UNGOVERNABILITAS DEMOKRASI


 

 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Meski Indonesia telah dinyatakan merdeka yang ke 75 tahun, namun penerapan demokrasi makin memburuk, jika tidak hendak dikatakan gagal total. Ada dua faktor utama, mengapa sistem demokrasi tidak melahirkan efektifitas penyelenggaraan negara di negeri ini. Pertama, secara genetis, demokrasi adalah ideologi transnasional yang sekuleristik liberalistik dan bahkan kapitalistik yang merupakan gerakan imperialisme dan neokolonialisme Barat terhadap negeri-negeri muslim.

 

Kedua,  secara empirik, para elit penyelenggara pemerintahan hanya sibuk bertengkar berebut kekuasaan demi libido politiknya sendiri. Setelah berkuasa, kerja mereka hanya korupsi, kolusi dan nepotisme tanpa ada rasa malu. Lebih dari itu, demokrasi sering kali hanya melahirkan para pemimpon boneka yang menjadi budak para oligarki kaum kapitalis belaka.

 

Dari kedua faktor inilah, produk-produk perundang-undangan demokrasi tak lebih dari sebuah proyek transaksional hasil perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha belaka, tidak lebih dari itu. Semasa kampanye, jargon berjuang demi kesejahteraan rakyat tidak lebih dari pembodohan dan pembohongan kepada rakyat.

 

Lihatlah undang-undang minerba dan omnibus law yang merupakan bentuk sempurna dari perselingkuhan itu. Kedua undang-undang ini sama sekali tidak ada pembelaan pemerintah kepada rakyat yang memilihnya. Demokrasi adalah adalah bentuk pengkhianatan penguasa kepada rakyat yang memilihnya. Terbukti setiap undang-undang yang lahir dari sistem demokrasi justru mendapat protes keras dari rakyatnya sendiri.

 

Demokrasi dengan jargon indahnya sesungguhnya hanyalah tipu daya politik kepada rakyat. Demokrasi gagal mewujudkan efektifitas kekuasaan yang bertujuan mulia demi kebaikan dan kesejahteraan rakyat banyak. Demokrasi justru telah melahirkan kondisi sebaliknya, rakyat makin sulit mencari pekerjaan, rakyat makin tercekik oleh pajak, pemerintah makin menumpuk utang, tanah-tanah makin dikuasai asing, bahkan sumber daya alam milik rakyat makin dirampok oleh korporasi asing. Demokrasi adalah sebuah kejahatan ideologi bagi umat Islam sedunia, bukan hanya di Indonesia.

 

Secara ekonomis, demokrasi tidak efektif, karena alih-alih akan memberikan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat. Justru yang terjadi dengan lahirnya berbagai kebijakan ekonomi yang berpihak kepada oligarki kapitalis (pemilik modal), makin menyengsarakan rakyat banyak. Akhirnya kekayaan segelintir pemodal lebih banyak dibandingkan dengan kekayaan 100 juta rakyat miskin di Indonesia. Sungguh mengerikan. Sebab demokrasi sesungguhnya adalah jalan bagi imperialisme dan neokolonialisme ideologi kapitalisme.

 

Kaum cendekiawan muslim yang masih terus mendukung upaya demokratisasi di negeri ini nampaknya terlalu berlebihan, jika tidak hendak disebuah sebagai sebuah pemaksaan kehendak. Berbagai argumentasi yang disodorkan tidak lebih dari apologi yang tidak ada pijakan empiriknya. Apalagi jika mereka justru sering kali menyerang ideologi Islam yang masih sebatas gagasan, dan menutup mata dari fakta kerusakan akibat penerapan demokrasi. Adalah ironis bagi orang yang menyandang dirinya sebagai intelektual muslim.

 

Secara politik, demokrasi juga tidaklah efektif. Pemilu demokrasi adalah pemilu padat modal yang harus menghabiskan ratusan triliun uang rakyat. Para calon pemimpin juga harus memiliki modal triliunan untuk bisa mencalonkan dirinya. Akibatnya, pemimpin yang lahir dari politik demokrasi adalah mereka yang punya uang, bukan mereka yang baik. Lebih parah jika modal politik calon pemimpin justru berasal dari para cukong.  

 

Pemimpin hasil proses demokrasi sama sekali tidak akan menjadikan negeri ini  menjadi lebih baik. Sebab sistem demokrasi membawa kerusakan dalam dirinya sendiri (self destructive) dan karenanya akan menyeret kerusakan orang-orang yang memujanya. Demokrasi tidak lebih dari ideologi sampah yang menjadi biang kerok kerusakan peradaban manusia di seluruh dunia. Paham antroposentrisme dan antropomorpisme demokrasi adalah sumber kerusakan itu.

 

Dalam dunia pendidikan, sistem sekuler yang dibawa demokrasi menegaskan pentingnya HAM yang justru menjadikan generasi hasil sistem pendidikan menjadi generasi amoral. Berbagai tindak kriminalitas yang melibatkan pemuda dan pelajar telah dengan gamblang membuktikan hal ini. Padahal amanah undang-undang pendidikan, justru semestinya dalam rangka mewujudkan generasi beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.

 

Visi pendidikan diatas hanya bisa dilakukan oleh pendidikan agama. Namun anehnya agama justru hendak disingkirkan oleh demokrasi sekuler. Adalah paradoks, satu sisi hendak melahirkankan generasi beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, namun di sisi lain, agama justru disingkirkan dari peta jalan pendidikan Indonesia.

 

Jadi tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem demokrasi di negeri ini. Sebab selain merupakan ideologi transnasional yang merupakan bentuk penjajahan Barat di negeri-negeri muslim, demokrasi juga tidaklah kompatibel diterapkan di negeri ini yang secara sosiologis sebagai negeri religius. Demokrasi bercorak sekuler, sementara bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa religius. Jadi buang saja demokrasi ke tong sampah peradaban, sebab demokrasi adalah racun busuk yang mengancam negeri ini.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,18/03/21 : 09.45 WIB)  

  

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.