BUKAN SALAH HUJAN

 


 

 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Bencana alam hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mewarnai negeri ini sepanjang tahun 2020. Memasuki  awal tahun 2021, Indonesia berduka mendalam karena bertubi-tubi terjadi berbagai bencana alam seperti tanah longsor dan banjir. banjir besar terjadi di Kalimantan Selatan sejak tanggal 12-13 Januari 2021. Tanggal 19 Januari terjadi banjir di gunung Mas Puncak Bogor Jawa Barat.  Sebelumnya juga terjadi tanah longsor di Sumedang Jawa Barat.

 

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( Lapan) telah melakukan analisis mengenai penyebab banjir yang terjadi sejak 12-13 Januari 2021 di Kalimantan Selatan yakni adanya curah hujan yang tinggi selama 4 hari yakni 12-15 Januari 2021. "Curah hujan ini menjadikan banjir melanda provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13 Januari 2021," kata Rokhis dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (17/1/2021).

 

Sementara menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin menyebutkan penyebab banjir di Kota Makassar dan sebagian wilayah Gowa dan Maros, akibat daerah aliran sungai terutama di hulu anak sungai telah rusak oleh degradasi sungai. Sehingga, warga yang bermukim di wilayah perbatasan daerah itu, katanya, ikut terendam karena air anak sungai meluap tidak mampu menahan debit air yang sangat besar saat hujan deras mengguyur sejak beberapa hari terakhir.

 

Sementara menurut data, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kalimantan Selatan masih yang terburuk se-regional Kalimantan. Dinas ESDM Kalimantan Selatan mencatat sampai kini ada 236 perusahaan tambang batu bara yang boleh mengeruk isi perut bumi Banua. Ironisnya dari 236 perusahaan tambang itu, baru 2 perusahaan yang mencairkan jamrek (jaminan reklamasi hingga pengelolaan pasca-tambang, yakni PT Tunas Inti Abadi (TIA) dan PT Kintap Bumi Mulia (KBM). Sementara yang lain bagaimana ?.  indikator IKLH dilihat dari tiga komponen, yakni air, udara dan tutupan lahan.  

 

Adalah paradoks jika kemudian ada yang menyalahkan hujan dalam peristiwa bencana hidrometeorologi yang terjadi di Kalimantan selatan. Padahal berdasarkan kajian saintifik, di bumi ini, air tidak akan berkurang ataupun bertambah. Air jumlahnya tetap dari dulu hingga sekarang. Hanya saja, air bisa menjadi berbagai macam bentuk dan tersebar di seluruh dunia. Air tidak akan berkurang karena adanya siklus air. Menurut 2 ilmuwan  Antoine Lavoisier dan Mikhail Lomosonov bahwa massa zat dalam suatu sistem tertutup selalu konstan, meski terjadi berbagai macam proses di dalamnya.

 

Analoginya begini, ketika kamu membuat secangkir teh, jumlah zat dalam teh, gula, dan air sebelum diseduh sama dengan hasil campuran. Bedanya, gula sudah larut, teh melepaskan beberapa senyawanya ke dalam air, dan air tidak lagi murni. Artinya, jumlah air di muka bumi akan selalu tetap. Tapi bisa berubah bentuk menjadi secangkir air teh, es batu, menguap akibat suhu tinggi, atau tercampur sebagai penyusun benda padat.

 

Beberapa tahun terakhir marak berita mencairnya es di kutub, yang menyebabkan kenaikan air laut. Fenomena ini membuat banyak orang was-was, terutama yang tinggal di kawasan sekitar pantai. Luas daratan tentu akan berkurang jika sebagiannya terendam air. Padahal es kutub yang mencair adalah upaya bumi menjaga keseimbangan. Suhu yang makin panas merangsang pencairan es di kutub. Aktivitas manusialah yang secara empirik kausalitas  menyebabkan kenaikan suhu ini. Lihatlah ketika infrastruktur semakin tak terkendalai, sementara ada lagi tempat memadai untuk menampung air. Rawa dikeringkan untuk lahan bangunan, sungai juga banyak yang mengering dengan sendirinya.

 

Jadi sebenarnya tidak ada air yang hilang kan ?.  Hanya berubah wujud akibat pola hidup manusia itu sendiri. Suhu bumi makin panas karena banyaknya aktivitas pembakaran, namun tidak diimbangi dengan penghijauan. Gak heran kalau banyak air menguap dimana-mana. Sebab air ditakdirkan mengalir ke tempat yang lebih rendah.

 

Secara hukum kausalitas, bencana hidrometeorologi seperti banjir adalah peristiwa bencana alam yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau melimpah dari bendungan sehingga air keluar dari sungai itu.

 

Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.

 

Sementara peristiwa hujan selain bisa dilihat dalam sudut pandang saintifik, juga bisa dilihat dari sudut pandang teologis. Pada prinsipnya hujan, baik secara saintifik maupun teologis tetaplah sebuah peristiwa yang memberikan kebaikan bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Tidak ada yang salah sama sekali dengan hujan, justru sangat bermanfat bagi manusia, lingkungan dan seluruh makhluk di muka bumi.

 

Hujan adalah ciptaan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an : Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji (QS Asy Syura : 28).  Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam (QS Qaaf : 9). Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman ?. (QS Al Anbiyaa : 30).

 

Disisi lain, Allah sangat melarang manusia merusak alam lingkungan ini, sebagaimana firmanNya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS Al A’raf : 85).

 

Sementara manusia seringkali tidak merasa merusak, perhatikan firman Allah  : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-12).

 

Tidaklah sia-sia dari apa saja yang diciptakan Allah, perhatikan firman Allah : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran : 190-191)

 

Tidak hanya itu, suara air hujan sebagai salah satu dari suara alam diyakini banyak pakar teknologi pikiran dapat mempengaruhi gelombang otak. Irama air hujan diyakini dapat merangsang otak menuju gelombang alfa. Bahkan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah, ada hadis riwayat Imam Al Qalyubi dalam kitab An Nawadir bahwa air hujan bisa menjadi obat.

 

Pada saat hujan, bahkan merupakan saat-saat dikabulkannya hujan. Imam Syafi’i telah meriwayatkan dalam kitab al-Umm  dengan sanad yang mursal, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Carilah doa yang dikabulkan, yaitu ketika bertemunya dua pasukan, waktu ikamah serta ketika turunnya hujan. Imam an-Nawawi juga mengatakan, bahwa doa pada saat hujan tidak ditolak atau jarang ditolak karena pada saat itu tengah turun rahmat, khususnya curahan hujan pertama di awal musim.

 

Nah, oleh karena itu tidaklah pantas manusia menyalahkan hujan ketika terjadi berbagai bencana alam yang melibatkan air. Sebab menyalahkan hujan, sama saja dengan menyalahkan Yang menciptakan hujan, yakni Allah SWT. Mestinya yang dilakukan manusia adalah bermuhasabah atas semua perilaku yang mengakibatkan rusaknya lingkungan. Kerusakan lingkungan sebenarnya merupakan akibat dari penerapan ideologi kapitalisme yang mengeksploitasi alam secara ugal-ugalan.

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS Ar Ruum : 41). Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy Syura : 30).

 

(AhmadSastra,KotaHujan,20/01/21 : 12.00 WIB)

 

 

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.