Oleh : Ahmad Sastra
Indonesia dirundung duka, setelah musibah banjir mewarnai awal tahun 2020, tapatnya tanggal 01 Januari 2020, sehari setelahnya yakni tanggal 02 Januari, Indonesia kehilangan putra terbaiknya untuk selamanya. Kabar wafatnya salah satu ulama terbaik bangsa ini Prof. Dr. KH. Yunahar Ilyas, Lc, MAg pada pukul 23.47 WIB di RS. Sardjito Yogyakarta cukup cukup menyedihkan, sebab ulama adalah aset bangsa dan peradaban yang tak bisa tergantikan.
Bangsa ini telah kehilangan aset peradaban paling berharga. Tak mudah melahirkan kembali cendekiawan ulama seperti Prof. Yunahar Ilyas ini, jika tidak hendak dikatakan mustahil. Ulama adalah pencerah dalam kegelapan kehidupan, penjaga moral bangsa sekaligus pengawal visi religius berbangsa dan bernegara. Dalam arus politik sekuleristik, peran ulama dalam meluruskan arah bangsa sangat dibutuhkan.
Dalam perspektif Islam, ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi, termasuk di dalamnya Nabi Muhammad saw., tidak mewariskan harta, tetapi mewariskan ilmu yang bersumber dari wahyu. Siapa saja yang menguasai ilmu syar’i serta menghiasi keyakinan dan amal perbuatannya dengan ilmu tersebut layak disebut sebagai ulama pewaris para nabi.
Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar maupun dinar, tetapi mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil ilmu itu, ia mengambil bagian yang banyak (HR Abu Dawud).
Agama Islam bukan saja menghargai ilmu tetapi meletakkan ilmu dengan posisi yang sangat istimewa. Allah berfirman dalam banyak ayat al-Qur’an supaya kaum Muslimin memiliki ilmu. Keistimewaan tersebut tampak sekali dari banyaknya ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits yang memerintahkan supaya mendalami ilmu.
Allah berfirman : Apakah sama, orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran. (QS Az Zumar : 9). Allah mengangkat orang-orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat. (QS Al Mujaadilah : 11) dalam Surat Ali Imran Allah berfirman hendaklah kalian jadi generasi rabbani [orang yang sempurna ilmu dan taqwanya kepada Allah], karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Rasulullah saw juga bersabda: Barangsiapa melalui satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memasukkannya ke salah satu jalan di antara jalan-jalan surga, dan sesungguhnya malaikat benar-benar merendahkan sayap-sayapnya karena ridha terhadap penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang alim benar-benar akan dimintakan ampun oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang yang ada. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, maka hendaklah dia mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Daud).
Ali bin Abi Talib ra. berkata : “Ilmu lebih baik daripada harta, oleh karena harta itu kamu yang menjaganya, sedangkan ilmu itu adalah yang menjagamu. Harta akan lenyap jika dibelanjakan, sementara ilmu akan berkembang jika diinfakkan (diajarkan). Ilmu adalah penguasa, sedang harta adalah yang dikuasai. Telah mati para penyimpan harta padahal mereka masih hidup, sementara ulama tetap hidup sepanjang masa. Jasa-jasa mereka hilang tapi pengaruh mereka tetap ada/membekas di dalam hati.”
Ulama pewaris nabi adalah orang-orang yang mengetahui ajaran Nabi saw., baik yang menyangkut perkara-perkara akidah maupun syariah. Mereka pun berusaha menyifati budi pekerti dan seluruh amal perbuatan beliau dengan ilmu yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Mereka takut berpaling atau dipalingkan dari syariah Islam karena makrifatnya yang sempurna kepada Allah SWT dan sifat-sifat-Nya.
Ulama pewaris nabi adalah mereka yang rela menerima celaan, hinaan, intimidasi, pengusiran bahkan pembunuhan demi mempertahankan kemurniaan Islam dan membela kepentingan kaum Muslim. Ulama pewaris nabi bukanlah mereka yang plintat-plintut dalam berfatwa, menyembunyikan kebenaran, menukar kebenaran dengan kebatilan, serta mengubah pendirian hanya karena iming-iming dunia atau mendapat ancaman dari penguasa zalim. Mereka rela dipenjara dan disiksa demi mempertahankan kebenaran dan menentang kebatilan.
Ulama pewaris nabi menyadari sepenuhnya bahwa dunia tidaklah kekal abadi. Dunia adalah permainan, tipudaya dan cobaan bagi dirinya. Cinta dunia akan memalingkan dirinya dari akhirat yang kekal abadi. Bahkan cinta dunia merupakan sebab kehancuran jatidiri ulama. Seorang ulama tidak akan mengambil dunia kecuali sekadar yang ia butuhkan untuk menopang kehidupan dirinya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Sebaliknya, ia berusaha meraih ilmu sebanyak-banyaknya, dan menghabiskan waktunya untuk kepentingan kaum Muslim. Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali menyatakan, “Ulama terdiri dari tiga kelompok. Pertama: Ulama yang membinasakan dirinya dan orang lain. Mereka adalah ulama yang dengan terang-terangan mencari dunia dan rakus terhadap dunia.
Kedua: Ulama yang membahagiakan dirinya dan orang lain. Mereka adalah ulama yang menyeru manusia kepada Allah lahir dan batin. Ketiga: Ulama yang membinasakan dirinya sendiri dan membahagiakan orang lain. Mereka adalah ulama yang mengajak ke jalan akhirat dan menolak dunia secara lahir, tetapi dalam batinnya ingin dihormati manusia dan mendapatkan kedudukan yang mulia. Karena itu perhatikan pada golongan mana Anda berada.” (Al-Ghzali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn, Juz III).
Prof Dr. KH. Yunahar Ilyas, Lc. MAg dikenal sebagai salah satu pimpinan Muhammadiyah, organisasi keagamaan yang fokus kepada penguatan kualitas umat Islam melalui berbagai amal usaha pendidikan, kesehatan, budaya, sosial dan bahkan politik. Muhammadiyah yang berdiri 18 November 1912 di Yogyakarta ini telah banyak berkiprah untuk kemajuan bangsa. Dikawal oleh banyak cendekiawan, Muhammadiyah telah banyak melahirkan kaum intelektual dan ulama yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Namun kematian adalah taqdir Allah, tak mungkin dimundurkan atau dimajukan. Jika ajal seseorang telah sampai, maka tak seorangpun mampu menahannya. Tinggal kita yang ditinggalkan harus mampu mengambil ibrah dan pelajaran. Pelajaran berharga dari wafatnya seorang ulama adalah pentingnya bersungguh-sungguh mencari ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya.
Selain itu penting dicatat, meninggalnya seorang ulama adalah menyadarkan akan pentingnya konsistensi dan keberanian memperjuangkan nilai-nilai Islam hingga bisa diterapkan dan dirasakan sebagai rahmatan lil’alamin atau kematian menjemput dalam jalan dakwah dan perjuangan.
Selamat jalan Prof. Yunahar, semoga menjadi akhir yang indah dan Allah menempatkan di tempat terbaik di sisiNya.
(AhmadSastra,KotaHujan,03/01/20 : 08.11 WIB)
_________________________________________
Website : https://www.ahmadsastra.com
Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1
Facebook : https://facebook.com/sastraahmad
FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76
Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial
Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
SELAMAT JALAN PROF. YUNAHAR : SEMOGA MENJADI AKHIR YANG INDAH
Jumat, Januari 03, 2020
0
Tags