Oleh : Ahmad Sastra dan Liza Burhan
Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (QS Al Baqarah : 147). Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Rabbmu (QS Al Kahfi : 29).
Al Qurthubi menjelaskan ayat diatas dengan menuliskan, katakanlah wahai Muhammad, kepada mereka yang telah kami lalaikan kalbunya dari zikir kepada Kami, wahai manusia, dari Rabb kalianlah kebenaran itu. Allah lah yang memberikan taufik (kepada hambaNya) dan yang menimpakan kehinaan (Al Jami’ li Ahkamil Qur’an, 10/393)
Sementara Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah SWT berfirman kepada rasulNya, Katakanlah wahai Muhammad kepada manusia, inilah yang aku bawa dari Rabb kalian. Itulah yang benar tiada keraguan padanya. (Tafsir al Qur’an ‘Azhi, 3/86)
Asy Syaukani berkata (katakanlah) kepada mereka yang lalai, kebenaran itu dari Rabb kalian, bukan dari arah yang lain sehingga (kalau dari yang lain) memungkinkan untuk diubah dan diganti. (Zubdatut Tafsir, 384)
Salah satu asmaul husna adalah al haq yang artinya yang maha benar. UcapanNya benar, perbuatanNya benar, perjumpaan denganNya benar, Islam adalah benar, para RasulNya benar, kitab-kitabNya benar, ibadah kepadaNya tanpa mensekutukan adalah benar dan segala sesuatu yang disandarkan kepadaNya adalah benar.
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS Al Baqarah : 2). Al Qur’an sebagai petunjuk membuktikan akan kebenaran isi Al Qur’an sebagai firman dari Allah. Meragukan al Qur’an adalah adalah bentuk tidak adanya iman dan taqwa.
Karena itu jika dalam kehidupan ditemukan berbagai perbedaan pendapat, Islam kemudian mengajurkan untuk kembali kepada timbangan yang benar yakni Al Qur’an dan Sunnah RasulNya. Jadi timbangan kebenaran adalah wahyu, bukan nafsu. Perhatikan firman Allah berikut :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An Nisaa’ : 59)
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman" (QS Al A’raf : 203)
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (QS An Najm : 3-4)
Oleh karena itu, jika dalam suatu perkara dinyatakan haram oleh Allah dan RasulNya, maka itu adalah kebenaran, meskipun seluruh manusia di dunia menyatakan halal. Begitupun jika perkara dinyatakan halal oleh Allah dan RasulNya, maka itu adalah benar mutlak, meskipun seluruh raja dan pemimpin di dunia menyatakan sebaliknya. Jadi tegaknya berdiri diatas kebenaran Allah dan RasulNya, meski hanya sendirian dan seluruh manusia menentangnya.
Jadilah seperti Nabi Musa yang tegak berdiri diatas kebenaran Islam, meskipun dipersekusi oleh rezim diktator fir’aun laknatullah. Berbagai bentuk penyiksaan, kezaliman dan penghinaan tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap menyampaikan kebanaran wahyu Allah kepada raja fir’aun. Toh, pada akhirnya kekuatan fir’aun ditenggelamkan oleh Allah bersama kesombongannya. Sebab sombong adalah menolak kebanaran.
Dalam timbangan paham fir’aunisme, ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa adalah salah dan harus dimusuhi, sekaligus dibasmi. Dalam pandangan fir’aun, dakwah yang dilakukan oleh Musa adalah salah karena dianggap merongrong kekuasaan rezim. Islam dianggap salah oleh fir’aun, karena fir’aun kafir dan sesat. Jadi ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa sesungguhnya adalah kebenaran, meskipun rezim fir’aun mengatakan sebaliknya.
Dalam kekuasaan sekuler, justru yang bertentangan dengan Islam dianggap sebagai kebenaran, sebaiknya ajaran Islam justru dianggap kesesatan. Jadi wajarlah jika sejak dahulu Islam senantiasa ditolak oleh berbagai rezim berkuasa pada masanya. Islam ditolak oleh rezim fir’aun, ditolak oleh rezim namrud dan ditolak oleh rezim abu jahal. Jika hari ini Islam ditolak oleh demokrasi sekuler, bukan berarti Islam yang salah bukan ?.
Timbangan kebenaran yang hakiki adalah wahyu dari Allah dan dalil as Sunnah dari Rasulullah. Timbangan kebenaran bukan penguasa atau ideology di luar Islam seperti demokrasi sekuler yang didasarkan oleh nafsu. Riba tetaplah haram meskipun dihalalkan oleh demokrasi. Zina tetaplah haram meskipun dilegitimasi oleh negara.
Akhir-akhir ini juga terjadi banyak perbincangan soal ajaran Islam khilafah. Hampir semua orang di negeri ini membincangkan soal khilafah, baik yang pro dan kontra. Khilafah dalam timbangan wahyu jelas tidak bertentangan, bahkan menjadi bagian dari ajaran agama Islam. Khilafah sebagai model kepemimpinan politik Islam secara historis telah berlangsung lama. Namun, oleh negara demokrasi sekuler, ajaran khilafah bahkan dituduh sebagai ajaran radikal yang melahirkan terorisme.
Ketika terjadi pro kontra, jika didasarkan kepada QS An Nisaa’ : 59, maka harus dikembalikan kepada al Qur’an. Apakah ajaran khilafah bertentangan dengan al Qur’an apa tidak ?. Ternyata empat imam mazhab bersepakat akan wajibnya mengangkat pemimpin bagi seluruh kaum muslimin. Menegakkan khilafah oleh empat imam mazhab hukumnya fardhu kifayah. Nah, ini artinya khilafah adalah sebuah kebenaran berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah serta pendapat empat imam mazhab.
Jika khilafah ditolak oleh banyak negara di dunia, bukan berarti khilafahnya yang salah, namun negaranya yang sesat. Sebagaimana saat Rasulullah ditolak oleh Abu Jahal, bukan Rasulullah yang salah, namun abu jahalnya yang kafir dan sesat. Penolakan atas ajaran khilafah mestinya menyadarkan kepada seluruh kaum muslimin betapa umat Islam telah terjajah oleh ideology kapitalisme dan komunisme.
Kondisi ini mestinya juga menyadarkan kaum muslimin akan pentingnya menegakkan kembali khilafah bagi seluruh kaum muslimin di dunia. Khilafah adalah ajaran Islam yang hukum menegakkannya adalah fardhu kifayah. Menolaknya berarti sedang menentang hukum yang dibuat oleh Allah.
Sayyid Qutb dalam kajian tentang Islam dan ketatanegaraan menyatakan bahwa Islam merupakan agama yang realistik, yang membuktikan bahwa larangan dan nasehat saja tidak cukup. Juga membuktikan, bahwa agama ini tidak akan tegak tanpa negara dan kekuasaan. Agama Islam adalah manhaj atau sistem yang menjadi dasar kehidupan praktis manusia, bukan hanya perasaan emosional (wijdani) yang tersemat dalam hati, tanpa kekuasaan, perundang-undangan, manhaj yang spesifik dan konstitusi yang jelas”. (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz I hlm. 601)
Khilafah sebagai institusi politik Islam bagi seluruh kaum muslimin di dunia memiliki esensi. Esensi Khilafah merupakan solusi terbaik bagi problematika yang ada. Khilafah memiliki tiga esensi utama, terlepas dari pola pemilihan khalifah yang telah menjadi ijma` sahabat.
Esensi pertama Khilafah adalah penerapan syariah secara kaffah, dimana bidang ekonomi, pendidikan, budaya, politik didasarkan oleh aturan syariah yang memberikan kebaikan dan keadilan bagi seluruh warga negara, tidak memandang ras dan agama. Dalam syariah, manusia dipandang lebih manusiawi dibandingkan ideologi kapitalis dan komunis. Buktinya beberapa negara seperti Jepang dan Inggris justru tertarik dengan sistem ekonomi berbasis syariah. Ukuran perbuatan dalam timbangan syariah adalah halal dan haram, dan ini tidak ada dalam ideologi kapitalis sekuler dan komunis ateis.
Esensi kedua dari khilafah adalah ukhuwah. Khilafah dengan kepemimpinan tunggal bagi kaum muslimin seluruh dunia menjawab perpecahan umat Islam selama ini. Dengan Khilafah selain kaum muslimin akan bersatu padu dalam satu kepemimpinan, meski berbeda dalam mazhab. Bahkan Khilafah akan memberikan perlindungan yang maksimal kepada setiap warga negara, meski beda ras dan agama dalam satu naungan pemerintahan yang adil dan beradab. Esensi ini tidak ditemukan sama sekali dalam ideologi kapitalisme dan komunisme. Lihatlah berbagai tragedi kemanusiaan akibat kapitalisme dan komunisme, bukan hanya antar negara, bahkan antar sesama muslim saling bermusuhan akibat politik adu domba.
Esensi ketiga Khilafah adalah dakwah Islam rahmatan lil`alamin. Esensi dakwah artinya upaya penyebaran kebenaran Islam dalam rangka menyelamatkan manusia dari jalan kesesatan. dakwah adalah ajakan dan seruan menuju jalan Allah tanpa kekerasan dan paksaan. Dakwah Islam berbeda dengan imperialisme kapitalis dan revolusi komunis yang keduanya menyisakan kesengsaraan manusia. Sementara dakwah justru memberikan ketenangan dan kebahagiaan serta keselamatan manusia. Dengan suka rela Islam bisa diterima masyarakat karena kebenaran dan kemuliaan dimilikinya.
Allah menegaskan melalui firmanNya dalam surat An Nashr ayat 1-3, `Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
Jadi intinya jika menggunakan timbangan wahyu, maka khilafah adalah sebuah kebenaran, sementara jika timbangannya adalah nafsu, maka khilafah dianggap kesalahan. Wahyu adalah sumber kebenaran, sementara nafsu adalah sumber kesesatan dan kegelapan. Beruntunglah yang menjadikan wahyu sebagai timbangan, dan merugilah yang menggunakan nafsu. Orang yang tunduk kepada wahyu akan memperjuangkan Islam termasuk khilafah, sementara yang memuja nafsu akan menghalanginya.
(Karawang-Bogor, 26/08/20 : 14.30 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad