MABOK MODERASI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai (QS At Taubah : 32-33).

 

Ayat di atas menandaskan kepada umat Islam agar selalu waspada akan tipu daya orang-orang kafir yang selalu ingin mengganggu Islam dan umat Islam. Mereka tak akan pernah ridho atas agama Islam, hingga umat Islam mengikuti arus mereka, baik pikiran, ideologi hingga agama.  Dengan berbagai bahasa yang seolah indah, mereka terus melancarkan proxy war, tujuan mereka tak ada lain kecuali ingin menjerumuskan umat Islam dalam kesesatan pikiran mereka.

 

Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, karya Muhammad Nasib Ar Rifa’i jilid 2 halaman 594 dan 595 menjelaskan dua ayat diatas dengan menuliskan bahwa orang kafir dari golongan musyrik hendak memadamkan cahaya Allah dengan kebohongannya. Maka perumpamaan mereka adalah seperti orang yang hendak memadamkan cahaya matahari dan bulan dengan tiupan mulutnya. Tidak ada cara untuk memadamkan cahaya matahari dan bulan.

 

Islam sebagai agama tauhid yang memiliki misi utama mentauhidkan masyarakat tidak pernah berubah sedikitpun meski dibawa oleh Nabi yang berbeda-beda, sejak Nabi Adam as. hingga Rasulullah SAW. Dengan demikian, tauhid adalah inti dakwah para Nabi utusan Allah. Ajaran tauhid inilah yang akan melahirkan keimanan yang murni dan ketaqwaan yang kaffah.

 

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku" (QS Al Anbiyaa : 25).

 

Allah menegaskan bahwa misi tauhid yang dibawa oleh Nabi Nuh termaktub dalam QS. Al A’raf : 59). Sementara misi tauhid yang dibawa oleh Nabi Hud terdapat pada QS. Al A’raf : 65). Begitupun Nabi Shalih menyerukan tauhid tertulis dalam QS.Al A’raf : 73. Sementara misi tauhid yang diajarkan Nabi Syu’aib ditegaskan dalam QS. Al A’raf : 85. Sedangkan misi tauhid yang dibawa Nabi Musa tertera dalam QS. Al A’raf : 127. Seruan tauhid Nabi Isa termaktub di QS. Al Maidah : 177, seruan tauhid Nabi Ibrahim di QS. Al Ankabut : 16 dan seruan tauhid Rasulullah Muhammad SAW tertulis di QS Az Zumar : 11).

 

Misi tauhid sejalan dengan tujuan Allah menciptakan manusia, yakni agar menjadi hamba-hamba Allah yang hanya menyembah Allah (QS Adz Dzariyat : 56), dimana keseluruhan aktivitas hidup hingga kematian tiba semata lillah karena Allah SWT (QS. Al An’am : 162). Penyimpangan utama ajaran tauhid adalah berbagai bentuk kemusyrikan dari zaman ke zaman. Karenanya, Allah sangat mengharamkan kemusyrikan dan tak akan mengampuni dosanya (QS An Nisa’ : 48) dan di akhirat tak akan bisa masuk surga (QS Al Kahfi : 110). 

 

Seruan dakwah tauhid yang dilakukan pada Nabi dalam sejarahnya tetap menyisakan kaum yang menyimpang karena tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. Hal ini ditegaskan Allah dalam QS An Nahl : 36 : Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

 

Kemusyrikan modern yang kini tengah menyerang tauhid umat Islam, sebagaimana terjadi sejak dulu hanyalah sebuah kelanjutan masa lalu. Semisal paham pluralisme hanyalah sebuah transformasi bahasa, sementara secara substansial adalah kemusyrikan. Paham pluralisme sebagaimana telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI 2005 adalah paham yang mencampur aduk haq dan batil dengan menyatakan bahwa semua agama sama yang membawa kebenaran dan kebaikan. Secara genealogis, paham pluralisme ini berasal dari luar ajaran Islam. Paham pluralisme teologis yang diserukan kaum kafir Quraisy dengan tegas dibantah oleh Rasulullah melalui firman Allah QS Al Kafirun : 1 -6.

 

Paham lain yang kini sedang dipropagandakan adalah paham moderasi yang bertujuan agar umat Islam memiliki pemikiran moderat. Pemikiran moderat yang diinginkan oleh barat adalah muslim yang menerima nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, sekulerisme, kesetaraan gender dan seabrek paham sesat barat. Bagi muslim yang tidka mau menerima paham moderasi, maka akan dituduh sebagai kaum radikal dan karenanya layak dimusuhi oleh barat. Ironisnya paham moderasi ini kini justru banyak dipropagandakan oleh kalangan muslim liberal dan yang belum paham hakikat Islam.

 

Maka jangan heran jika muslim yang telah terpapar paham moderasi akan mengalami kekacauan pikiran dan kerancuan ucapan, layaknya seperti orang yang sedang mabok. Epistemologi moderasi jelas bertentangan dengan Islam sebagai agama tauhid, namun mampu memberikan pandangan yang tepat atas keragaman agama. Islam mengakui pluralitas sebagai fakta sosiologis, namun mengharamkan pluralisme karena berdimensi teologis. Pluralisme ajaran yang menyatakan semua agama sama benarnya, mencampur aduk ajaran semua agama dan bahkan cenderung untuk menghina dan merendahkan ajaran Islam itu sendiri.

 

Narasi moderasi beragama jika ditilik lebih dalam adalah bagian dari proyek deradikalisasi. Peristiwa runtuhnya WTC di New York City Amerika pada 11 September 2001 pukul 08.45 karena ditabrak pesawat American Airlines Boing 767 yang konon  merupakan rekayasa selalu dijadikan argumen program deradikalisasi. Pasca runtuhnya WTC, presiden Amerika menyerukan : bersama Amerika atau bersama terorisme. Program war on terrorism dan dilanjutkan dengan war on radicalism tak lebih dari upaya serangan terhadap Islam itu sendiri. Dari sinilah program moderasi beragama bisa ditemukan jejak historis, politis dan ideologis. Siapa yang mendanai proyek deradikalisasi ini ?.

 

Genealogi  perang pemikiran ini telah berlangsung sekitar 3 abad hingga hari ini. Perang asimetrsi ini terbukti efektif, buktinya banyak kalangan intelektual muslim yang terpapar sekulerisme, liberalisme dan pluralisme. Ketiga paham ini adalah produk epistemology barat untuk mendekonstruksi ajaran Islam. Itulah mengapa tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram atas ketiga paham di atas. Secara epistemologi, Islam adalah kebenaran, sedangkan moderasi agama (beragama) adalah kekacauan berfikir.

 

Karena itu tidaklah sama antara makna Islam washatiyah dengan Islam moderat, sementara propaganda moderasi agama adalah racun aqidah. Istilah washatiyah berasal dari Al Qur’an, sementara istilah moderat berasal dari epistemologi Barat. Meskipun banyak cendekiawan muslim memaksakan diri untuk menyamakannya. Menyamakan keduanya akan melahirkan epistemologi oplosan yang menyesatkan umat. Pengarusutamaan moderasi agama adalah sia-sia karena merupakan produk gagal paham, dan karenanya pasti akan gagal pula, setidaknya umat tidak boleh diam, terus bersuara untuk membungkam sesat pikir ini.

 

Tanpa diberikan embel-embel moderat, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Tanpa ada narasi moderasi agama, Islam adalah agama yang paling bisa memberikan ruang pembiaran kepada pemeluk agama lain. Hanya paham demokrasi sekuler yang diterapkan saat inilah yang justru menuduh Islam sebagai agama radikal dan anti keragaman. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namun tidak dengan pluralisme teologis.

 

Toleransi seagama [tasamuh] sejak awal dibangun oleh Rasulullah, Sahabat, tabiin, atba tabiin, imam mujtahid dan kekhilafahan. Toleransi antaragama dalam Islam terbangun indah saat, di Spanyol, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah dan Ustmaniyah, muslim dan hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Di Mesir umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak khulafaur Rasyidin.

 

Secara etimologi, makna al wasath adalah sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding, pertengahan [Mufradat al Fazh Al Qur’an, Raghib Al Isfahani jil II entri w-s-th]. Bisa bermakna sesuatu yang terjaga, berharga dan terpilih. Karena tengah adalah tempat yang tidak mudah dijangkau : tengah kota [At Tahrir wa At Tanwir jil II hal 17].

 

Umat wasath yang dimaksud adalah umat terbaik dan terpilih  karena mendapatkan petunjuk dari Allah. Jalan lurus dalam surat al Fatihah adalah jalan tengah diantara jalan orang yang dibenci [yahudi] dan jalan orang sesat [nasrani] [Tafsir Al Manar jil. II hal 4]. Karakter umat washtiyah ada empat : Umat yang adil, Umat pilihan [QS Ali Imran : 110], Terbaik  dan Pertengahan  antara ifrath [berlebihan] dan tafrith [mengurangi] [Tafsir Al Rari, jil. II hal 389-390]. Makna washatiyah dalam perspektif tafsir ini tidak sama dengan makna moderat atau moderasi yang kini terus dipropagandakan.

 

Ironisnya, propaganda narasi beragama itu cenderung menyasar agama Islam, bukan agama lainnya. Indikator yang terus dipropagandakan terkait narasi moderasi beragama adalah soal komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan atas tradisi. Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai negara karena Allah dengan cara mengelola berdasarkan hukum yang telah Allah turunkan. Islam jelas melarang umatnya untuk berhukum kepada selain hukum Allah. Hal ini merupakan persoalan fundamental dalam ajaran Islam, sebab terkait dengan keimanan dan kekafiran, keadilan dan kezaliman, serta komitmen dan kefasikan. (lihat QS. Al Maidah :44, 45 dan 47,  QS Al An’am : 57 dan121, QS At Taubah : 31, QS Yusuf : 40, QS Asy Syura : 21).

 

Narasi moderasi beragama selain sebagai sesat fikir karena cacat epistemologi, juga akan melumpuhkan ideologi Islam yang membawa kebangkitan kaum muslimin. Pengarusutamaan moderasi beragama adalah upaya menarik pluralitas sosiologis menuju pluralisme teologis atas nama keragaman dan toleransi. Bahkan lebih dari ada tujuan yang lebih besar lagi yakni melanggengkan penjajahan di negeri-negeri muslim. Moderasi agama atau beragama dengan demikian, bukan hanya soal propoaganda teologis namun juga membawa kepentingan politik neoimperialisme. Karena itu narasi moderasi agama yang dikaitkan dengan narasi radikalisme adalah upaya menyerang Islam, maka waspadalah.

 

Akhirnya, penting ditegaskan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan holistik bagi kebaikan manusia seluruhnya sebab ia berasal dari sang Pencipta manusia. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistik, dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, nilai, akhlak, moralitas, ritual dan begitu juga atribut syiarnya. Ini semuanya menuntut risalah ini ditopang oleh individu yang bertaqwa serta kekuatan institusi yang dapat merealisasikannya secara komprehensif di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan begitu, maka dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia akan berjalan, persatuan umat Islam akan terwujud serta penerapan Islam kaffah akan menjadi kenyataan.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,2/11/21 : 09.45 WIB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.