KAPAN MANUSIA BERFIKIR ?



Oleh : Ahmad Sastra

Salah satu ciri khusus manusia adalah kemampuan berfikir. Kemampaun berfikir pada manusia menjadi kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya. Kemampuan berfikir ini disebabkan manusia memiliki potensi esensi yang bernama akal. Sebelum mendefiniskan tentang pemikiran, maka harus dimulai dari mendefinisikan akal, berfikir dan metode berfikir.

Dalam pandangan Syeikh Taqiudin An Nabhani, seorang ulama sekaligus ideolog mengemukakan bahwa berfikir itu ada tiga tingkatan : pertama, berfikir dangkal yakni melihat alam semesta dengan berbagai gejalanya sebatas fenomena alam yang berdiri sendiri. Pekiran dangkal hanya melihat sebatas empirisme dan inderawi. Obyek yang diindera dilihat sebagai material belaka.

Ideologi materialisme komunis sosialis melihat alam semesta dalam pandangan dangkal ini. Hasilnya kaum sosialis materialis gejala perubahan alam semesta adalah gejala alamiah melalui mekanisme evolusi yakni perkembangan dan perubahan alam dalam jangka waktu yang lama tanpa ada skenario kekuatan yang lain. Itulah mengapa kaum sosialis menamakan dirinya sebagai ateis, yakni tidak mempercayai eksistensi Tuhan yang maha mencipta. Jika dikaji lebih mendalam ilmu-ilmu sosiologi, antropologi, biologi, dan sejenisnya merupakan derivasi dari pemahaman sosialis komunis ini.

Sosiologi, antropologi dan biologi jika tidak dikaitkan dengan relasi dan relevansi eksistensi Tuhan, maka ilmu-ilmu itu berasal dari paradigma materialisme, ateisme, sosialisme dan komunisme. Pertanyaannya adalah apakah ilmu-ilmu tadi telah diajarkan di sekolah-sekolah dalam paradigma Islam atau masih murni ateis, padahal murid-muridnya adalah muslim. Apakah pengajaran ilmu-ilmu sosial dan saintifik telah memberikan dampak positif bagi peningkatan keimanan dan ketaqwaan sang siswa atau malah sebaliknya.

Yang penulis tahu para guru di sekolah tak banyak memiliki kesadaran bahwa mereka telah mengarahkan murid-muridnya untuk menjadi seorang komunis dan sosialis ketika mengajarkan ilmu sosial dan ilmu saintifik lainnya. Jika ada ilmuwan muslim kemudian melakukan gerakan islamisasi sains, maka gerakan ini bisa lebih dimengerti dibandingkan muslim yang justru menolak islamisasi sains. Islamisasi sains setidaknya tumbuh karena ada sebuah kesadaran yang mendalam, lepas dari berbagai teori islamsaisi sains yang kadang juga saling bertentangan.

Namun jika ilmuwan muslim menolak islamisasi sains ada dua kemungkinan faktornya, dia tidak memiliki kesadaran dan orientasi mendalam tentang konsekuensi kemuslimannya atau kemungkinan kedua ilmuwan itu telah sengaja dan terjebak dalam kubangan liberalisme dan atheisnya dengan mendeklarasikan ilusi intelektualnya bahwa ilmu itu bebas nilai. Ilmuwan muslim yang mendeklarasikan idiom ilmu bebas nilai layak dipertanyakan kelayakannya.

Kedua berfikir mendalam yakni berfikir bukan sekedar empirisme dari apa yang terindera, melainkan memikirkan juga hakekat dibalik realitas yang ada. Dari cara berfikir inilah lahirnya ilmu filsafat bisa ditelusuri jejaknya. Karena itu berfikir filsafat bisa dikatakan berfikir yang mendalam. Berfilsafat berarti mencari kebenaran dan hekekat dibalik realitas yang empirik atau inderawi. Tentu saja berfikir mendalam ini instrumen utamanya adalah akal manusia yang nota bene sangat terbatas. Pertanyaannya adalah apakah dengan berfikir filsafat akan mendapatkan hakekat kebenaran, tentu tidak bisa sama sekali.

Filsafat tidak akan pernah membawa manusia pada tujuan hakiki dari adanya realitas ini. Apa buktinya ? Buktinya kebanyakan para filosof yang menjadi penggagas filsafat adalah orang-orang atheis juga. Filsafat secara genetis bukan saja atheisme, melainkan memiliki misi untuk mendekontruksi wahyu. Filsafat itu anti-agama. Bagaimana jika ada gerakan ilmuwan muslim yang kemudian menggagas idiom filsafat Islam ? Tepatnya apakah ada ilmu yang bernama filsafat Islam itu ? Istilah filsafat Islam adalah soal interpretasi epistemologis belaka dan karenanya masih menimbulkan kerancuan (confius). Istilah ini dikaji lebih mendalam dalam sub bab lain.

Ketiga berfikir cemerlang yakni melakukan penginderaan terhadap semua relaitas alam semesta lantas mengkaitkan dengan kuasa ilahi Allah SWT sang pencipta. Pemikiran cemerlang adalah pemikiran yang benar dan akan meningkatkan keimanan seorang ilmuwan. Pemikiran cemerlang (al fikru al mustanir) selain akan menghasilkan hakekat kebenaran realitas juga akan menjadikan pemikirnya mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan. Pemikiran cemerlang akan memberikan pencerahan bagi manusia.

Islam telah meletakkan pondasi yang kokoh di bidang metode berfikir ini yang jelas bertentangan dengan metode berfikir ala filsafat yang justru akan menimbulkan berbagai kerusakan kehidupan manusia. Metode berfikir cara Islam akan melahirkan kebangkitan hakiki yakni terangnya kebenaran sebagai pondasi peradaban manusia yang mulia. Adapaun filsafat sebaliknya akan melahirkan keterpurukan karena pondasinya adalah kegelapan dan kerancuan.

Filsafat mendasarkan akal dan pengetahuan manusia sebagai basis kebenaran sedangkan Islam mendasarkan kebenaran wahyu sebagai landasan berfikir dan membangun peradaban manusia. Islam layak menjadi solusi bagi kehidupamn manusia di dunia, bukan filsafat dengan semua turunnnya seperti kapitalisme, sekulerisme, demokrasi, HAM, liberalisme, empirisme, rasionalisme, pragmatisme, feminisme, dan sejenisnya. Isme-isme itu lebih layak disebut sebagai ayat-ayat syetan dibandingkan metode berfikir.

Saat manusia beranjak baligh, salah satu tandanya mulai sempurna akal untuk melakukan tindakan berpikir. Semenjak itu pula mulai berpikir tentang keberadaan dirinya di dunia ini. Ia mulai berpikir tentang pertanyaan mendasar dan berusaha menemukan jawabannya. Apakah pertanyaan mendasar itu?, seringkali pertanyaan mendasar tersebut diistilahkan sebagai uqdatul kubro (masalah/simpul yang besar). Tiga pertanyaan mendasar itu adalah : Dari manakah asal manusia dan kehidupan ini? Kemana manusia dan kehidupan setelah ini? Dan untuk apa manusia dan kehidupan ini ada?

Bila pertanyaan ini terjawab maka seseorang akan memiliki landasan kehidupan sekaligus tuntunan dan tujuan hidupnya. Selanjutnya ia berjalan dalam kehidupannya, berpikir, berbuat, dan berinteraksi dengan landasan tersebut. Landasan kehidupan untuk sebagai tuntunan bertindak dan bersikap seseorang inilah yang disebut sebagai aqidah. Bagi seorang muslim tentu yang menjadi landasan berfikir dan bertindak adalah aqidah islamiyah yang bermuara pada tauhid kepada Allah SWT. Hakekat aqidah adalah keterikatan seseorang pada sebuah aturan yang diyakininya.

Ada suatu kaum menjawab tiga pertanyaan mendasar tadi (‘uqdatul qubra) dengan jawaban ‘ bahwa kehidupan dunia ini ada dengan sendirinya, manusia berasal dari tanah dan kelak akan kembali lagi menjadi tanah atau materi. Sehingga manusia hidup untuk mencari kebahagiaan materi selama ia hidup’, maka kaum ini akan hidup dengan aturan yang dibuatnya sendiri, standar baik-buruk sesuai kehendaknya sendiri, kaum ini akan berbudaya, berekonomi, berpolitik, berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kebahagiaan materi belaka. Dengan demikian bagi mereka ukuran kebahagiaan adalah tercapaianya kebutuhan materi alias materialisme. Aqidah Islam tentu bertentangan dengan aqidah materialisme.

Islam secara tegas menjawab uqdatul kubro bahwasanya dibalik alam dan kehidupan ini ada sang pencipta yaitu Allah swt yang menciptakan seluruh alam, dan memberi tugas kehidupan pada manusia serta kelak akan ada kehidupan setelah dunia ini, dimana Allah swt akan menghisab/meminta pertanggungjawaban atas seluruh perbuatan manusia selama di dunia.

Bahwasanya segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh panca indra sehingga dapat dipikirkan oleh manusia terbagi dalam tiga hal, yaitu manusia, kehidupan, dan alam semesta. Ketiga hal ini bersifat terbatas, lemah, dan saling membutuhkan satu sama lain. Ciri-ciri seperti ini menunjukkan sebagai makhluk, dan keberadaan makhluk ini tidak mungkin ada dengan sendirinya, pasti ada yang mengadakannya, membuatnya, atau menciptakan makhluk. Maka wajib adanya sang pencipta atau sang khalik yang menciptakan manusia, kehidupan, dan alam semesta.

Alkisah seorang arab badui tatkala ditanyakan perihal “Dengan apa engkau mengenal tuhanmu?” jawab arab badui “Kotoran unta menunjukkan adanya unta dan bekas tapak kaki menunjukkan pernah ada orang yang berjalan.” Oleh karena itu, ayat-ayat alquran banyak menerangkan dan mengajak manusia memperhatikan ciptaan Allah swt. Firman-Nya dalam surat al Jaatsiyat ayat 3-4:

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah untuk orang-orang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.” (QS. Al Jaatsiyat: 3-4)

Sesungguhnya bagi setiap manusia yang menggunakan akal, hanya dengan perantaraan wujud benda-benda yang dapat diinderanya, ia dapat memahami bahwa dibalik benda-benda itu terdapat pencipta yang telah menciptakannya. Dengan memahami bahwa semua benda-benda tadi yaitu manusia, kehidupan dan alam semesta bersifat terbatas, lemah, dan saling ketergantungan, maka semua hanyalah makhluk. Karenanya untuk membuktikan adanya khaliq yang Maha Pengatur, sebenarnya cukup hanya dengan mengamati segala sesuatu yang ada di alam semesta, kehidupan, dan di dalam diri manusia itu sendiri. Firman Allah swt

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dihamparkan” (QS. Al Ghasyiah: 17-20)

Maka terjawab dari mana asal manusia, kehidupan, dan alam semesta, yaitu semuanya sebagai makhluk, hamba yang diciptakan oleh Allah swt sebagai zat wajibulwujud.

Seorang muslim mengimani bahwa kehidupan di dunia akan musnah dan berakhir, kemudian berganti dengan kehidupan kedua di alam akhirat. Keyakinan ini merupakan bagian dari rukun iman, bukti-bukti keimanan adanya hari kiamat adalah dalil naqli (al quran dan hadist mutawatir) bukan dalil aqli. Sebab hari kiamat adalah sesuatu yang tidak terjangkau panca indera manusia. Tanpa ada berita tentang hari kiamat dari wahyu Allah swt, maka manusia tidak mengetahui apakah ada atau tidak hari kebangkitan sesudah kematian, serta bagaimana bentuk kehidupan sesudah kematian itu? Firman Allah swt:

“Orang-orang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak dibangkitkan. Katakanlah,”Tidak demikian, demi Tuhanku, kalian benar-benar pasti dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Hal demikian adalah mudah bagi Allah”. (QS. At Taghabun: 7)

Manusia selalu bertanya kapankah terjadinya hari kiamat. Sesungguhnya hanya Allah yang tahu dengan pasti dan tepat kapan terjadinya. Allah swt berfirman:

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, “Bilakah terjadinya? Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada sisi Rabbku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu ada di sisi Allah. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 187).

Pada hari perhitungan/hisab, segala amal perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Sejak Nabi Adam as hingga makhluk terakhir. Manusia yang jumlah dosanya lebih banyak daripada amal kebajikan, mereka pasti disiksa dalam neraka. Sedangkan jika amal kebaikan lebih banyak dari perbuatan buruk mendapat balasan kenikmatan syurga. Firman Allah swt :

“Dan setiap manusia itu telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan kami berikan kepadanya pada hari kiamat sebuah kitab (catatan amal perbuatan) yang dijumpainya terbuka: ‘Bacalah kitabmu. Maka cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab” (QS. Al Israa: 13-14) Maka pertanyaan ketiga pun terjawab, kemana manusia setelah kehidupan dunia? yaitu dunia dan alam semesta dimusnahkan pada hari kiamat dan dibangkitkan kembali pada hari kebangkitan yaitu hari akherat, hari penghisaban atas segala perbuatan manusia selama hidup di dunia. Manusia akan masuk neraka atau syurga Allah swt.

Oleh karena itu kita wajib beriman kepada kehidupan sebelum dunia, yaitu adanya Allah swt dan proses penciptaan makhluk-Nya. Serta beriman kepada kehidupan setelah dunia yaitu hari akhirat. Keterangan ini merupakan tali penghubung kehidupan dunia saat ini dengan kehidupan sebelumnya, juga menjadi tali penghubung kehidupan saat ini dengan kehidupan sesudah dunia. Karenanya manusia memiliki amanah menjalani kehidupan dunia saat ini terikat dengan peraturan Allah swt yaitu syariah Islam sehingga pada kehidupan akherat hari penghisaban amal perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Firman Allah swt : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al Hasyr: 7)

(AhmadSastra,2020)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.