Oleh : Ahmad Sastra
Dajjal adalah sosok penguji iman seorang muslim dengan membawa berbagai tipu muslihat, baik terkait fakta maupun konsepsi pemikiran. Kehadirannya bisa menjadi penyaring manusia, siapa yang istiqomah dalam keimanan, siapa yang tetap dalam kekafiran dan siapa yang cenderung kepada kemunafikan.
Dr Yusuf Qordhowi dalam kitab Sunnah Rasul menyebutkan Dajjal sebagai sosok yang digunakan Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya pada masa penuh fitnah. Dengan hadirnya Dajjal, orang-orang yang benar-benar mengikuti sunah Rasul SAW akan tampak. Begitu pula, siapa pun yang munafik atau kafir akan jelas. Mereka berbondong-bondong menjadi pengikut Dajjal.
Dajjal hadir dimana dunia dihegemoni oleh berbagai fitnah. Dajjal sendiri merupakan ujian dan fitnah terbesar akhir zaman. Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal,” (HR. Muslim no. 2946). An Nawawi Rahimahullah menerangkan, “Yang dimaksud di sini adalah tidak ada fitnah dan masalah yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.
Secara fisik, dajjal itu matanya buta satu. Jika dimaknai secara lebih luas, cara pandang yang hanya dengan satu mata yang bersifat duniawi adalah paham sekulerisme. Berarti dajjal berideologi sekulerisme. Perhatian Hadis Nabi : Aku akan menceritakannya kepada kalian dan tidak ada seorang Nabi pun melainkan telah menceritakan tentang Dajjal kepada kaumnya. Sungguh Nabi Nuh ‘Alaihis Salam telah mengingatkan kaumnya. Akan tetapi aku katakan kepada kalian tentangnya yang tidak pernah dikatakan oleh seorang Nabi pun kepada kaumnya, yaitu Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama sekali tidaklah buta,” (HR. Bukhari no. 3337 dan Muslim no. 169). Ada hadis lain yang menyebutkan bahwa diantara kedua mata dajjal tertulis kata kafir.
Dajjal adalah fitnah besar karena membawa tipu muslihat yang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa membedakan antara yang haq dan batil. Apa yang dikatakan benar oleh dajjal sesungguhnya adalah kebatilan dan apa yang dikatakan sebagai keburukan olehnya sebenarnya adalah sebuah kebenaran. Tipu muslihat terkait keduanya menagaskan bahwa bahasa dan diksi menjadi senjata dajjal untuk menipu manusia. Dajjal adalah penyulap kebenaran menjadi kebatilan dan sebaliknya. Paham sekulerisme tidak jauh dari pemahaman dajjal ini.
Dari Rib’iy bin Hirasy, katanya, ia berangkat dengan Abu Mas’ud al-Anshari ke tempat Hudzaifah al-Yaman, lalu Abu Mas’ud berkata kepadanya, “Beritahukanlah kepadaku apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah SAW perihal Dajjal.” Hudzaifah lalu berkata, “Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Dajjal itu keluar dan sesungguhnya beserta Dajjal itu ada air dan api. Adapun yang dilihat oleh para manusia sebagai air, maka sebenarnya itu adalah api yang membakar. Sedang apa yang dilihat oleh para manusia sebagai api, maka sebenarnya itu adalah air yang dingin dan tawar. Maka, barangsiapa yang menemui Dajjal di antara engkau semua, hendaklah masuk dalam benda yang dilihatnya sebagai api, karena sesungguhnya ini adalah air tawar dan nyaman sekali.” Setelah itu Abu Mas’ud berkata, “Saya pun benar-benar pernah mendengar yang seperti itu,” (Muttafaq ‘alaih)
Terlepas dari dajjal sebagai fisik manusia, terdapat pemahaman yang mirip dengan apa yang menjadi tipu daya dajjal, yakni sekulerisme, liberalisme dan pluralism. Terhadap ketiganya, hendaknya seorang muslim menjauhinya. Sebab ketiganya memang menipu seorang mukmin dangan berbagai bahasa dan diksi yang indah seolah benar adanya. Paham inilah yang kini menjerat orang-orang kafir dan munafik.
Siapa yang mendengar keberadaan Dajjal, hendaknya dia menjauh darinya. Sungguh demi Allah! Ada seorang mendatanginya dalam keadaan dia mengira bahwasanya dia itu beriman. Namun, pada akhirnya dia malah menjadi pengikutnya disebabkan syubhat-syubhat yang dia (Dajjal) sampaikan (HR Ahmad).
Rasulullah mengajarkan seorang muslim untuk senantiasa berdoa perlindingan dari fitnah dajjal. Tentu saja doa harus dilengkapi dengan pemahaman yang benar. Doanya adalah : Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, dari fitnah kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-masih ad-Dajjal.
Tahun 1992, oleh Steve Tesich dalam tulisannya The Government of Lies dalam majalah The Nation, menulis, “Kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan kita ingin hidup di dunia post truth.” Tahun 2004, Ralph Keyes, di The Post Truth Era, bersama komedian Stephen Colber juga ngomongin hal yang kurang lebih sama: truthiness. Kata ini mengacu kepada sesuatu yang seolah-olah benar, padahal tidak benar sama sekali. Dalam bahasa agama era post truth adalah saat kebatilan dipropagandakan sebagai kebenaran.
Rasulullah menyebut era yang penuh tipu daya dengan istilah sanawaatu khadda’atu. Era tipu daya adalah masa dimana kebohongan telah dipercaya sebagai kebenaran, meskipun bertentangan dengan fakta. Era kebohongan ini dikaitkan juga dengan hadirnya pemimpin politik yang bodoh (dungu) yang mengurusi rakyat banyak. Jika menggunakan istilah modern, yang paling tepat sekarang ini adalah era post-truth politics.
Perhatikan hadis nabi tentang fitnah dan pemutar balikan fakta berikut : Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu ruwaibidhan berbicara. Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud ruwaibidhah ?”. Rasulullah menjawab, “Orang dungu yang turut campur dalam urusan masyarakat luas”. (HR Ibnu Majah dalam as Sunan [4042], diriwayatkan juga oleh Abu Abdillah Al Hakim dalam al Mustadrak [4/465, 512], Ahmad bin Hanbal dalam al Musnad [2/291], hadis ini disahihkan Al Albani dalam as Shahihah [1887] as Syamilah).
Karakteristik era post truth adalah sebuah kondisi dimana suatu keadaan dimana fakta kurang berperan untuk menggerakkan kepercayaan umum dari pada sesuatu yang berhubungan dengan emosi dan kebanggaan tertentu, dalam tulisan ini kebanggaan itu adalah kepentingan politik. Hal ini bisa dilihat dari tiga kondisi. Pertama, simulakra. Situasi dimana batas-batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan, fakta dan opini semakin kabur dan sulit untuk diidentifikasi. Realitas yang ada adalah realitas yang semu dan realitas hasil simulasi (hyper-reality).
Kedua, pseudo-event. Keadaan dimana sesuatu yang dibuat dan diadakan untuk membentuk citra dan opini publik, padahal itu bukan realitas sesungguhnya. Dalam istilah politik praktis disebut sebagai tindakan pencitraan. Ketiga, pseudosophy. Adalah upaya menghasilkan suatu ‘realitas’ sosial, politik dan budaya yang sekilas nampak nyata, padahal sebenarnya adalah palsu. Masyarakat lalu dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang dihasilkan dari pada realitas yang sesungguhnya.
Sebenarnya dunia hari ini telah dihegemoni oleh paham sekulerisme dimana Islam sebagai kebenaran dituduh dan difitnah secara keji. Islam sebagai agama perdamaian dituduh sebagai pemecah belah bangsa. Islam yang rahmatan lil’alamin dituduh sebagai ajaran radikal yang melahirkan terorisme. Orang-orang yang istiqomah dalam keislaman justru dianggap membahayakan bangsa dengan menyebut pintu radikalisme adalah good looking. Muslim yang taat kepada syariat dituduh sebagai orang yang tidak mencintai negaranya. Masih banyak lagi diksi paradoksal yang mirip dengan paham dajjal yang diceritakan oleh hadis Nabi.
Tulisan ini hanyalah sebuah perenungan, bisa jadi benar, bisa jadi juga salah. Silahkan menilai sendiri, tidak ada paksaan untuk percaya atau tidak percaya atas tulisan ini. tapi yang terpenting, sebagai muslim tetaplah waspada akan datangnya fitnah dajjal, sebab hal ini pesan Nabi kita Muhammad SAW. Semoga kita terselamatkan dari berbagai fitnah di zaman penuh fitnah ini.
(AhmadSastra,KotaHujan,09/06/21 : 12.00 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad