MENIMBANG HIKMAH DI BALIK MUSIBAH CORONA
Kamis, Maret 19, 2020
0
Oleh : Ahmad Sastra
Hidup adalah sebuah perjalanan dan perjuangan. Setiap perjalanan, makin jauh, maka akan semakin mendapat ujian dan tatangan. Makin jauh perjalanan, setidaknya makin lelah fisik dan tenaga. Setiap perjalanan akan berdampingan dengan perjuangan untuk menundukkan ujian dan cobaan agar kaki tetap melangkah hingga ujung tujuan.
Selama hidup di dunia, maka siapapun tidak akan pernah luput dan sepi dari ujian, cobaan dan musibah. Makin tinggi iman seorang muslim, maka akan makin berat juga ujian yang mesti dihadapi. Itulah mengapa para Nabi dan Rasul adalah mereka yang mendapat ujian berat dalam setiap langkah perjalanan hidupnya.
Namun demikian, dibalik setiap kesulitan hidup Allah telah menjanjikan kemudahan. Allahpun tidak akan menguji hambaNya diluar kemampuan manusia. Ujian dan cobaan dihadirkan Allah untuk manusia agar manusia menyadari betapa kecilnya manusia dibawah kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah. Bagi mukmin, kesabaran dan optimisme adalah kunci menghadapi berbagai ujian hidup.
Imam Syafei pernah mengatakan “ Biarkan hari-hari berbuat semaunya. Dan buatlah hati ini rela ketika takdir ini tiba. Jangan gelisah dengan kelamnya malam. Karena peristiwa dunia ini tidak ada yang abadi”.
Mengapa dalam hidup harus ada kesulitan ?. Agar kemudahan menjadi punya nilai dan makna. Mengapa dalam hidup harus ada kesulitan ?. Agar kemudahan menantang untuk di cari dan akhirnya dinikmati.
Ujian dan cobaan hidup adalah madrasah kehidupan bagi orang-orang yang beriman. Rasulullah dan para sahabat adalah contoh orang-orang yang telah lulus dari madrasah cobaan dan kesulitan hidup dan mendapatkan predikat orang-orang mulia dari Allah SWT. Kesabaran menerima cobaan hidup dalam menegakkan kebenaran agama telah mengantarkan mereka menjadi orang-orang yang dimuliakan Allah.
Guru pertama yang pantas kita jadikan contoh dalam hal kesabaran menghadapi cobaan perjuangan adalah Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah pernah bersabda : Aku sering disakiti di jalan Allah dan tidak ada seorangpun yang pernah disakiti seperti diriku (HR At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Kelulusan Rasulullah dan para sahabat dari madrasah cobaan telah mengantarkan mereka menjadi imam agama sebagaimana firman Allah : Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. (QS AS Sajdah : 155).
Merebaknya wabah coronavirus yang kini sampai pada level epidemik adalah sebuah ujian, terlepas apakah virus itu dibuat oleh manusia-manusia jahat dengan tujuan tertentu atau semata-mata karena kehendak Allah. Faktanya adalah bahwa wabah itu kini hadir dalam kehidupan kita, keluarga dan bahkan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia.
Secara empiris, wabah coronavirus adalah sebuah masalah dan kesulitan. Sebab hadirnya wabah ini terbukti menjadi masalah dalam hal kehidupan sosial. Berbagai fasilitas publik kini tak lagi beroperasi dalam jangka waktu tertentu. Berbagai aktifitas sosial mengalami semacam kesulitan. Penerapan social distancing dan lockdown bahkan berdampak kepada psikologi sosial yang tidak ringan.
Masalah dan kesulitan yang dialami setiap orang mengandung makna yang beragam. Merebaknya corona atau bencana alam seperti gunung meletus, banjir dan gempa bumi selalu membawa makna dan hikmah. Diri kitalah yang mampu menentukan makna di balik setiap kesulitan yang kita hadapi. Setidaknya ada lima makna dan hikmah dibalik kesulitan, diantaranya adalah :
Pertama, ujian akan meninggikan derajat dan menghapus dosa. Masalah itu bisa beragam bentuk dan macamnya. Ada kalanya berupa kematian, sakit, miskin, kegagalan, ketakutan, kelaparan, kekecewaan, dan sebagainya. Kesemuanya bisa berfungsi sebagai penebus dosa bagi orang beriman.
Tentunya untuk mendapatkan penebusan dosa itu harus menyertakan kesabaran dalam menghadapinya. Tidak ada manusia yang tidak berdosa. Sangat banyak kesalahan yang sering manusia lakukan. Dengan hadirnya musibah dan dihadapi dengan sabar, maka berguguranlah dosa kita.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah : 155)
Kita sangat butuh ampunan dari Allah. Dan kita khawatir akan datangnya hari pembalasan. Apalah jadinya jika kebaikan kita ditimbang dengan kejahatan yang kita lakukan. Kita masih sangat cemas jangan-jangan amal jahat kita lebih banyak di banding amal baik kita. Mungkin kita merasa telah beramal kebaikan yang banyak di dunia. Namun siapa yang menjamin amal kita diterima Allah.
Menghadapi cobaan, masalah dan kesulitan dengan penuh kerelaan dan kesabaran serta kesungguhan untuk mencari jalan keluar akan menebus dosa bagi orang beriman. Dalam sebuah hadits nabi Muhammad dikatakan bahwa “ tidaklah seorang beriman ditimpa kesedihan, nestapa, bencana, derita, penyakit, hingga duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah dengannya akan mengampuni kesalahan-kesalahannya”.
Kedua, kesulitan sebagai penyaring mutu diri. Untuk mendapatkan emas yang murni harus dibakar dengan panas yang tinggi. Untuk mendapatkan baja juga harus dilebur dulu dalam bara api yang sangat panas. Untuk mendapatkan sebuah permata, seekor kerang harus mengerang menahan sakit.
Mereka yang masih duduk di bangku sekolah, kesulitan ujian adalah merupakan bagian dari penyaring mutu diri. Mereka yang sudah bekerja, juga perlu disaring dengan diberikan tugas-tugas sulit agar mudah dilihat siapa yang capable dan siapa yang tidak layak. Hanya manusia-manusia pilihan saja yang dapat bertahan hingga garis finish.
Wabah coronavirus yang kini menyerang dan mengancam keselamatan seluruh manusia di dunia adalah penyaring bagi manusia-manusia yang yakin akan segala kehendak dan keputusan Allah. Musibah juga menyaring sesiapa yang rela taat atas perintah Allah, tidak malah sombong atau menyepelekan.
Ibarat wanita yang sedang haid, lantas dia tetap melaksanakan sholat dengan alasan tetap ingin mendekat kepada Allah dan tak peduli dengan kondisi dirinya. Hal ini justru sebuah kesalahan dalam pandangan Islam. Meninggalkan sholat saat haid bagi wanita justru merupakan bentuk ketaatan atas perintan dan larangan Allah.
Ketika Rasulullah dan para sahabatnya mengajurkan agar umatnya menjauhi tempat dimana wabah bersumber, maka saat kita menjauh, itulah bentuk ketaatan kita kepada Rasulullah. Sebaliknya, jika tetap mendatangi sumber wabah dengan sombong bahwa dirinya tak akan kena wabah selama Allah tidak menghendaki, maka justru itu perbuatan melawan perintah Allah dan RasulNya.
Jika telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya namun kita tetap masih terkena musibah, maka bersabarlah. Ibarat para sahabat yang telah bersungguh-sungguh menyiapkan peperangan agak mendapai kemenangan, namun justru gugur di medan perang, maka statusnya adalah syahid fi sabilillah.
Demikian juga halnya di akherat kelak. Allah akan menyaring hambaNya. Tidak akan dibiarkan orang mengaku beriman begitu saja. Keimanan bukan hanya pengakuan lisan yang biasa berbohong. Perlu disaring agar bersih dari kekufuran dan kemunafikan yang tersembunyi. “ Apakah manusia menyangka akan dibiarkan berkata kami beriman, padahal mereka belum diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelummu”. (Qs. Al Ankabut : 2).
Ketiga, kesulitan sebagai siklus kehidupan. Alam ini bergerak sesuai dengan sunatullah. Seluruh alam ini tunduk kepada aturan Allah. Bumi akan terus berputar pada garis edarnya. Daun dari tunas, tumbuh hijau sejuk dipandang hingga menguning dan kering akhirnya rontok ke bumi.
Kesulitan merupakan siklus kehidupan yang pasti akan terjadi. Hanya giliran saja yang menanti. Kalau hari ini ada kesulitan berarti memang hari-hari yang lalu sudah kita lalui dengan kenikmatan. Jika hari ini ada kenikmatan, maka hari-hari yang lalu telah kita rasakan kesusahan. Berakit-rakit dahulu, berenang kemudian, artinya bersakit-sakit dahulu baru bersenang kemudian.
Nabi Ayyub mencoba menengok penyakit yang dialaminya dari sisi siklus kehidupan. Dari situ beliau mendorongnya hingga memunculkan kesabaran. Ketika istrinya mendesaknya agar berdoa memohon kepada Allah agar disembuhkan, beliau berkata, “ Aku malu kepada Allah, karena sebelum ini aku telah menikmati kesehatan lebih lama dari masa-masa sakit ”. Roda kehidupan akan terus berputar dan bergilir. Allah berfirman“ dan hari-hari itu Kami pergulirkan di antara manusia”.
Keempat, kesulitan sebagai isyarat akan datangnya kemenangan. Hidup adalah berjuang. Berjuang dalam pengertian yang luas. Seorang suami harus berjuang menunaikan kewajibannya. Seorang pemimpin berjuang menjaga amanah dan menerapkan hukum Allah.
Seorang istri berjuang mendidik anak dan menjaga harta suami, seorang guru berjuang membentuk kepribadian Islam murid-muridnya, seorang pengemban dakwah berjuang menyadarkan umat untuk menegakkan syariah, seorang buruh atau siapapun yang menjalani hidup di dunia harus tahu bahwa hidup ini adalah medan perjuangan.
Perjuangan membutuhkan pengorbanan. Tanpa pengorbanan tidak akan diraih kemenangan. Kesulitan akan banyak menyita waktu, tenaga, potensi dan biaya untuk menyelesaikannya. Ini adalah bagian dari pengorbanan.
Perjuangan hidup apapun bentuknya akan melalui fase-fase tertentu hingga berlabuh di pantai kemenangan. Diantara fase itu adalah fase fitnah, cobaan dan kesulitan serta berbagai masalah yang menderanya. Dan ini adalah fase terakhir sebelum memasuki gerbang kejayaan dan kemenangan.
Memang hidup adalah perjuangan. Dimanapun kaki menginjak disitulah perjuangan harus dimulai. Jangan pernah berhenti berjuang. Jangan pernah berhenti berjuang hanya karena kaki ini berdarah tersandung batu cobaan. Imam Ahmad bin Hambal ditanya putranya Abdullah,” Wahai ayah kapan engkau istirahat?”. Beliau menjawab,” Ketika sebelah kaki ini sudah menginjak syurga”.
Bagi seorang muslim istirahat adalah perpindahan aktivitas yang baik. Menganggur akan membunuhnya. Sebab jika menganggur sejenak saja, maka kita akan terjebak pada lamunan dan khayalan. Lamunan dan hayalan inilah yang akan dijadikan lahan yang basah bagi syetan untuk menjerumuskan kita pada perbuatan-perbuatan buruk.
Rasulullah sendiri pernah mengingatkan umatnya untuk mewaspadai dua hal : menganggur dan waktu kosong. Keduanya bisa menjerumuskan kepada keburukan. Karenanya tak ada istilah menganggur bagi orang yang ingin sukses. Optimalkan waktu setiap saat dengan mengisi kegiatan yang positif, konstruktif, produktif dan kontributif.
Secara pribadi disaat kita berjuang dengan penuh kesabaran menghadapi berbagai musibah seperti wabah coronavirus dengan terus menempuh hukum kausalitas, maka aka nada suatu waktu kemenangan itu tiba. Kita bisa terlepas dari infeksi virus ganas ini atas izin dan kehendak Allah. Jikapun kita harus mendapati musibah hingga tiba kematian, sebagaimana pera sahabat Nabi yang pernah kena wabah, maka semoga matinya kita husnul khotimah dan tergolong syahid.
Kelima, bukti kebenaran ajaran Islam. Coronavirus berawal dari kota Wuhan di China karena diduga berasal dari kebiasaan masyarakat makan kelelawar. Kebiasaan makanan yang diharamkan Allah seperti kodok, tikus, dan kelelawar telah memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dari kelelawar inilah coronavirus bersarang dan menular kepada manusia. Setelah ada penderita, maka coronavirus menular dari manusia ke manusia.
Inilah hikmah kebenaran syariat Islam yang melarang makan makanan yang diharamkan oleh Allah. Setiap yang haram pasti akan memberikan mudharat dan yang halal akan memberikan berkah. Pola hidup seorang muslim yang senantiasa menjaga kebersihan dengan berwudhu tiap kali mau sholat juga merupakan salah satu cara mencegah wabah corona. Pola hidup muslim ini kini menjadi inspirasi bagi umat yang lain.
Coronavirus ini bisa jadi akan menumbuhkan gelombang kesadaran bagi kebenaran dan keindahan ajaran Islam. Jika suatu negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, maka meski ada wabah penyakit, solusinya akan tepat dan segara dapat diselesaikan. Dengan syariat Islam, wabah penyakit tidak akan bisa bertahan lama.
Coronavirus bisa menjadi semacam daya ungkit kesadaran umat Islam seluruh dunia akan pentingnya penerapan Islam secara kaffah. Coronavirus juga bisa menyadarkan betapa kebutuhan akan persatuan umat dibawah satu kepemimpinan sangat mendesak. Jangan sampai gara-gara coronavirus, umat Islam terpecah dan terbelah dengan berbagai pendapat. Idealnya, umat Islam satu suara soal sikap mengahadapi musibah ini.
Keenam, kesulitan adalah harga surga. Surga itu mahal. Kata-kata itu diulang oleh Nabi hingga tiga kali, karena keindahan dan kenikmatannya belum pernah dirasakan dan terdetikpun di dalam hati. Tidak mungkin seorang yang masuk surga tanpa ditebus dengan perjuangan, pengorbanan, ujian, musibah, cobaan dan kesabaran.
“Apakah kalian mengira akan masuk surga padahal kalian belum merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang sebelum kalian. Dulu mereka ditimpa kemiskinan, peperangan dan digoncang. Hingga Rasul dan orang-orang yang bersamanya berkata,’ kapankah pertolongan Allah tiba’. Ingatlah pertolongan Allah itu dekat “. (QS Al Baqarah : 214).
Surga itu tidak mudah untuk diraih. Cobaan akan terus bergulir. Agar benar-benar melahirkan hamba beriman. Sebab syurga tidak akan pernah dimasuki mereka yang kotor. Kesulitan akan membersihkan noda-noda dosa. Untuk itu kita mesti pandai menerka makna setiap masalah dan kesulitan yang menghampiri dalam hidup kita. Kita perlu menimbang harga kesulitan secara jernih, agar kita menjadi orang beruntung setelah melalui berbagai masalah dan kesulitan.
Para Nabi dan Rasul sekalipun telah dijamin masuk surga oleh Allah, namun bukan lantas hidupnya tanpa mengahadapi masalah. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang sepanjang hidupnya diiringi dengan berbagai masalah besar. Mereka adalah sosok yang tidak pernah sepi dari berbagai problem keumatan. Deraan masalah yang bertubi-tubi menghantam mereka dari berbagai sisi tidak membuat mereka mundur sejengkalpun.
Kebesaran dan keikhlasan jiwanya telah membawa mereka menjadi pribadi mukmin dengan terus menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah untuk meraih kemuliaan Islam dan tentu saja dirinya. Hidup mereka telah mereka wakafkan dan mereka jual kepada Allah. Mereka memang layak mendapat syurga. Pertanyaannya, bagaimana dengan kita ?
Dengan demikian pribadi mukmin adalah pribadi yang senantiasa memandang berbagai kesulitan hidup dengan cara pandang iman dan keyakinan akan pertolongan Allah yang maha besar. Pribadi mukmin adalah pribadi pejuang demi kebaikan agama dan umat . Mereka berbuat bukan untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kebaikan umat semata-mata untuk meraih ridha Allah SWT.
Kebahagiaan bagi mereka adalah keberhasilannya membahagiakan saudara-saudaranya seiman dan seaqidah. Rasulullah adalah pribadi teladan yang sempurna, selayaknya kita berusaha optimal untuk mengikutinya, sebagai bukti cinta kepada beliau. Sebab kita akan dipersatukan kelak di akherat bersama orang-orang yang kita cintai karena Allah.
Akhirnya, kesulitan hidup sebagai ujian dari Allah mestinya menyadarkan kita untuk mampu menyikapinya sesuai dengan syara’, agar ujian memiliki makna positif bagi kualitas keimanan kita. Kualitas keimanan yang mendatangkan kelayakan mendapat cinta dan ridha Allah. Kualitas keimanan yang berujung pada kelayakan diri kita untuk menjadi penghuni surganya Allah SWT. Wallahua’lam Bishawab.
(AhmadSastra,KotaHujan,19/03/20 :09.00 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags