Oleh : Ahmad Sastra
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS Yunus : 111).
Banyak rentetan sejarah yang diilustrasikan Al Qur’an untuk menjadi petunjuk dan pembelajaran bagi manusia setelahnya. Sejarah dalam Al Qur’an juga dihiasi oleh pertarungan antar hak dan batil. Hal ini sejalan dengan pengertian sejarah menurut Imam As Suyuthi yang mengatakan bahwa sejarah adalah deskripsi pertarungan potensi kejahatan manusia dan potensi kebaikan manusia, keduanya akan dicatat sebagai sejarah.
Nourozzamn ash Shiddiqie mengatakan bahwa sejarah sebagai peristiwa masa lampau yang tidak sekedar sebagai informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan intepretasi atau peristiwa yang terjadi dengan melihat kepada hukum sebab akibat. Sayyid Qutb mengatakan bahwa sejarah bukan sekedar peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dn tidak nyata yang menjalin seluruh bagian dan memberikan dinamisme dalam waktu dan tempat.
Sejarah sebagai pertarungan potensi dapat dibuktikan dengan adanya fragmen pejuang kebenaran melawan pengusung kebatilan, pembela keadilan melawan penebar kezaliman, penyeru Islam melawan pemuja kekufuran, penjaga kemuliaan al Qur`an melawan sang penista, dan fragmen pertarungan penegak Islam melawan penghalang perjuangan Islam. Dalam sejarah nampak bahwa para penentang Allah itu cenderung jahat, zalim, menindas dan menjajah. Para penjajah di negeri ini dalam sejarah juga didominasi oleh negeri-negeri kafir yang menentang hukum dan ketuhanan Allah. Sebagai contoh adalah sosok fir’aun pada zaman Nabi Musa.
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam, ia berkata: saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman) Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami,” (QS Yunus : 90-92).
Firaun diyakini berasal dari kata Ibrani Paroh. Sedangkan kata "Firaun" dalam bahasa Indonesia adalah bentuk dalam bahasa Arab dari kata ini. Kata Ibrani aslinya berasal dari bahasa Mesir Pr-Aa yang artinya adalah "Rumah Besar". Pertama-pertama ini adalah istilah untuk istana kerajaan, tetapi lama-lama artinya adalah penghuni istana ini, yaitu sang raja. Tetua masyarakat itu diberi gelar pharao (firaun) yang karena berkembangnya sistem kemasyarakatan dan negara, Pharao ini diangkat menjadi raja yang pada masa itu sebagai pemimpin negara dan pemimpin keagamaan.
Al Qur’an juga menegaskan bahwa peristiwa sejarah akan terus dipergulirkan diantara manusia hingga ujung zaman. Akan selalu lahir orang-orang besar yang berjuang mengubah dunia melalui perubahan arah pemikiran manusia. Tapi akan diiringi juga lahirnya manusia-manusia durjana penghalang kebaikan. Akan selalu lahir di setiap zaman kekuasaan yang menjajah, namun akan selalu diiringi juga oleh para pejuang yang melawan penjajahan itu.
Hal ini ditegaskan oleh Allah : Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat) (QS Al Ahqaf : 27).
Karena itu adalah sebuah keniscayaan jika hari ini juga muncul para penjajah atas negeri-negeri muslim dan juga akan terus berulang. Umat harus mengambil sikap sebagaimana para mengambil sikap, yakni menentang setiap penjajahan. Faktanya ada negara-negara imperialisme yang menjajah negeri-negeri muslim. Negara imperialis selalu menentang Islam dan hukum-hukumnya. Ini membuktikan bahwa sejak dahulu manusia penentang Allah memiliki naluri menjajah, tinggal umat Islam berdiri tegak membela Islam dan menentang setiap bentuk penjajahan.
(AhmadSastra,KotaHujan,30/12/21 : 14.55 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad