YANG KRITIS DIBABAT, YANG MEMUJA JADI PEJABAT



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sejarah perjalanan dakwah Nabi Musa kepada kekuasaan fir’aunisme menjadi salah satu sejarah terpanjang yang tertulis dalam Al Qur’an. Dalam bentangan sejarah, meski Kekuasaan rezim fir’aun tercatat sesat dan zolim, namun tetap didukung dan disokong oleh kakuatan-kekuatan sipil dan militer pada zaman itu. Kedekatan para penyokong rezim fir’aun tidak terlepas dari kepentingan duniawi, lemahnya keimanan atau karena tekanan psikologis semata, mengingat selain kejam, fir’aun juga memiliki kursi kekuasaan dan pundi-pundi dunia. 

 

Genealogi istilah fir’aun diduga kuat berasal dari kata Ibrani Paroh. Sedangkan kata "firaun" dalam bahasa Indonesia adalah bentuk dalam bahasa Arab dari kata ini. Kata Ibrani aslinya berasal dari bahasa Mesir Pr-Aa yang artinya adalah "Rumah Besar". Pertama-pertama ini adalah istilah untuk istana kerajaan, tetapi lama-lama artinya adalah penghuni istana ini, yaitu sang raja. Tetua masyarakat itu diberi gelar pharao (firaun) yang karena berkembangnya sistem kemasyarakatan dan negara, Pharao ini diangkat menjadi raja yang pada masa itu sebagai pemimpin negara dan pemimpin keagamaan.

 

Bila diklasifikasi, setidaknya ada enam komponen sosial masyarakat yang menyokong kekuasaan rezim zolim fir’aun dengan berbagai kepentingan yang mengikutinya. Di antara komponen itu adalah : kaum intelektual, militer, tokoh agama, paranormal, pengusaha dan rakyat. Karena kepentingan duniawi dan tak adanya iman, mereka mencoba meniti jalan hidup bersama fir’aun yang zolim.

 

Mereka yang mewakili kaum intelektual yang meniti jalan fir’aun dan yang membudakkan dirinya kepada fir’aun adalah haman. Haman disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 6 kali. Sumber-sumber dalam Al-Qur'an menyebutkan kisah Haman terjadi setelah kembalinya Musa dari Madyan. Dalam kerajaan Fir'aun, Haman menempati beberapa posisi strategis kerajaan sebagai menteri, penasehat raja (terutama bidang keagamaan), dan sebagai pelaksana proyek pembangunan menara.

 

Haman diperintah oleh Fir'aun untuk membuat menara yang akan digunakan Fir'aun untuk melihat "Tuhan Musa". Pembuatan menara itu membutuhkan 50.000 pekerja dan belum termasuk tukang untuk membuat kuil-kuil. Setelah pembangunan menara selesai, Fir'aun menembakkan panah dari puncak menara untuk mengalahkan Tuhan Musa.

 

Fir'aun berbohong kepada Musa bahwa Tuhannya telah mati dengan menunjukkan anak panahnya yang kembali telah berlumuran darah. Menara itu kemudian dirobohkan oleh Jibril menjadi tiga bagian yang menewaskan hampir seluruh pekerja. Haman jugalah yang menasihati Fir'aun untuk menolak misi keagamaan Musa. Pada peristiwa pelarian Bani Israel dari Mesir, Haman tenggelam bersama Fir'aun dan tentaranya.

 

Sementara Qarun adalah orang yang mewakili kaum kapitalis disebut dalam Al-Quran sebanyak empat kali, dua kali di surah Al-Qasas, satu kali di surah Al-'Ankabut dan satu kali di surah Al-Mu’min. Dikisahkan pula dalam Al-Qur'an dia juga sering mengambil harta dari Bani Israel yang lain dan dia memiliki ribuan gudang harta melimpah ruah, penuh berisikan emas dan perak. Begitu kayanya Qarun, sehingga kunci-kunci harta bendanya harus dipikul oleh beberapa orang yang kekar, terlalu berat untuk dibawa oleh satu orang.

 

Para tetangga dan orang sekelilingnya ingin sekali memiliki apa yang dimiliki Qarun. Menurut kisah Islam, Qarun ingkar atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya, yang pada akhirnya ia diberi azab oleh Allah, tertimbun beserta harta bendanya kedalam tanah dalam waktu semalam. Tempat Qarun dibenamkan bersama dengan harta dan pengikutnya telah menjadi danau yang dikenal sebagai Danau Qarun atau dalam bahasa Arab Bahirah Qarun. Yang tersisa hanya puing-puing istana Qarun yang teletak di daerah Al Fayyum, Mesir.

 

Al Qur’an juga menceritakan kehadiran paranormal, dukun atau tukang sihir yang mendukung rezim kekuasaan fir’aun. “Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: "(Apakah) Sesungguhnya Kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" Fir'aun menjawab: "Ya, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)". (Al Qur’an, Surah al ‘Araf, ayat 113-114)

 

Tidak ada makan siang gratis sudah berlaku sejak zaman fir’aun, atau mungkin sebelumnya. Fir’aun mendatangkan para penyihir papan atas di kerajaannya untuk melawan Nabi Musa. Walaupun penyihir masuk golongan profesional, kesempatan itu dimanfaatkan oleh para penyihir untuk melakukan transaksi politik.  "(Apakah) Sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" Jelas sekali para penyihir tidak berpura-pura menjadi relawan padahal mengharap jabatan.

 

Nampak sekali para tukang sihir berorientasi pragmatisme. Mereka mau mendukung kekuasaan fir’aun hanya jika mendapatkan imbalan, baik berupa materi maupun jabatan. Istilah ‘menjadi orang-orang yang dekat kepadaku’ yang diucapkan fir’aun kepada tukang sihir adalah politik balas jasa kepada siapapun yang mau mendukung kekuasaannya.

 

Sementara Nabi Musa dan pengikutnya, juga termasuk sebagian tukang sihir yang tobat dibabat oleh fir’aun karena dianggap menjadi penghalang kekuasaannya. Nabi Musa yang berdakwah kepada fir’aun karena perintah Allah dianggap membangkang dna menjadi penghalang kekuasaan, maka akan dianggap musuh oleh rezim fir’aun. Pada kekuasaan fir’aun, yang kritis dibabar, sementara yang memuja diberikan jabatan.

 

Dari unsur militer, Al Qur’an menceritakan keberadaan bala tentara yang meniti jalan hidup bersama fir’aun dan menjadi budak politik fir’aun pada ayat-ayat berikut : “Kemudian fir’aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Fir’aun berkata): “Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil.   Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita.  Dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga”.   Maka kami keluarkan fir’aun dan kaumnya dari taman-taman dan mata air,  dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia. (Q.S. Asy-Syu’ara 26:53-58).  “Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit.” (Q.S. Asy-Syu’ara 26:60).

 

Dari kalangan masyarakat, maka Bani Israel banyak yang kemudian tergiur memuja fir’aun dan meninggalkan Nabi Musa. "Akulah tuan kalian, aku menyediakan semua kebutuhan kalian. Lihatlah (Nabi) Musa, ia tak memiliki emas. Ia hanyalah orang miskin," kata firaun dalam satu pertemuan dengan rakyatnya termasuk bani Israil.

 

Bani Israil pun sekejap langsung percaya dengan kata-kata firaun. Lupa sudah bahwa raja mereka itu telah menindas, bahkan membunuh anak-anak mereka. Namun, mereka teperdaya dengan kilauan emas dan perak. Lupa sudah nabi mereka Musa yang selalu menyeru hak mereka untuk lepas dari belenggu sebagai budak Firaun.

 

Mereka dengan mudahnya tergiur janji fir’aun yang akan memenuhi segala kebutuhan hidup mereka, meski janji itu palsu belaka. Dalam keteperdayaan dan kebodohan itu, Bani Israil serta-merta menaati firaun dan mengabaikan panggilan Musa. Mereka tergiur godaan dunia. Musa dicela, tak dianggap sebagai utusan Allah.

 

Namun, karena kesesatan dan kezoliman rezim fir’aun, meski ditopang oleh berbagai komponen kekuatan sosial, namun pada akhirnya dijungkalkan oleh Allah. Sementara Nabi Musa yang membawa kebenaran agama Allah, meski tampak lemah dimata manusia, tetap diberikan pertolongan dan kemenangan oleh Allah. Terjungkalnya rezim fir’aun dan diawetkannya jasad fir’aun diabadikan dalam Al Qur’an sebagai pelajaran hidup.

 

“Lalu kami wahyukan kepada Musa: “Pukulah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah kami dekatkan golongan yang lain.  Dan kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya.  Dan kami tenggelamkan golongan yang lain itu.  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. “(Q.S. Asy-Syu’ara 26:63-68)

 

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam, ia berkata: saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman) Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami,” (QS Yunus : 90-92).

 

(AhmadSastra,KotaHujan,23/09/21 : 09.20 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.