Oleh : Ahmad Sastra
Islam memandang aktifitas doa adalah bagian dari ibadah sebagai manifestasi aqidah seorang muslim. Karena itu berdoa tentu saja harus mengikuti adab dan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah. Sebab ibadah dalam Islam telah ada ketentuannya, tidak boleh menyimpang. Di antara ketentuan paling penting dalam berdo’a adalah bahwa do’a hanya dipanjatkan kepada Allah SWT semata. Dengan demikian, di dalam do’a sebenarnya terkandung juga unsur aqidah, yakni hal yang paling fundamental dalam agama (ushul al-din).
Allah memerintahkan agar umat muslim berdoa kepada Allah dalam QS Al Mukmin atau Ghafir ayat 60 : Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina" (QS Al Mukmin : 60)
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi, Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya) (QS An naml : 62)
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai (QS Al A’raf : 205).
Karena itu jika ada aktivitas doa lintas agama, maka termasuk aktivitas ibadah yang menyimpang dari ajaran Islam, sebab tidak pernah diperintahkan Allah dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Toleransi agama dibatasi oleh saling membiarkan aktivitas agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, tidak mesti dengan doa lintas agama. doa lintas agama termasuk aktivitas mencampur aduk antara yang haq dan yang batil (sinkretisme), padahal Allah dengan tegas melarangnya.
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui (QS Al Baqarah : 42).
Doa lintas agama sebagai dalih untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama adalah interpretasi yang ngawur. Sebab kerukunan antar umat beragama itu cukup memahami bahwa setiap orang punya keyakinan dan agama lantas memberikan kesempatan kepada setiap umat beragama untuk menjalankan keyakinannya tanpa mengganggu dan ikut campur adalah sikap tepat. Dalam Islam konsep toleransi dirumuskan dalam frase agamaku adalah agamaku dan agamamu adalah agamamu.
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (QS Al Kafirun : 1-6).
Sesungguhnya aktifitas doa bersama lintas agama muncul dari peradaban Barat yang mengesahkan aktivitas sinkretisme, karena Barat selama ini selalu mempropagandakan paham sekulerisme, liberalisme dan pluralisme agama yang telah difatwakan haram oleh MUI pada tahun 2005. Pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah benar dan menuju tuhan yang satu. Karena semua agama adalah benar, maka berdoa lintas agama dianggap benar juga. Inilah kesalahan fatal dari pluralisme agama.
Barat melancarkan gerakan ghozwul fikr yang mencakup empat tujuan yang berujung kepada upaya untuk memadamkan cahaya agama Allah. Perhatikan firmanNya : Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai (QS At Taubah : 32).
Pertama, Harakah At Tasykik yakni menumbuhkan keraguan (skeptis) pada umat Islam akan kebenaran Islam. Diantara keraguan yang mereka lancarkan adalah gugatan tentang otentitas Al Qur’an, Islam sebagai Mohammadanisme, keraguan atas kerasulan Muhammad. Dampak dari at tasykik adalah tumbuhnya sikap netralitas dan relativitas terhadap ajaran Islam. Jika masih ada seorang muslim yang secara fanatik memahami Islam maka mereka kemudian dicap sebagai fundamentalis, radikalis, islamist dan teroris.
Kedua, Harakah At Tasywih, yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap ajaran Islam dengan cara memberikan stigma buruk terhadap Islam. Mereka dengan gencar mencitrakan Islam secara keji melalui media-media. Islam dipresentasikan sebagai agama yang antagonistik terhadap ide-ide kebebasan, HAM, demokrasi, pluralisme dan nilai-nilai Barat lainnya. Dampak dari tasywih ini adalah menggejalanya inferiority complex (rendah diri) pada diri umat Islam, islamopobhia, pemujaan kepada Barat.
Ketiga, Harakah At Tadzwib, yakni gerakan pelarutan (akulturasi) peradaban dan pemikiran. Dampaknya adalah terjebaknya umat Islam dalam pemikiran pluralisme agama seperti mempropagandakan doa lintas agama. Pluralisme jelas bertentangan dengan Islam. Sebab pluralisme menurut WC Smith bermakna transendent unity of religion (wihdat al adyan), dan global teologi menurut John Hick.
Keempat, Hakarah At Taghrib yakni gerakan westernisasi. Sebuah upaya penggiringan opini dan paradigma bahwa sumber kemajuan adalah Barat. Maka jika ingin maju, harus mengikuti Barat. Padahal ideologi Barat tak ubahnya sebagai candu dan racun yang akan membunuh pelan-pelan ghirah Islam.
Aktifitas doa bersama juga telah difatwakan haram oleh MUI dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M. Dalam ketentuan umum fatwa ini, yang dimaksud dengan : Pertama, do’a Bersamaadalah berdo’a yang dilakukan secara bersama-sama antara umat Islam dengan umat non-Islam dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdo’a sedang yang lain mengamini maupun dalam bentuk setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing secara bersama-sama. Kedua, mengamini orang yang berdo’a termasuk do’a.
Sementara dalam ketentuan hukum fatwa MUI sebagai berikut : pertama, do’a bersama yang dilakukan oleh orang Islam dan non-muslim tidak dikenal dalam Islam. Oleh karenanya, termasuk bid’ah. Kedua, do’a bersama dalam bentuk “Setiap pemuka agama berdo’a secara bergiliran” maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini do’a yang dipimpin oleh non-muslim. Ketiga, do’a bersama dalam bentuk “Muslim dan non-muslim berdo’a secara serentak” (misalnya mereka membaca teks do’a bersama-sama) hukumnya haram. Keempat, do’a bersama dalam bentuk “Seorang non-Islam memimpin do’a” maka orang Islam haram mengikuti dan mengamininya. Kelima, do’a bersama dalam bentuk “Seorang tokoh Islam memimpin do’a” hukumnya mubah. Keenam, do’a dalam bentuk “Setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing” hukumnya mubah.
Sebenarnya untuk menumbuhkan kerukunan antar umat beragama bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan bersama yang bersifat sosiologis, bukan teologis. Sebab teologi itu bersifat ekslusif, sementara aspek sosiologis itu bersifat inklusif, selama tidak melanggar aturan syariah. Dari aktifitas batil doa lintas agama inilah muncul aktifitas lainnya seperti nikah beda agama, beribadah di tempat ibadah agama lain dan mungkin makin banyak yang akan menyusul lagi.
Aktifitas doa lintas agama adalah batil dan karenanya umat Islam dilarang mengikutinya. Jika ingin berdoa, maka berdoalah di masjid bagi muslim dan di tempat ibadahnya sendiri bagi umat beragama lain. Doa lintas agama bisa menyeret seorang muslim kepada perbuatan haram, sebab tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Lebih baik menghindari perbuatan yang akan menjerumuskan kepada keharaman, agar kita selamat.
(AhmadSastra,KotaHujan,21/03/21 : 23.40 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad