PENANGANAN COVID-19 BERBASIS MANAJEMEN MASJID



Oleh : Ahmad Sastra

Ironis memang, saat terjadi wabah corona sejak akhir 2019, masjid-masjid banyak yang ditutup dari aktivitas ibadah. Bukan hanya di Indonesia, bahkan seluruh dunia, hingga masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Idealnya, apapun yang terjadi justru masjid tidak boleh ditutup. Sebaliknya mestinya masjid justru dibuka lebar dan menjadi pusat kegiatan sosial. Di zaman Nabi, masjid justru menjadi pusat kegiatan keumatan, dari pendidikan hingga membangun peradaban.

Memang tidak dipungkiri, disaat proses penanganan wabah Covid-19 tidak begitu bagus oleh pihak pemerintah, maka wilayah-wilayah yang terdampak corona tidak bisa dipetakkan dengan jelas. Akibatnya karantina wilayah tidak mudah dilakukan. Ketika pemerintah miskin data, maka masyarakat akan mengalami kesulitan.

Mestinya yang terjadi adalah sebaliknya, pemerintah bekerjasama dengan umat Islam yang mayoritas untuk melakukan penanganan Covod-19 justru dari masjid-masjid. Masjid-masjid yang jumlahnya ratusan ribu dan tersebar di seluruh RT se Indonesia dijadikan sebagai pusat penanganan coronavirus ini.

Bersama masyarakat muslim, dokter yang jumlah terbatas bisa bekerja sama mendeteksi masyarakat yang terpapar corona. Masyarakat tetap dihimbau ke masjid seperti biasa, namun masyarakat yang positif terinveksi corona bisa diperlakukan sebagaimana protokol yang standar. Pemerintah juga bisa kerja sama dengan swadaya masyarakat kaya untuk menyiapkap berbagai bahan makanan di masjid-masjid sebagai bahan bantuan bagi masyarakat kurang mampu yang terdampak langsung adanya wabah corona.

Pada saat terjadi wabah, mestinya masjid justru dibuka lebar untuk masyarakat dengan bekerjasama dengan pemerintah. Sebab masjid, selain tempat suci, juga bisa dijadikan wadah yang bergerak bersama pemerintah untuk menangani wabah ini secara sukarela.

Sementara tempat-tempat maksiat yang selama ini terjadi banyak kemungkaran dan perkumpulan manusia wajib ditutup, jika perlu selamanya. Sebab datangnya musibah, menurut Umar Bin Khattab juga dikarenakan oleh perilaku maksiat masyarakat sekitarnya. Maka, selayaknya masyarakat mendatangi masjid untuk bertobat, bukan malah menjauhi.

Masjid dijadikan sebagai pusat penanganan Covid-19 adalah sesuatu yang ideal dalam arti jika pemerintah dan rakyat benar-benar kompak bekerjasama menangani wabah ini. Pemerintah menyediakan perangkat kesehatan, seperti alat tes suhu tubuh dan ambulan.

Ratusan ribu masjid tentunya akan bisa memantau hampir semua jamaah yang biasa sholat di masjid. Dilanjutkan tes suhu tubuh di rumah-rumah sekitar masjid yang bersangkutan. Dengan demikian, maka tidak butuh waktu lama untuk bisa mendeteksi siapa saya yang telah terpapar corona dan siapa yang masih sehat.

Dengan model manajemen masjid ini, maka orang yang sehat tetap berjamaah di masjid, sementara yang sakit harus disiplin mengikuti protokol karantina. Ini adalah sebuah upaya atau ikhtiar umat bersama pemerintah untuk mengubah keadaan.

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS Ar Ra’d : 11).

Jika penangan ini dilakukan kompak dan serius, maka selain cepat diselesaikan, masjid juga tetap ramai dengan kegiatan ibadah tanpa ada rasa khawatir dan takut. Namun, jika penanganan wabah ini tidak serius, maka penutupan masjid adalah sebuah masalah yang mesti dipertanggungjawabkan juga kelak dihadapan Allah oleh pemerintah dan masyarakat.

Cita-cita memakmurkan masjid akan tetap terwujud meski di tengah wabah, jika masjid dikelola oleh pemuka-pemuka Islam yang takwa, handal dan memiliki profesionalisme yang tinggi. Pengelola harus bekerja full time, bukan sebagian waktu, atau dengan kata lain sisa-sisa waktu, sisa-sisa pikiran, sisa-sisa tenaga, sehingga tidak bisa melaksanakan fungsi kemasjidan secara optimal.

Hikmah di balik wabah corona ini salah satunya adalah renungan betapa pentingnya remenejemen masjid sebagai pusat peradaban umat. Masjid bukan hanya sebagai tempat ritual, namun juga pusat pendidikan, budaya, kesehatan dan sosial kemasyarakatan. Bahkan di zaman Rasul, masjid juga menjadi pusat pemerintahan.

Bahkan jikapun pemerintah tidak bisa membantu finansial kepada masjid dalam menangani wabah, maka masyarakat bisa memberdayakan zakat dan sedekah jamaah atau para agnia. Ke depan, masjid harus terus ditingkatkan manajemennya, sehingga bisa menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Jamaah mempunyai peranan penting dalam dalam upaya meningkatkan peranan masjid, baik disaat wabah maupun disaat normal. Mereka pada hakekatnya pengguna masjid, untuk meningkatkan iman dan taqwa dan urusan kesejahteraan mereka. Untuk itu diperlukan data jamaah, untuk diketahui sesungguhnya mereka itu siapa.

Data itu meliputi nama, jumlah keluarga, pekerjaan, kemampuan, bahkan sampai hobi dan golongan darah. Dengan data itu akan dapat diketahui perkembangan jamaah, hasil kinerja pengurus dan tentu saran dan keinginan jamaah. Tanpa data yang baik, maka akan kesulitan bagi perencanaan program, pelaksanaan dan pengawasannya. Jamaah harusnya diikutkan menjadi pengurus.

Karenanya memakmurkan masjid menjadi kewajiban setiap muslim tanpa kecuali, minimal dalam salat berjamaah dan maksimal dalam kepengurusan kemasjidan dengan berbagai perancangan program pendidikan, ekonomi, kesehatan, budaya, sosial dan pemberdayaan. Dengan manajemen yang baik, maka meski ada wabah, masjid tetap ramai, sebab dipastikan yang sholat adalah yang dinyatakan sehat.

" Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, memnunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS At Taubah : 18)

Sejak zaman Rasulullah telah berdiri masjid-masjid yang utama. Setidaknya ada 3 masjid utama : 1). Masjidil Haram di Mekkah - tempat Ka'bah, qiblat sholat (sejak 17 bulan setelah hijrah Nabi ke Madinah) 2). Masjid Nabawi di Madinah 3). Masjid Al-Aqsha di Al-Quds (Yerusalem), Palestina.

Aku bertanya kepada Rasulullah saw : “Ya Rasulullah saw masjid apa yang pertama kali didirikan si muka bumi ini?” Rasulullah menjawab : “Masjidil Haram” Aku bertanya lagi : “Kemudian masjid apa?” Beliau menjawab :”Masjid Al Aqsha” Aku bertanya lagi :”Berapa tahun jarak antara keduanya?” Beliau menjawab :”Empat puluh tahun” (HR Al Bukhari)

Langkah pertama Rasul sesampai di Madinah adalah membangun masjid yang difungsikan sebagai tempat shalat, membimbing dan mengajarkan Islam (institusi belajar), balai pertemuan dengan para shahabat dan tempat mempersatukan berbagai unsur kekabilahan.

Selain itu, masjid di zaman Rasul juga berfungsi untuk bermusyawarah , mengatur segala urusan umat, tempat melepas pasukan jihad, menjalankan roda pemerintahan, tempat tinggal kaum yang miskin tanpa harta tanpa kerabat dan keluarga, sebagai pusat dakwah Islam, sebagai tempat pengadilan hukum Islam, tempat pembinaan aqidah dan pembinaan ukhuwah Islamiyah, pengembangan intelektualitas umat Islam dan tempat melahirkan ulama.

Rasul mempersaudarakan diri dengan Ali bin Abi Thalib; Hamzah dan Zaid (maulanya); Abu Bakar dan Kharijiah bin Zaid; Umar bin Khathab dan Utbah bin Malik al-Kharijijiy; Thalhah bin Ubaidillah dengan Abu Ayyub al-Anshariy; Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Rabi’.

Orang Arab yang datang ke Madinah dan memeluk Islam tanpa harta dan pekerjaan disediakan tempat khusus di serambi masjid (disebut Ahlu Shuffah = penghuni serambi). Nafkah diambil dari harta kaum muslimin yang kelebihan harta

Manajemen dalam konteks kemasjidan berarti proses kepengurusan, pengelolaan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pembibingan, pembinaan, penyelenggaraan dan penanganan. Dengan demikian manajemen masjid pada prinsipnya adalah sebuah proses dan kegiatan pengelolaan masjid agar lebih tertib untuk mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Dalam manajemen masjid tidak bisa dilepaskan dari beberapa fungsi manajemen diantaranya : perencanaan, pengembilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, motivasi dan pengawasan.

Organisasi masjid adalah sebuah badan yang terdiri dari para pengurus masjid yang mengelola dan mengurus masjid. Organisasi masjid sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sosial masyarakat.

Untuk mewujudkan organisasi masjid yang baiktentu saja harus didukung oleh : 1) pengurus yang terampil. 2). Tenaga manusia. 3). Modal atau dana yang cukup. 4). Alat dan sarana penunjang. 5). Sikap mental para anggotanya. Karenanya keorganisasian ini harus ditata dengan baik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masjid yang bersangkutan.

Adapun struktur organisasi masjid minimal ada ketua dan wakil ketua, imam masjid, sekretaris, bendahara, ketua bagian peribadatan (terdiri dari divisi ibadah, divisi pengajian dan divisi perpustakaan) ketua bagian umum (terdiri dari divisi organisasi, divisi bangunan, divisi sosial dan bagian kesehatan) dan ketua bagian pendidikan (terdiri dari divisi kepemudaan, divisi keterampilan dan divisi kewanitaan).

Dalam Islam, masjid merupakan bangunan yang sangat penting, karena disamping merupakan tempat ibadah (shalat) ia juga dipandang sebagai tempat menggerakkan aktivitas umat Islam. Dengan berbagai aktivitas inilah masjid kemudian menjadi pusat pengembangan umat Islam. Karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan atau dicanangkan pengurus masjid hendaknya memenuhi kebutuhan riil umat.

Perkembangan teknologi informasi yang kini melaju sangat pesat mengharuskan semua komponen umat harus mengfusingkan masjid sebagai pusat pengembangan intelektual umat dan memperkuat ukhuwah Islamiyah (islamic brotherhood).

Salah satu tujuan utama program pengembangan intelektual ialah untuk menciptakan umat Islam memiliki pemikiran yang cerdas, sadar akan warisan peradaban Islam, serta mampu menyediakan informasi yang penting bagi jamaah masjid terkait dengan dunia Islam dan kondisinya kini.

Pengurus masjid harus mampu memberikan berbagai pencerahan terhadap umat Islam akan pentingnya pemahaman yang benar terhadap Islam, tantangan-tantangan umat kini dan pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam.

Dengan demikian masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat semata, melainkan sebagai pusat pemberdayaan umat baik dari intelektualnya maupun ekonominya. Intinya bagaimana masjid menjadi pusat peradaban umat Islam, jikapun peradaban Islam kini telah hilang, maka dari masjidlah peradaban Islam itu bisa dikembalikan dan diperjuangkan lagi.

Dengan tulisan yang sederhana ini semoga kita sebagai bagian dari umat Islam yang memiliki tanggungjawab untuk memakmurkan masjid mampu memperbaiki dan meningkatkan fungsi masjid sesuai dengan teladan Rasulullah SAW.

Disinilah pentingnya upaya reposisi masjid agar berfungsi secara optimal bagi peningkatan kualitas umat Islam pada umumnya, terutama di saat terjadi wabah coronavirus ini. Kerjasama atau kerja jamaah antar semua komponen umat Islam serta pemerintah akan mempercepat solusi penanganan coronavirus ini. Semoga masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta seluruh masjid di dunia kembali bisa dibuka untuk ibadah dan persatuan umat ISlam sedunia, juga untuk menyelamatkan bumi ini. aamiin.

(AhmadSastra,KotaHujan,11/04/20 : 11.15 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.