Oleh : Ahmad Sastra
Peta jalan (roadmap) pendidikan Islam adalah pengenjawantahan dari blueprint yang tercantum dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Al Qur’an sebagai wahyu Allah kepada Rasulullah diperinci melalui seluruh perilaku Rasulullah yang kemudian disebut sunnah Nabi. Ujung dari peta jalan pendidikan Islam adalah lahirnya manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak, berilmu yang kemudian menjadi khalifah di muka bumi dengan menegakkan peradaban Islam yang mulia.
Paradigma pendidikan pada hakekatnya adalah pemikiran tentang manusia, alam dan kehidupan. Dalam pendidikan, manusia adalah pelaku pendidikan sekaligus obyek pendidikan. Seluruh filsafat dan praktek pendidikan dari berbagai ideologi yang ada di dunia tertuju kepada manusia, alam dan kehidupan. Perbedaan paradigma pendidikan ala Islam, sosialis, dan kapitalis sekuler terletak pada perbedaan paradigmanya (wordlview) mengenai manusia, alam dan kehidupan ini.
Pandangan Islam tentang manusia tentu berbeda dengan pandangan sekulerisme tentang manusia, begitu juga tentang alam dan kehidupan. Keberhasilan sebuah pendidikan terletak pada ketepatan memaknai manusia, alam dan kehidupan. Kesalahan memaknai ketiga realitas tersebut, maka praktek pendidikan itu hanya akan merusak manusia dan kemanusiaan bahkan akan menyebabkan kerusakan alam semesta dan kehidupan manusia.
Pandangan sekulerisme terhadap hakekat manusia didasarkan pandangan Socrates, bahwa manusia itu mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk itu. Manusia mengurus dirinya dan alam berdasarkan manusia itu sendiri. Manusia adalah sentral segalanya. Sementara Plato berpendapat bahwa manusia terdiri dari tiga dimensi utama yakni ruh, nafsu dan rasio. Rasio digunakan manusia untuk dapat mengendalikan kedua dimensi yang lain.
Ibarat seorang kusir kereta yang mengendalikan dua ekor kuda yang hitam dan putih sebagai gambaran nafsu dan ruh. Berdasarkan ketiga unsur tadi, Plato membagi manusia menjadi tiga golongan. Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya adalah meraih pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi oleh ruh yang hasrat utamanya adalah meraih reputasi. Ketiga, manusia yang didominasi oleh nafsu yang hasrat utamanya adalah meraih materi. Tugas rasio adalah mengontrol roh dan nafsu.
Epistemologi Barat yang sekuleristik dan ateisitik telah melahirkan manusia-manusia jahat, rakus dan perusak demi memenuhi kehausan duniawi dan kekuasaan. Hasilnya adalah sebuah peradaban anti Tuhan yang lebih mengedepankan kebebasan tanpa batas di semua bidang kehidupan. Sains dan teknologi ala Barat sekuler hanya berorientasi materialisme dan mengabaikan nilai dan moral. Dari paradigma sains sekuler inilah awal dari kerusakan bumi dengan sumber daya alamnya hingga kerusakan manusia dengan pemikiran, jiwa dan perilakunya. Allah dengan tegas telah memberikan ilustrasi fakta ini dalam surat ar Ruum : 41, “ telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Jika orang-orang Barat yang sekuleristik dan ateistik merusak bumi, itu lumrah adanya, memang sudah dari sononya. Ironisnya adalah jika kaum muslimin yang secara normatif telah memiliki basis teologis kuat, justru ikut terjerembab dalam kubangan pemikiran sekuleristik ini. Pengaruh sekulerisme terhadap umat Islam telah melahirkan dua tipologi utama di kalangan umat Islam hari ini dalam memahami dan mengekspresikan Islam.
Zakiah Daradjat sebagai seorang ilmuwan muslim yang memiliki spesialisasi masalah kejiwaan manusia, mengawali pemikiran pendidikannya dengan menelaah secara mendalam hakekat manusia sebagai obyek pendidikan. Sebab baginya, manusia adalah muara dari proses pendidikan, yakni membentuk manusia yang seutuhnya. Zakiah Daradjat sangat menyadari bahwa manusia memiliki berbagai aspek atau dimensi yang secara keseluruhan harus menjadi obyek penyelenggaraan pendidikan, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat. Membicarakan manusia dalam perspektif pendidikan berarti membicarakan manusia secara utuh menyeluruh tidak secara parsial dan terpisah-pisah.
Bila membicarakan tentang pembentukan manusia di Indonesia seutuhnya, maka seharusnya membentuk manusia dari berbagai aspek atau dimensi yang dimiliki manusia itu sendiri, tidak boleh ada yang diabaikan atau ditinggalkan dan juga sebaliknya tidak boleh ada yang terlalu diunggulkan dan disanjung tinggi. Intinya tidak ada dimensi yang dilupakan. Keberhasilan pendidikan bisa diukur apakah pendidikan itu telah menyentuh semua dimensi manusia atau belum.
Allah tidak memisahkan antara satu dimensi dengan dimensi yang lain pada diri manusia. Tidak ada dimensi tubuh yang terbebas dari dimensi kejiwaan, akal dan ruh. Jika Allah memanggil manusia, maka yang dimaksud adalah manusia dari semua dimensinya, fisik, akal dan ruhnya sekaligus. Setiap dimensi mesti mendapat perlakukan pendidikan yang khusus namun tidak memisahkan dengan dimensi lainnya.
Konsepsi manusia yang utuh dengan berbagai dimensi yang menjadi satu dalam diri manusia sebagai obyek pendidikan sejalan dengan pendapat Al Faruqi yang mengungkapkan bahwa manusia merupakan kajian yang paling menarik dalam pendidikan, sebab manusia merupakan mahakarya Allah SWT terbesar.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan dan menjadi sejarah dan ia makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawan dan syarat-syarat yang diperlukan. Manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga dalam hubungan timbal balik dengan dunianya dan sesamanya. Ada unsur lain dalam diri manusia yang dengannya manusia dapat mengatasi dunia dan sekitarnya serta dirinya sebagai jasmani, unsur itu namanya jiwa.
Dengan kesejatian inilah manusia menunaikan baktinya kepada Allah sebagaimana fitrahnya. Al Qur'an telah banyak mengungkapkan tentang apa dan siapa manusia sebenarnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar Ruum : 30).
Karena itu peta jalan pendidikan Islam setidaknya mencakup tiga dimensi yang mesti dicapai. Pertama, dimensi kehambaan (QS Adz Dzariyat : 56), yakni bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan hamba-hamba Allah yang selalu taat dan terikat dengan hukum Allah dengan penuh keimanan. Kedua, dimensi intelektual (QS Ali Imran : 110), yakni pendidikan Islam hendak mewujudkan para ulama atau ilmuwan yang beriman yang dengan ilmunya dijadikan bekal untuk berdakwah dan berkarya membangun peradaban mulia. Muslim adalah umat terbaik yang lahirkan untuk manusia. Ketiga, dimensi kekhalifahan (QS Al Anbiyaa : 107), yakni bahwa pendidikan Islam sebagai refleksi amanah kekhalifahan (kepemimpinan peradaban) seorang muslim di bumi yang harus menata dan memelihara bumi berdasarkan syariah Allah untuk mewujudkan misi menebar rahmat bagi alam semesta.
Dari tiga dimensi inilah yang kemudian dirumsukan menjadi peta jalan pendidikan Islam yang mencakup delapan aspek sistem pendidikan Islam yakni visi, misi, tujuan, kurikulum, guru, siswa, pembiayaan, sarpras dan metode pendidikan yang kesemuanya didasarkan oleh paradigma Islam. Islam tidaklah sebatas akhlak mulia, melainkan juga mencakup aqidah dan syariahnya. Sistem pendidikan Islam pada masa keemasan Islam bisa dijadikan inspirasi dan aspirasi bagi konstruksi sistem pendidikan Islam masa modern ini.
Orang berilmu adalah orang-orang yang oleh Allah disebut sebagai ulil albaab atau orang-orang berakal atau orang-orang yang senantiasa berfikir tentang penciptaan alam semesta. (QS Ali Imran : 190 – 191). Dari ayat diatas setidaknya ada tujuh ciri-ciri Ulil Albab diantaranya adalah : Pertama, senantiasa melakukan zikrullah dalam arti luas dalam segala gerak-gerik dan aktivitasnya dan dibarengi dengan kegiatan tafakkur (penelaahan, penelitian dan nazhar) terhadap alam ciptaan Allah.
Kedua, bersungguh-sungguh menuntut ilmu sehingga mencapai tingkat rashih (mendalam) sebagaimana dinyatakan Al Qur'an dalam surat QS Ali Imran : 7 (wa roshihuna fil ilmi). Ketiga, Mampu memisahkan yang buruk dan yang baik kemudian dia memilih, berpihak, dan mempertahankan yang baik itu meskipun sendirian.
Keempat, kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, dalil dan argumentasi yang dikemukakan orang lain dan senantiasa memilih alternatif yang terbaik (ahsanah) sebagaimana dinyatakan dalam QS Az Zumar : 18). Kelima, bersedia mendakwahkan ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat, senantiasa berusaha memperbaiki masyarakat dan lingkungannya, memiliki kesadaran yang tinggi kegiatan amar ma'ruf nahi mungkar sesuai dengan QS Ibrahim : 52)
Ketujuh, tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah sesuai dengan QS At Taubah : 18. Kedelapan, senantiasa ruku’ dan sujud pada sebagian malamnya, merintih pada Allah dan semata-mata hanya mengharapkan rahmat dan ridhaNya, sesuai dengan QS Az Zumar : 9.
Fakta sejarah membuktikan hal demikian. Pada masa-masa keemasan Islam, dari sistem pendidikan masa kejayaan telah berhasil melahirkan ulama yang ahli ilmu keagamaan bahkan hafal al Qur’an sekaligus ahli di bidang sains. Sebut saja diantaranya di bidang matematika ada Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika ada Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Abdus Salam. Di bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti.
Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.
Isma’il Raji Al Faruqi menegaskan bahwa sistem pendidikan, “it is the breeding ground of the disease”; di sekolah dan universitas, generasi muda Islam diasingkan dari agama, warisan dan gaya hidupnya. Ketika masyarakat dijauhkan dari agama, maka akan terjadi lost of adab. Jika ditelisik dari akar katanya, maka sebuah negara dikatakan berperadaban adalah negara yang rakyatnya beradab. Sementara masyarakat beradab adalah mereka yang yang memahami hakekat adab, melaksanakan dan menerapkan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana kata adil, istilah adab berasal dari terminologi Islam. Islam sebagai agama sempurna mengajarkan iman sebelum adab, adab sebelum ilmu dan ilmu sebelum amal. Dengan demikian, adab adalah perilaku yang dilandasi oleh keimanan dan sesuai dengan timbangan hukum syariah.
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari (10/400) , Ibnu Hajar menyebutkanbahwa adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Karena pentingnya adab, Ibn Sirin mengatakan bahwa dahulu para ulama mempelajari adab sebagaimana menguasai ilmu.
Masyarakat beradab adalah masyarakat yang memiliki kepribadian mulia yang berakar dari keimanan dan ketaqwaan. Maka peradaban adalah sebuah sistem kehidupan yang meliputi seluruh aspek dengan landasan iman dan taqwa. Dengan kata lain negara yang berperadaban adalah negara yang berlandaskan syariah Islam.
Meminjam bahasa Sir Muhammad Iqbal, negara yang beradab adalah negara yang peradabannya berdasarkan tauhid. Aspek peradaban seperti ekonomi, politik, pendidikan, budaya, sosial yang berjalan sebagai suatu sistem yang berdiri diatas pondasi tauhid.
Bagi Iqbal, Al Qur’an adalah sumber peradaban suatu bangsa. Tujuan diturunkannya Al Qur’an adalah untuk membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi tentang hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta. Suatu bangsa harus mampu membumikan Al Qur’an dengan nalar dan pemikiran sesuai dengan semangat dan dinamika masyarakat.
Allah akan mengangkat derajar suatu bangsa jika beriman dan berilmu, sebab iman melahirkan adab dan adab mendahului ilmu. “ Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Islam adalah jalan hidup yang tidak hanya berdimensi ritual, Islam juga memiliki dimensi ilmu dan peradaban. Karena itu kemajuan Islam bukan hanya ditimbang dari sisi ritualistik semata, melainkan juga ditimbang sejauh mana Islam memancarkan rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Kemuliaan Islam bukan hanya untuk dirasakan oleh individu tapi untuk seluruh manusia di dunia.
Dalam perspektif historis, pengetahuan dari berbagai bidang keahlian, peradaban ilmiah dengan berbagai macam bentuknya dapat dirasakan oleh penduduk dunia dalam bentuk peradaban Islam. Peradaban Islam punya andil besar dalam membina peradaban kemanusiaan yang manusia dan mulia. Kecintaan muslim kepada agama dan ilmu telah memberikan sumbangsih dalam pergerakan ilmiah, dalam karya-karya mereka bahkan hingga mencapai puncak kecermelangannya. Peradaban Islam hadir dengan memberikan manfaat universal.
Pemikiran Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia, seperti politik, sosial kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan, dan akhlak. Islam hadir dengan membawa aturan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tercakup dalam aqidah dan ibadah.
Sedangkan aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri tercakup dalam hukum-hukum tentang makanan, pakaian, dan akhlaq. Selebihnya adalah aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, semisal, masalah mu’amalah, ‘uqubaat, dan politik luar negeri.
Menurut Sosiolog muslim, Ibnu Khaldun, suatu peradaban akan runtuh disebabkan oleh lima hal. Pertama, ketidakadilan, yang menyebabkan jarak antara orang kaya dan miskin begitu lebar. Kedua, merajalelanya penindasan, yang kuat menindas yang lemah. Ketiga, runtuhnya adab atau moralitas para pemimpin negara. Keempat, pemimpin yang tertutup, tidak bisa dinasehati, meski berbuat salah. Kelima, bencana alam besar-besaran.
Sebagaimana diketahui bahwa Pancasila sila kedua berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini dapat dimaknai dan direalisasikan jika merujuk kepada kepada akar katanya. Islam dengan kesempurnaan konsepnya telah menawarkan keadilan yang benar dan peradaban yang mulia. Konsepsi Islam berbeda yang konsepsi kapitalisme dan komunisme, sebab Islam membangun konsepsi kehidupan berlandaskan apa yang dikehendaki oleh Allah.
Sementara konsepsi kehidupan kapitalisme bersifat sekuleristik, dimana kehendak Tuhan tidak dilekatkan dalam mengatur kehidupan. Sementara komunisme berpaham ateistik dimana eksistensi Tuhan tidak diakui. Paham kehidupan komunisme didasarkan oleh dialektika materialisme, dimana segala sesuai berasal dari materi dan akan kembali menjadi materi melalui sebuah proses yang disebut evolusi materi.
Karena itu membangun Indonesia yang adil dan beradab yang akan melahirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus didasarkan oleh paradigma Islam ini. sebab kata adab, beradab dan peradaban berasal dari akar kaya yang sama yakni kemuliaan pola pikir dan pola sikap berlandaskan tauhid. Masyarakat beradab adalah masyarakat yang beriman, bertaqwa, maju dan mulia.
Masyarakat beriman dan bertaqwa adalah masyarakat yang dikehendaki juga oleh konstitusi negara ini. Lebih jauh dari ini, masyarakat beradab akan mendatangnya keberkahan dari Allah, baik keberkahan dari langit maupun bumi. Saatnya bangsa ini merefleksi, sudah beradabkan bangsa ini ?.
(AhmadSastra,KotaHujan,20/03/21 : 10.10 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad