). Allah SWT berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raaf: 96). Kedelapan, kemuliaan dan kejayaan (Al-izzah). Allah SWT berfirman, ”Padahal kekuatan (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang berinar (mukmin).” (QS. Al-Munafiquun: 8). Kesembilan, kehidupan yang baik (al-hayah ath-thayyibah) Allah SWT berfirman, "Barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki mau­pun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An- Nahl: 97). Kesepuluh, diberikan kemenangan (Al-fAth). Allah SWT berfirman, ”Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenang­an (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya.." (QS. Al-Maa'idah: 52).

 

(AhmadSastra,KotaHujan,29/12/21 : 09.42 WIB)

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.