PELAJARAN DARI KOALISI JAHAT FIR’AUN, QARUN, HAMAN DAN BAL’AM



Oleh : Ahmad Sastra

Fir’aun sebagai pemimpin politik militer pada zamannya tidaklah berdiri sendiri. Untuk menopang kekuasaannya, penguasa yang tercatat hitam dalam sejarah Al Qur’an ini berkoalisi dengan Qarun yang menguasai sektor ekonomi. Fir’aun juga didukung oleh seorang teknokrat handal bernama Haman. Selain sebagai penasehat, berbagai urusan pemerintahan fir’aun diurus oleh Haman ini. Bahkan fir’aunpun berkoalisi dengan elit spiritual bernama bal’an agar kekuasaannya tetap bertahan.

Haman adalah seorang Menteri sekaligus penasihat fir'aun, bahkan pelaksana proyek pembangunan menara yang digunakan fir'aun untuk melihat ‘Tuhan Musa’. Nama haman dalam Al-Qur'an pernah diperdebatkan oleh sebagian orientalis, namun, perdebatan itu menemui titik terang setelah ditemukannya prasasti Batu Rosetta tahun 1799 dan tersingkapnya nama haman yang menggambarkan hubungannya dengan Fir'aun.

Haman disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 6 kali. Dalam kerajaan fir'aun, haman menempati beberapa posisi penting kerajaan sebagai mentri, penasehat raja dan sebagai pelaksana proyek pembangunan menara. Pembuatan proyek menara untuk melihat ‘Tuhan Musa’ itu membutuhkan 50.000 pekerja dan belum termasuk tukang untuk membuat kuil-kuil.

Setelah pembangunan menara selesai, fir'aun menembakkan panah dari puncak menara untuk mengalahkan Tuhan Musa. Fir'aun berbohong kepada Musa bahwa Tuhannya telah mati dengan menunjukkan anak panahnya yang kembali telah berlumuran darah. Karena kesombongan atas infrastruktur yang dibangunnya, menara itu kemudian dirobohkan oleh Jibril menjadi tiga bagian yang menewaskan hampir seluruh pekerja.

Tidak hanya sebatas soal urusan infrastruktur, haman jugalah yang membisiki fir'aun untuk menolak misi dakwah Islam yang dibawa nabi Musa. Musa adalah seorang nabi yang membawa agama Allah dan mengajak fir’aun agar kembali ke jalan yang lurus, namun oleh haman dibisiki agar ditolak dengan berbagai fitnah dan framing jahat.

Mendapat dukungan dan pengakuan haman, maka fira’un semakin zolim dan membabi buta. Dia lalu mengumumkan, setiap orang yang menyelisihi dan tidak menyembahnya akan mendapat hukuman mati. Sebagaimana Nabi Musa yang mengkritisi dan mendakwahinya juga dipersekusi dan dikriminalisasi. Demi menjaga eksistensi firaun sebagai ‘tuhan’, haman kembali mengusulkan ke firaun agar menodai wanita dan membunuh pria yang mengikuti ajaran Islam yang dibawaMusa. Secara otomatis, Bani Israil pun merasa terteror.

Mungkin karena perannya yang sentral dan strategis bagi kekuasaan zolim fir’aun, maka nama haman diabadikan oleh Allah dalam Al Quran dan tertulis dalam enam ayat. Haman adalah seorang pembesar teknokrat yang bersekutu dengan fir’aun, menjadi budak politik fir’aun. Masing-masing terdapat pada Al Qashash (28) ayat 6, 8, dan 38; surah Al-Ankabut (29) ayat 39; dan surah Al Mu'min (40) ayat 24 dan 36.

"Dan, berkata Firaun, 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, yaitu pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta'." (Al Mu'min: 36-37).

"Dan, berkata Firaun, 'Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka, bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Dan, sesungguhnya, aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta'." (QS Al Qashash: 38).

Dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Fir‘aun dan Haman bersama bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka. Maka dia dipungut oleh keluarga Fir‘aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sungguh, Fir‘aun dan Haman bersama bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS Al Qashash : 6 dan 8).

Dan (juga) qarun, fir‘aun dan haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput (dari azab Allah). (QS Al Ankabut : 39).

Penyokong kekuasaan zolim fir’aun lainnya adalah Qarun. Qarun termasuk salah seorang sepupu Musa, berasal dari Bani Israel. Qarun disebut dalam Al-Quran sebanyak empat kali, dua kali di surah Al-Qashash, satu kali di surah Al-Ankabut dan satu kali di surah Al-Mu’min.

Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi, Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Qarun adalah gambaran sosok kapitalis rakus dan konglomerat jahat yang hidupnya hanya untuk menumpuk-numpuk harta, bahkan dari jalan yang haram sekalipun. Qarun sering mengambil harta dari Bani Israel dan dia memiliki ribuan gudang harta melimpah ruah, penuh berisikan emas dan perak. Begitu kayanya Qarun, sehingga kunci-kunci harta bendanya harus dipikul oleh beberapa orang yang kekar, terlalu berat untuk dibawa oleh satu orang.

Dikisahkan dalam khasanah Islam, Qarun ingkar dan kufur nikmat yang pada akhirnya mendatangkan azab oleh Allah. Oleh Allah, jasad Qarun tertimbun beserta harta bendanya ke dalam tanah dalam waktu semalam. Tempat Qarun ditenggelamkan bersama dengan harta dan pengikutnya telah menjadi danau yang dikenal sebagai Danau Qarun atau dalam bahasa Arab Bahirah Qarun. Yang tersisa hanya puing-puing istana Qarun yang teletak di daerah Al Fayyum, Mesir.

Selain dari kalangan teknokrat dan kapitalis, tak tanggung-tanggung, kekuasaan fir’aun juga disokong oleh kalangan elit spiritual. Suatu ketika pada zaman Nabi Musa terdapat seorang ahli hikmah yang bernama bal’am. Al kitab menyebutnya sebagai bileam bin beor. Para ahli tafsir Al Qur’an menyebutnya bal’am bin ba’ura atau ba’ur.

Bal'am merupakan ahli hikmah dan spiritual yang terpaksa mencegah Nabi Musa datang ke kotanya atas perintah sang raja. Di dalam Alquran sendiri tidak ada ayat yang menyebutkan nama Bal'am. Tapi, ada satu ayat yang menurut banyak pakar tafsir ditujukan pada Bal’am.

Allah SWT berfirman, “Dan bacakanlah (wahai Muhammad), kepada mereka berita orang yang telah Aku berikan kepadanya ayat-ayat-Ku, kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al-A’raaf: 175).

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholhah, bahwa Bal’am adalah orang Bani Kanaan yang tinggal di kota tempat tinggal orang-orang gagah perkasa yang hendak diperangi Nabi Musa. Sementara menurut Muqatil, Bal’am adalah penduduk Kota Balqa yang sekarang menjadi provinsi di Yordania.

Seperti dilansir dari website Pondok Pesantren Lirboyo, Bal-am adalah orang alim yang menyimpan rahasia al-ismul-a’zhom (nama keagungan Allah SWT yang hanya diketahui orang-orang tertentu). Kisahnya sendiri memiliki banyak versi. Jangankan versi Alkitab, para ahli tafsir Quran saja memiliki versi cerita yang berbeda-beda.

Kisahnya bermula saat Nabi Musa AS beserta Bani Israil yang hendak pergi menuju Syam sudah mendekati dataran Kanaan. Raja Balqa merasa terancam dengan kehadiran pasukan Nabi Musa. Ia pun segera memanggil Bal’am. Raja Balqa meminta Bal'am berdoa kepada Allah, “Berdoalah kepada Allah untuk menjatuhkan keburukan atas Musa.”

“Musa adalah orang yang seagama denganku. Aku tak mungkin berdoa untuk mencelakainya,” ujar Bal’am menolak. Raja tersinggung dengan penolakan Bal’am. Ia berencana memberi Bal’am hukuman gantung. Hanya karena melihat sang raja menyiapkan salib untuk menggantungnya, Bal’am sudah paham maksud sang raja. Bal'am takut dihukum gantung. Lalu ia segera menaiki keledainya dan pergi menuju tempat kemah Bani Israil.

Sesampainya di tempat yang cukup dekat untuk bisa melihat Bani Israil, keledai yang ditungganginya malah menderum dan enggan melanjutkan perjalanan. Bal’am marah dan memukulinya. “Kenapa kau pukul aku? Aku diperintahkan untuk berhenti di sini. Di depanku ada kobaran api yang menghadang,” atas izin Allah keledai itu mampu berbicara seperti manusia.

Bal’am kembali menghadap raja. Ia melaporkan perihal keledainya yang tiba-tiba tak terkendali dan bisa berbicara. Sayangnya raja tak mau tahu. Masa bodoh, pikirnya. “Kutuk saja Musa, nanti kugantung dia,” katanya.

Akhirnya Bal’am mau mengikuti kemauan raja. Ia berdoa kepada Allah agar Nabi Musa tidak bisa memasuki Kota Balqa. Tidak tanggung-tanggung, agar lebih ampuh, Bal’am menyebutkan al-ismul-a’zhom dalam doanya.

Dampaknya Bani Israil tidak lagi berteguh hati percaya kepada Allah. Ketika muncul propaganda bahwa tanah Kanaan dikuasai oleh 'raksasa-raksasa', mereka menolak untuk pergi ke sana dan memberontak dan menentang ajaran dan perintah Allah.

Oleh Iman al Ghazali ulama yang berdiri mengetuk pintu kekuasaan demi materi dunia termasuk ulama su’. Terlebih jika ilmu agamanya digunakan untuk melegitimasi rezim zolim hanya karena takut atau orientasi duniawi. Dia rela membuat fatwa-fatwa yang diinginkan penguasa, meskipun bertentangan dengan perintah dan larangan Allah.

Maka, sempurnalah kekuasaan fir’aun ditopang oleh para budak politik, ekonomi dan spiritual yakni qorun, haman dan bal’am. Keempat manusia itu adalah gambaran koalisi kejahatan yang merusak peradaban manusia pada zamannya. Bukan hanya kezoliman yang dimurkai Allah, bahkan fir’aun mengaku dirinya tuhan seraya menolak ajakan dakwah nabi Musa.

Namun, pada akhir cerita, peradaban kerajaan fir’aun runtuh karena bencana alam, yakni ditelah gelombang laut yang telah dikehendaki oleh Allah sebagai balasan atas kezoliman dan kesombongannya. Sebelumnya, kerajaan fir’aun juga diserang oleh wabah jutaan kodok yang meliputi seluruh sudut kerajaan fir’aun. Hal ini juga sama dengan wabah nyamuk yang merobohkan peradaban namrud pada zaman nabi Ibrahim. Dengan demikian peradaban bisa runtuh salah satunya disebabkan oleh bencana alam maupun non alam.

Hal ini sejalan dengan teori Ibnu Khaldun, seorang sosiolog muslim terkait faktor yang menyebabkan runtuhnya sebuah peradaban. Baginya ada lima sebab yang menjadikan sebuah peradaban bisa runtuh. Pertama, ketidakadilan, dimana jarak antara si miskin dan si kaya terlalu lebar. Kedua, merajalela penindasan dari kelompok kuat kepada kelompok lemah. Ketiga, runtuhnya moralitas para pemimpin negara. Keempat, pemimpin yang bersifat tertutup, tidak mau dikritik dan diberi nasehat. Dan kelima ketika terjadi bencana besar (alam dan non alam).

Fenomena sejarah peradaban itu selalu berulang di setiap waktu sejak dulu hingga akhir zaman nanti. …….dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim (QS Ali Imran : 140)

(AhmadSastra,KotaHujan,08/04/20 : 08.00 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.