SPIRIT UMAR BIN KHATTAB : SEBUAH TRANSFORMASI IDEOLOGIS



Oleh : Ahmad Sastra

Umar bin Khattab adalah khalifah kedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644 atau 13-23 H di negara khilafah. Dia juga digolongkan sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin. 'Umar merupakan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad dan juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad.

Umar bin Khattab adalah seorang khalifah yang sangat terkenal, perjalanan hidupnya adalah teladan yang diikuti, dan kepemimpinannya adalah sesuatu yang diimpikan. Banyak orang saat ini memimpikan, kiranya Umar hidup di zaman ini dan memimpin umat yang tengah kehilangan jati diri dan krisis multidimensi.

Meski saat masih jahiliyah, Umar adalah orang yang sangat benci dan memusuhi Islam, bahkan pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan menyembah patung yang terbuat dari terigu. Disaat lapar, maka patung yang disembah itu dimakan. Namun, setelah mengenal Islam, justru Umar menjadi pejuang Islam hingga diamanahi sebagai khalifah kedua. Sebuah transformasi ideologis yang patut menjadi teladan.

Umar pun terkenal dengan ketegasan dan kelembutan hatinya. Bahkan Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya ada nabi sesudahku maka ia adalah Umar bin Khattab”. (H.R Tirmidzi dan Ahmad). Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya.

Umar bin Khattab suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”

Keutamaan Umar bin khattab adalah penduduk surga yang berjalan di muka bumi. Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, beliau bersabda : “Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”

Kemuliaan kedua Umar bin Khattab adalah turut meninggikan kemulianya Islam dengan perantara dirinya. Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda :

“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.” Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”

Pasukannya berhasil mengalahkan dua kekuatan besar saat itu yakni Romawi di barat dan Persia di Timur. Pada 634, tentara muslim sebanyak 46.000 orang mengalahkan 300.000 tentara Romawi di dataran Yarmuk. Di bawah Umar, ekspansi Islam dimulai. Ibu kota Suriah, Damaskus, dikuasai pada 635. Setahun setelah kemenangan di Yarmuk, seluruh daerah Suriah jatuh ke kekuasaan Islam. Suriah dijadikan basis.

Ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah kepemimpinan Amr in Ash. Ke Irak di bawah kepemimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Ibu kota Mesir Alexandria ditaklukkan pada 641 M. Begitu pula ibu kota Persia, Al Madain yang dikuasai pada tahun 637. Ia membagi daerah ini menjadi provinsi. Tiap provinsi ditunjuk satu gubernur.

Umar juga berjasa meletakkan dasar negara. Ia mengesahkan ketentaraan, kepolisian, pekerja umum, hingga sistem kehakiman. Umar juga mengadakan hisbah (pengawasan) terhadap pasar, membangun pusat pengawasan terhadap takaran atau timbangan, dan mencetak uang negara serta mendirikan bait al-Mal.

Departemen yang dibangun antara lain Departemen Pajak dan Tanah (Diwan al Kharj) dan Departemen Keuangan (Diwan al Mal). Kepada kelompok nonmuslim, Umar memberikan kemerdekaan beragama. Salah satu peninggalannya yang abadi yakni sistem kalender Islam atau almanak Hijriah. Sistem ini mengawali tahun di tanggal 1 Muharam, mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Ketika terjadi sebuah musibah berupa bencana, Khalifah Umar pernah berkata : “Wahai masyarakat, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!”

Ucapan Umar bin Khattab saat menghadapi musibah menunjukkan betapa kuat keimanan dan ketaqwaannya. Maka betapa pentingnya seorang pemimpin yang bertaqwa yang senantiasa mengajak rakyatnya patuh tunduk kepada semua hukum Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Pemimpin bertaqwa sangat sadar bahwa musibah yang menimpa diakibatkan oleh kemaksiatan rakyatnya. Keimanan dan ketaqwaan adalah dua kondisi yang menjadi asbab datangnya keberkahan dari Allah.

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs Al A’raf : 96).

Pada masa khilafah Umar bin Khattab pada tahun 18 H, dalam perjalanan ke Syam, ternyata di sana sedang terjadi wabah thaun Amwas dari hasil laporan gubernur Syam saat itu, maka Umar tidak melanjutkan perjanan untuk berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain. Ibarat menggembalakan kambing : pilih padang rumput hijau atau kering. Akhirnya mereka pulang ke Madinah.

Wabah Thaun berhenti dibawah kepemimpinan Amr bin Ash, beliau mengatakan : wahai manusia, penyakit ini seperti kobaran api, maka jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung.

Amru bin Ash, yaitu gubernur Mesir, dan apa yang telah diupayakan oleh Amr bin Ash ternyata sangat efektif dengan membuat kebijakan seluruh masyarakat wajib uzlah atau mengisolasi diri ke bukit-bukit, pegununungan dan lembah-lembah. Bagi yang tak punya bekal, negara saat itu memberi jaminan akan kebutuhan pokoknya.

Maka jika wabah meluas, peran negara sangat dibutuhkan. Sebab negara dengan khalifah sebagai pemimpinnya adalah orang yang paling bertanggungjawab atas nasib rakyatnya. Sistem negara yang kuat dan pemimpin yang bertaqwa adalah kondisi ideal dalam menyelesaikan persoalan wabah ini. Amir atau pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas (urusan) rakyatnya (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)

Dalam sejarah peradaban Islam, pemimpin yang bertaqwa terbukti begitu mengutamakan keselamatan nyawa rakyatnya, dibandingkan kepentingan apapun selama terjadi wabah. Selain melakukan renungan atas perbuatan buruk yang pernah dilakukan, negara Islam juga melakukan berbagai solusi yang rasional dan terukur dalam rangka menyelamatkan nyawa rakyat.

Dalam Islam, seorang khalifah adalah orang yang diberikan amanah untuk mengurusi urusan rakyat dengan dasar syariat Islam. Seorang khalifah dibaiat oleh rakyat, namun tetap harus bertanggungjawab kepada Allah atas kepemimpinannya. Contohlah khalifah Umar bin Khattab yang begitu takut kepada Allah jika sampai menelantarkan rakyatnya.

Maka alangkah naifnya jika ada seorang presiden yang justru anti Islam dan dilahirkan dari Rahim demokrasi kufur dinilai oleh para pegikutnya seperti sosok Umar Bin Khattab. Demokrasi sendiri adalah sistem kufur yang melahirkan pemimpin sekuler yang menolak penerapan syariah Islam kaffah dalam bingkai khilafah, sementara Umar Bin Khattab justru menjadi seorang khalifah di negara khilafah. Demokrasi dan khilafah secara diametral berbeda 180 derajat.

Dari Al Qur’an dan As Sunnah lahirlah daulah Islam. Al Qur’an telah mewujudkan sebuah transformasi peradaban dibawah dinul Islam yang haq yang dibawa oleh Rasulullah berdasarkan blue print yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an. Dari sinilah lahir generasi Qur’ani yang kemudian mendirikan daulah Islamiyah, sebuah negara Islam yang dipimpin oleh Rasulullah SAW. Kemenangan Islam mencapai kesempurnaan melalui dakwah, jihad dan pengorbanan mereka.

Daulah Islam telah berhasil gemilang dan telah menakjubkan bagi dunia, baik di timur maupun di Barat. Daulah Islam telah mampu pula membebaskan manusia dari penindasan kekuasaan jahiliyah kepada rahmat dan keadilan Islam. Dengan dakwah, jihad dan daulah, generasi awal telah berkorban harta dan jiwa serta rela menanggung segala bentuk ujian berat tanpa mundur dan berkhianat sejengkalpun.

Generasi awal seperti Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin telah dengan indah memberikan contoh sebuah puncak pengorbanan harta dan jiwa demi menjaga ketegasan dan keteguhan aqidah Islam. Kita telah melihat betapa Yasir, Sumaiyah, Bilal, Suhaib dan para sahabat Rasulullah lainnya seperti Abu Bakar As Syiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan Abdurahman bin Auf telah memberikan teladan agung bagi cinta, pengorbanan dan pengabdian kepada Allah dan RasulNya.

Para sahabat telah dengan indah memberikan kenangan sejarah dan perumpamaan yang agung sepanjang masa. Mereka merupakan satu generasi yang mampu menguasai diri dan tidak terperdaya dunia dalam menegakkan syariah Islam sehingga Allah mengangkat derajat mulia bagi mereka. Mereka adalah teladan bagi kebenaran, kesetiaan, amanah, keberanian, ketulusan, akhlak dan zuhud.

Generasi ini sangat paham akan firman Allah, Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka inilah orang-orang yang beruntung (QS An Nuur : 51)

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka merasa di dalam hatinya mereka satu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS An Nisaa : 65)

Tidaklah wajar bagi orang beriman lelaki dan perempuan apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu urusan buat mereka kemudian mereka mencari pilihan lain (QS Al Ahzab : 36). Barang siapa yang taat kepada Rasul, maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah (QS Al Hasyr : 7)

Sifat mereka yang mengutamakan orang lain dari kepentingan diri adalah salah satu contoh agung dalam jihad dan perjuangan menentang musuh-musuh Allah. Dengan kekuatan aqidah dalam dadanya, mereka tidak pernah takut kepada manusia dalam ketegasan membela agama Allah. Mereka juga generasi yang murah hati, penegak keadilan dan selalu menyempurnakan segala tanggungjawab.

Dalam salah satu perbincangan dengan Muawiyah bin Hudaif setelah penaklukan Iskandariyah, Umar pernah berucap : Kalau aku tidur di siang hari, maka aku menelantarkan rakyatku. Dan jika aku tidur di malam hari, aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak shalat malam). Bagaimana bisa tertidur pada dua keadaan ini wahai Muawiyah ? ”

Umar tentu sangat paham betapa berharganya nyawa satu orang muslim, sehingga dia sangat memperhatikan nasib rakyatnya, jangan sampai terzolimi sedikitpun. Itulah mengapa Umar pernah berkata, “Jika ada seekor onta mati karena disia-siakan tidak terurus. Aku takut Allah memintai pertangung-jawaban kepadaku karena hal itu.

Karena onta tersebut berada di wilayah kekuasaannya, Umar yakin ia bertanggung jawab atas keberlangsungan hidupnya. Ketika onta itu mati sia-sia karena kelaparan, atau tertabrak kendaraan, atau terjerembab di jalanan karena fasilitas yang buruk, Umar khawatir Allah akan memintai pertanggung-jawaban kepadanya nanti di hari kiamat.

Jangankan nyawa manusia yang menjadi rakyatnya, bahkan nyawa binatangpun bagi Umar tetap menjaganya dan tidak mau terzolimi karena kebijakannya. Sebuah hadist dengan tegas menyatakan : Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak. (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Siang dan malam Khalifah Umar selalu memantau keadaan rakyatnya. Umar benar-benar sadar kepemimpinan itu adalah melayani, bukan dilayani. Kepemimpinan bukan untuk menaikkan status sosial, menumpuk harta, yang akan menghasilkan kehinaan di akhirat semata. Nyawa rakyat bagi Umar adalah pertanggungjawaban besar kelak di akherat, maka menyia-nyiakannya adalah sebuah kezoliman.

Abdullah bin Abbas ra. mengatakan, “Setiap kali shalat, Umar senantiasa duduk bersama rakyatnya. Siapa yang mengadukan suatu keperluan, maka ia segera meneliti keadaannya. Ia terbiasa duduk sehabis shalat subuh hingga matahari mulai naik, melihat keperluan rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah”.

Sesaat setelah terpilh sebagai sebagai khalifah, dalam pidatonya, tergambar bagaimana takutnya Umar memikul beban tanggung jawab sebagai seorang pemimpin ketika itu. Dan bukan saat itu saja Umar merasa hal itu disampaikan Umar. Sesaat setelah Abu Bakar dimakamkan, Umar sudah merasakan ketakutan itu. Sebab dalam Islam kepemimpinan adalah amanah besar, tidak layak diperebutkan, apalagi jika salah niat.

Dalam buku, Biografi Umar bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal digambarkan bagaimana sosok kepemimpinan khalifah kedua ini. Pertama, Umar adalah pemimpin yang sangat tegas terhadap kezoliman dan yang memusuhi Islam. Namun, Umar sangat lembut kepada orang jujur, adil dan teguh pada agamanya.

Kedua adalah kesadaran bahwa jabatan sebagai khalifah adalah ujian. Allah menguji rakyat dengan kepemimpinan Umar, sementara Umar diuji oleh rakyatnya. Dengan tegas Umar akan mengurus urusan rakyat dengan penuh amanah dan tidak menzolimi rakyat.

Ketiga, adanya hubungan saling mengingatkan antara pemimpin dan rakyatnya. Umar tak ragu meminta rakyat menegurnya atau mengkritiknya jika dirinya bersalah. Bahkan Umar dalam pidatonya, meminta rakyat tak ragu menuntutnya jika rakyat tak terhindar dari bencana, pasukan terperangkap ke tangan musuh. Bagi Umar, orang yang paling dicintai adalah yang mau menunjukkan kesalahannya.

"Bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar makruf naih munkar dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat saudara-saudara sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya demi kepentingan audara-saudara sekalian," kata Umar menutup pidatonya.

“Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah akan melupakan tindakan yang dilakukan orang zolim. Sesungguhnya Allah menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42).

Tidak ada dosa yang lebih berhak untuk Allah segerakan hukuman bagi pelakunya di dunia, disamping masih ada hukuman di akhirat, selain dosa zolim dan memutus silaturrahmi. (HR. Turmudzi 2700, Abu Daud 4904 dan dishahihkan al-Albani).

Nah, untuk para pemimpin muslim, dimanapun berada, hendaknya berguru kepada kepemimpinan Umar bin Khattab bahwa betapa sang khalifah begitu mencintai dan dicintai rakyatnya karena begitu menghargai nyawa rakyatnya. Dia tidak ingin berbuat zalim sedikitpun yang berakibat hilangnya nyawa rakyat, meski hanya satu orang. Inilah kepribadian islami seorang pemimpin yang beriman dan bertaqwa.

Namun satu hal yang sangat penting, bahwa meneladani kepribadian dan kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab tidaklah sempurna tanpa penerapan sistem khilafah yang telah berhasil melahirkan para pemimpin hebat. Khalifah dan khilafah adalah dua hal yang tak mungkin dipisahkan. Kualitas pemimpin seperti Umar bin khattab hanya bisa dilahirkan dari sistem khilafah islam, bukan demokrasi kufur.

Meneladani spirit Umar bin Khattab adalah sebuah upaya transformasi individu menjadi muslim yang berkepribadian Islam sekaligus transformasi sistemik dari sistem jahiliyah menuju sistem khilafah. Teruslah memberbaiki diri menjadi pribadi muslim terbaik yang layak menjadi pengemban dakwah dan perjuangan tegaknya khilafah. Semoga moment Ramadhan ini menjadi kesempatan emas untuk merenungkan diri, meningkatkan taqwa, memantik ghirah dakwah dan perjuangan, serta senantiasa melayakkan diri menjadi pejuang ideologis demi tegaknya khilafah.

Sebagai kata akhir, mari renungkan ucapan Umar Bin Khattab : sesungguhnya kami adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka tidaklah kami mencari kemuliaan dengan yang lainnya.

(AhmadSastra,KotaHujan,10/05/20 : 21.00 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

1 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Masya Allah saya sangat takjub dengan artikel ini yang menceritakan perjuangan dan kewibawaan Khalifah umur bin khattab,beliau g cuman rendah hati akan tapi juga mempunyai jiwa
    terhadap umat Muslim.semoga dengan cerita Umar bin Khattab banyak orang yg menjalankan keadilan di bangsa ini .

    BalasHapus