Oleh : Ahmad Sastra
My choise of Muhammad to lead the list of the world’s most influential persons may surprise some readers be questioned by other, but he was the only man in history who was supremely seccessful on both the religious and seculer levels (Michael H Hart)
Setiap diri adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, begitu Rasulullah bersabda. Jika merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW diatas dapat dipahami bahwa pemimpin itu adalah sifat yang harus melekat dalam setiap diri manusia. Artinya setiap manusia diciptakan Allah telah mengemban fungsi kepemimpinan yang harus dijalankan selama ia hidup di dunia. Prestasi apa yang telah ia capai ketika menjalankan kepemimpinan ini akan diperhitungkan oleh Allah kelak di hari akhir.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya fungsi kepemimpinan ini. Sukses gagalnya manusia di hari akhir kelak sangat ditentukan oleh fungsi kepemimpinan ini. Apakah dia amanah atau tidak amanah, apakah melayani rakyat atau malah sok kuasa, apakah dia menjadi teladan atau malah zalim, apakah dia memiliki ada atau malah tak beradab.
Setiap manusia dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, yang membedakan antar manusia hanyalah ruang lingkup kepemimpinan yang diembannya. Apakah ruang lingkupnya dunia, satu negara, wilayah, desa, keluarga atau sekedar memimpin diri sendiri. Semua adalah bentuk amanah yang diberikan Allah kepada manusia yang dengannya harus dipertanggungjawabkan.
Kesuksesan seorang pemimpin akan memberikan dampak positif yang luar biasa besar. Begitu juga sebaliknya, kegagalan seorang pemimpin akan berdampak buruk kepada banyak orang. Bisa dibayangkan jika seorang presiden melakukan tindakan tercela seperti korupsi uang rakyat yang dipimpinnya. Dengan perbuatannya itu dia telah merugikan sekian juta rakyat. Sebab korupsi yang dilakukan seorang presiden berarti ia telah merampas hak-hak rakyat banyak.
Bayangkan jika seorang pemimpin daerah memiliki watak sombong, congkak, petantang-petenteng kepada rakyat, buruk perilaku dan perkataan serta tidak beradab sok kuasa, maka, hal ini akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, bahkan bisa mendatangkan azab dari Allah. Pemimpin berwatak buruk akan menuai murka dari rakyatnya sendiri.
Berbeda jika seorang pemimpin amanah, jujur dan beriman, maka dia akan membawa kesejahteraan kepada jutaan orang yang dipimpinnya. Watak kepemimpinan yang mulia memang tidak akan tumbuh sendiri, dibutuhkan sebuah mental kuat dan lingkungan yang kondusif. Dorongan dari orang-orang terdekat akan mampu menjadi energi positif bagi tumbuhkembang mental kepemimpinan ini. Dalam sejarah peradaban Islam telah banyak melahirkan kepemimpinan yang mulia dan Islami. Mereka tumbuh bersamaan dengan kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat yang Islami. Perilaku yang mulia dimulai dari pemikiran positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran seseorang adalah orang tua, keluarga, masyarakat, sekolah, teman dan media massa serta diri sendiri. Dari pikiran inilah perilaku seserang bersumber. Dari pikiran inilah tindakan seseorang dimulai. Sebab dalam pikiran seseorang telah tersimpan berbagai file yang siap digunakan jika diperlukan. File-file pikiran ini ada yang positif dan ada yang negatif.
File-file pikiran ini didapatkan dari tujuh faktor diatas. File-file dalam pikiran seseorang menjadi semacam arsip memori dalam akal seseorang yang siap pakai. Ketika dia mengalami musibah dan cobaan hidup, maka file kesedihan yang akan muncul. Begitu juga jika ketika dia mendapatkan anugerah dan rezki, maka file kebahagiaan yang muncul.
Kemuliaan watak Rasulullah Muhammad SAW dinyatakan Allah dalam firmanNya, Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas khuluq yang agung (QS al-Qalam [68]: 4). Imam Jalalain dalam kitab tafsirnya menafsirkan kata khuluq dalam ayat di atas dengan dîn (agama). Imam Ibn Katsir—seraya mengutip Ibn Abbas, Mujahid, Abu Malik, As-Sadi dan Rabi bin Anas, Adh-Dhahak dan Ibn Zaid—juga menyatakan bahwa ayat di atas bermakna, “Wa innaka la’alâ dîn[in] ‘azhîm (Sesungguhnya engkau [Muhammad] benar-benar berada di atas agama yang agung),” yakni Islam (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, IV/403).
Michael D Hart yang telah menempatkan Muhammad sebagai tokoh nomor satu dunia dari seratus tokoh yang dia urutkan, menulis dalam bukunya,” kesatuan tunggal yang tidak ada bandinganya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia”. Bahkan seorang filosof Inggris Bernand Shaw pernah mengatakan bahwa jika Muhammad masih hidup dan memimpin dunia hari ini, maka pasti akan sukses memberikan solusi dan mensejahterakan masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakininya.
Al kisah diceritakan suatu ketika delegasi pemerintah daerah Himsh datang menghadap Khalifah Umar. Himsh adalah sebuah wilayah di Syam yang masuk dalam pengawasan pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. Gubernur Himsh bernama Said bin Amir al Jumhi. Khalifah Umar terkenal sifah pemurahnya, beliau selalu peduli dengan kaum fakir miskin yang menjadi rakyatnya. Delegasi itu diminta memberikan daftar orang-orang yang tergolong fakir miskin di daerahnya.
Diserahkanlah oleh delegasi itu kepada Khalifah Umar sebuah lembaran yang berisi daftar nama-nama orang yang tergolong fakir miskin. Yang menarik adalah terdaftarnya nama Said bin Amir al Jumhi sebagai orang miskin, padahal dia adalah gubernur daerah itu. Karena hampir tak percaya, maka Umar bertanya kepada delegasi siap gerangan Said dalam daftar tadi. Dijawab dialah Said bin Amir al Jumhi sang gubernur. “ Gubernur kalian miskin?”, tanya sang Khalifah. “ Ya demi Allah. Dapurnya sering tidak berasab dalam waktu yang lama”.
Mendengar cerita itu, Umar menangis tersedu-sedu sampai air matanya membasahi janggutnya. Sambil terisak Umar mengambil seribu Dinar (sekitar Rp. 600 juta ) lalu dimasukkan dalam satu kantong. Umar berkata sambil terisak ,” Sampaikan salamku kepada gubernur kalian, katakan Umar mengirimkan uang ini agar bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhanya”.
Sesampainya delegasi ke Himsh, mereka langsung menghadap Said untuk memberikan titipan Umar lengkap dengan pesan sang Khalifah. Setelah melihat isi kantong, Said terkejut dan menjauhkan kantong itu dari tempat duduknya, seraya berkata,” innalillahi wa inna ilaihi rajiun”. Lantas dia bertanya kepada istrinya, “ wahai istriku, sudikah kau membantuku?”. “ tentu mau wahai suamiku”. Akhirnya mereka berdua berjalan berkeliling ke kampung-kampung membagikan dinar pemberian Khalifah kepada rakyatnya hingga tak tersisa.
Selang beberapa waktu kemudian, Umar datang untuk melihat kondisi Syam dan tak lupa singgah di rumah sang gubernur. Melihat kondisi Said, Umarpun memberikan lagi bantuan seribu Dinar kepada Said. Sepulangnya Umar, Said dan istrinya kembali membagikan uang pemberian itu kepada rakyatnya yang tidak mampu. Hal ini Said lakukan dengan penuh ketulusan dan kerelaan. Tanpa ada rasa berat sedikitpun dalam hatinya.
Begitulah salah satu kisah kepemimpinan yang sukses dan patut dijadikan guru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pemimpin seperti said akan mendapatkan kucuran cinta yang luar biasa dari rakyatnya. Namun betapa sedihnya ketika kita melihat para pemimpin negeri ini justru banyak yang diseret ke penjara karena mengkorupsi uang rakyatnya. Saat memimpin begitu songong sok kuasa kepada rakyat yang memilihnya dan berbuat zalim seenaknya.
Jika Said rela mengorbankan harta pribadinya untuk kepentingan rakyatnya, justru para pemimpin negeri ini merampas uang yang menjadi hak rakyatnya. Keduanya bagai langit dan bumi. Said adalah sosok pemimpin yang dilahirkan dari sistem yang Islami. Sebab, berbicara tentang kepemimpinan seharusnya tidak hanya terbatas pada sosok orangnya, tetapi juga sistem kehidupan yang melingkupinya.
Semua nash al-Quran dan al-Hadis yang berbicara tentang kepemimpinan senantiasa menyinggung kedua aspek ini, baik secara tersurat maupun tersirat. Baginda Rasulullah saw., misalnya, selain sebagai pengemban risalah, adalah juga seorang kepala negara. Sistem pemerintahan yang beliau jalankan tidak lain adalah sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan syariah Islam.
Penerapan sistem politik demokrasi yang pragmatis dan transaksional terbukti telah melahirkan para pemimpin yang disorientasi dalam memimpin. Dalam paradigma pragmatisme, kepemimpinan dipandang sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan keuntungan materi melalui kekuasaan yang dimiliki. Pragmatisme politik tidak menghiraukan kaidah-kaidah moral dalam berperilaku dan berfikir. Timbangan halal dan haram tidak lagi menjadi ukuran dalam mengejar materi selama berkuasa.
Watak pragmatisme ini selain akan merugikan rakyat, juga akan mengakibatkan kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Akhir-akhir ini beredar video luas tentang watak songong seorang pemimpin yang sok kuasa, petantang-petenteng di hadapan rakyatnya yang lemah adalah contoh buruk hasil sistem demokrasi. Pemimpin ini hanya satu dari ribuan contoh pemimpin amoral dan tak beradab di negeri ini.
Dengan demikian kepemimpinan Islami yang mulia dan mensejahterakan lahir batin adalah pemimpin yang lahir dari sistem yang mulia juga. Penerapan sistem Islam dalam sejarah peradaban Islam telah membuktikan telah mampu melahirkan pemimpin yang selain menyerukan tauhid kepada Allah, juga memberikan kesejahteraan hidup bagi rakyatnya. Karena itu selain memilih pemimpin yang Islami, bangsa ini tidak boleh melupakan kewajiban untuk membangun sistem yang Islami pula. Keduanya harus berjalan secara sinergis.
(AhmadSastra,KotaHujan,23/08/20 : 05.40 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad